News

5 Hari Full Day School dari Pagi sampai Sore Dinilai Bebani Guru dan Anggaran Sekolah

Kebijakan sekolah lima hari atau full day school tengah menjadi sorotan publik. Menurut Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), kebijakan ini harus mempertimbangkan beberapa faktor penting, termasuk beban kerja guru, sarana prasarana, dan anggaran pendidikan.

Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Feriyansyah menekankan bahwa penambahan jam sekolah dalam kebijakan full day school akan mempengaruhi beban kerja guru. “Kita harus mengukur dari beban kinerja guru. Penambahan jam sekolah ini bisa menjadi beban tambahan bagi mereka,” ujar Feriyansyah kepada inilah.com, Kamis (21/9/2023).

Mungkin anda suka

Selain itu, Feriyansyah juga menyoroti masalah anggaran dan sarana prasarana yang akan terpengaruh oleh kebijakan ini. 

“Kalau full day, takutnya menambah beban pembiayaan, termasuk makan siang. Harus dilihat, apakah itu akan ditanggung oleh anggaran sekolah atau ada pembiayaan lain di luar BOS (Bantuan Operasional Sekolah),” tambahnya.

Dampak pada Siswa

Tidak hanya itu, kebijakan ini juga berpotensi memberikan dampak pada siswa.  “Apakah siswa dengan penambahan jam sekolah ini justru merasa terbebani? Ini juga harus diperhatikan,” katanya.

Dia juga menyinggung program ketiga yang menjadi pertimbangan dalam penerapan full day school. 

“Kalau kita merujuk pada beberapa negara yang menerapkan full day school, ada permasalahan anggaran untuk memberikan makan siang kepada siswa,” tuturnya.

Dengan berbagai pertimbangan ini, Feriyansyah berharap pemerintah akan lebih cermat dalam merumuskan dan menerapkan kebijakan full day school. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya mempengaruhi siswa dan guru, tetapi juga berdampak pada sistem pendidikan secara keseluruhan, termasuk anggaran dan sarana prasarana.

TPQ Terancam Akibat Aturan Sekolah Lima Hari

Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama NU dengan tegas menolak sistem full day school. Ketua Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah KH Abdul Ghaffar Rozin atau akrab disapa Gus Rozin menegaskan, kebijakan tersebut mematikan sekolah-sekolah diniyah dan TPQ yang menanamkan pendidikan keagamaan di lingkungan NU.

Meski hari belajar di sekolah dalam sepekan berkurang, kebijakan yang berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 ini membawa konsekuensi jam pulang siswa mundur satu jam menjadi pukul 15.00 WIB. 

Sementara itu, sekolah diniyah di lembaga pendidikan NU biasanya akan dimulai lebih awal dari waktu tersebut. Dalam merespons kebijakan tersebut, menurut Gus Rozin, peserta munas membahas dari aspek manfaat dan mudaratnya karena di NU terdapat dua landasan, yakni landasan sosiologis dan yuridis.

Berdasarkan landasan sosiologisnya, NU selama ini telah memiliki sekian banyak madrasah diniyah yang menanamkan pendidikan karakter dan mengajarkan dasar-dasar keagamaan yang moderat. Saat kebijakan lima hari sekolah tersebut diterapkan, kata dia, proses pendidikan di madrasah diniyah tersebut tidak akan maksimal.

“Oleh karena itu, rekomendasi kami kepada munas adalah tidak melaksanakan full day school yang diterjemahkan dari lima hari kerja ini,” ujar Gus Rozin dalam acara Munas NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).

Di samping itu, menurut Gus Rozin, peserta munas menolak kebijakan tersebut dengan landasan yuridis. Dia menjelaskan, pada 2017, PBNU pernah melakukan penolakan terhadap permendikbud tentang hari sekolah yang kemudian direvisi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button