Hangout

Pesan Berantai Soal Aspartam, Benarkah Berbahaya?

Isu minuman kemasan yang dapat menyebabkan pengerasan otak atau kanker otak, diabetes, dan pengerasan sumsum tulang belakang menyeruak di platform media sosial. Benarkah informasi ini, dan apakah aspartam berbahaya?

Pesan berantai ini mengatasnamakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berisikan list minuman kemasan yang dapat menyebabkan pengerasan otak (kanker otak), diabetes, dan pengerasan sumsum tulang belakang. Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui laman Kominfo telah mengonfirmasi bahwa pesan tersebut sudah dipastikan tidak benar, atau hoax.

Isi pesannya yakni:

*WARNING* Tolong disebar luas kan

Mohon ijin info Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menginformasikan bahwa saat ini sedang ada wabah Pengerasan Otak (Kanker Otak), Diabetes dan Pengerasan Sumsum Tulang Belakang (Mematikan sumsum tulang belakang).

Untuk itu, hindarilah minuman sbb: 1. Extra Joss, 2. M-150, 3. Kopi Susu Gelas (Granita), 4. Kiranti, 5. Krating Daeng, 6. Hemaviton, 7. Neo Hemaviton, 8. Marimas, 9. Segar Sari shachet, 10. Frutillo, 11. Pop Ice, 12. Segar Dingin Vit. C, 13. Okky Jelly Drink, 14. Inaco, 15. Gatorade, 16. Nabati, 17. Adem Sari, 18. Naturade Gold, 19. Aqua Splash Fruit.

Karena ke-19 minuman tsb mengandung Aspartame (lebih keras dari biang gula) racun yg menyebabkan diabetes, otak, dan mematikan sumsum tulang. Info: RS Fatmawati, RSCM, RS Siloam, All RS. Nara sumber: Dr. H. Ismuhadi, MPH. Mohon dishare, sayangi keluarga anda.sekedar berbagi..” SEMOGA BERMANFA’AT BAGI KITA.

Dalam keterangan tertulisnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI membantah isu yang beredar melalui pesan singkat/sms (short message service) mengenai bahaya penggunaan aspartam yang disebutkan bersumber dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurut BPOM, sesuai dengan informasi, IDI tidak pernah mengeluarkan pernyataan tentang hal tersebut.

Apakah aspartam aman?

Pesan berantai ini jelas hoaks karena tidak mengatasnamakan IDI dan mencatut nara sumber Dr. H. Ismuhadi, MPH serta telah diklarifikasi oleh Kementerian Kominfo maupun IDI. Namun Anda perlu mengenali aspartam, apakah zat ini berbahaya bagi kesehatan?

Aspartam adalah pemanis rendah kalori tetapi tidak mengandung gula alami atau kalori apa pun jika digunakan dalam jumlah kecil. Dikembangkan pada tahun 1965, aspartam telah diuji secara luas oleh banyak laboratorium. Saat ini, kita dapat menemukan zat ini pada bahan makanan di seluruh dunia.

Banyak makanan dan minuman yang berlabel ‘bebas gula’ mungkin mengandung beberapa bentuk pemanis buatan. Seperti diet soda, jus rendah gula, air dengan rasa, yogurt atau susu rendah lemak, snack bars, puding bebas gula, gelatin, es krim dan es loli rendah lemak atau ringan, pemanis meja rendah kalori, seperti Equal, beberapa resep dan obat bebas, termasuk vitamin kunyah.

Secara kimiawi, aspartam cukup sederhana, terbuat dari dua asam amino alami yakni asam aspartat dan fenilalanin. Ini terlihat seperti bubuk putih halus dan hampir 200 kali lebih manis dari sukrosa – atau dikenal sebagai gula.

Meskipun sebenarnya tidak sepenuhnya bebas kalori, jumlah aspartam yang dibutuhkan untuk mempermanis makanan dan minuman ke tingkat yang sama dengan gula meja sangat kecil dan tidak menambah jumlah kalori.

Aspartam dikategorikan aman berdasarkan Keputusan Codex stan 192-1995 Rev. 10 Tahun 2009. Codex Alimentarius Commision (CAC) adalah Lembaga Internasional yang ditetapkan FAO/WHO untuk melindungi kesehatan konsumen dan menjamin terjadinya perdagangan yang jujur.

Dalam pengaturan Codex disebutkan bahwa Aspartam dapat digunakan untuk berbagai jenis makanan dan minuman antara lain minuman berbasis susu, permen, makanan dan minuman ringan. Penggunaan aspartam dalam makanan dan minuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat digunakan dengan batas maksimum penggunaannya masing-masing.

Penggunaan aspartame ini telah diatur oleh banyak organisasi kesehatan, seperti BPOM RI, WHO, FDA Amerika Serikat, EFSA Eropa, Health Canada, FS Australia New Zealand, serta FSA United Kingdom. Menurut FDA, lebih dari 100 penelitian telah menunjukkan aspartam aman bagi kebanyakan orang.

FDA telah menetapkan asupan harian yang dapat diterima (ADI) untuk aspartam 50 miligram per kilogram (mg/kg) berat badan per hari. EFSA telah menetapkan ADI lebih rendah dari 40 mg/kg per hari. Sementara menurut BPOM, konsumsi harian aspartam yang diperbolehkan adalah 600 mg/kg produk.

Kebanyakan orang tidak akan mencapai jumlah ADI ini. Jika seseorang memiliki berat 68 kg, mereka perlu minum sekitar 19 kaleng soda atau mengonsumsi lebih dari 85 bungkus aspartam setiap hari untuk melebihi ADI. Orang yang makan dan minum produk yang mengandung aspartam rata-rata mengkonsumsi sekitar 4,9 mg/kg sehari, kurang dari 10 persen dari ADI yang direkomendasikan FDA.

Efek samping

Mengonsumsi aspartam aman jika tidak melebihi batas. Namun jika melebihi batas, dikhawatirkan akan menimbulkan efek samping. Mengutip Medicalnewstoday, aspartam mungkin memiliki beberapa efek samping di antaranya efek pada berat badan.

Aspartam mengandung 4 kalori per gram (g), jumlah yang sama dengan gula, tetapi aspartam sekitar 200 kali lebih manis daripada gula. Ini berarti bahwa hanya sedikit aspartam yang diperlukan untuk mempermanis makanan dan minuman. Untuk alasan ini, orang sering menggunakannya dalam diet penurunan berat badan.

Namun, tinjauan studi tahun 2017 tidak menemukan bukti bahwa pemanis rendah kalori aspartam, sucralose, dan stevioside efektif untuk manajemen berat badan. Para peneliti malah menemukan hubungan antara peningkatan berat badan dan lingkar pinggang dan asupan pemanis ini secara teratur.

Partisipan dalam beberapa penelitian dalam review menunjukkan peningkatan berat badan. Tinjauan 2017 itu juga menemukan bukti yang menunjukkan bahwa mereka yang mengonsumsi pemanis secara teratur mungkin berisiko lebih besar terkena penyakit jantung, diabetes, dan stroke.

Efek lainnya adalah terhadap napsu makan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspartam dapat mempengaruhi berat badan dengan meningkatkan nafsu makan, yang dapat menyebabkan konsumsi makanan lebih besar.

Sebagai contoh, sebuah penelitian pada hewan tahun 2015 menemukan bahwa aspartam meningkatkan nafsu makan pada tikus. Pemanis buatan seperti aspartam memberikan rasa manis tanpa memberikan tubuh energi, dan efek ini pada tubuh dapat merangsang nafsu makan.

Namun, penelitian lain tidak mendukung temuan ini. Sebuah studi 2018 melihat asupan aspartam pada 100 orang dewasa kurus dengan indeks massa tubuh (BMI) antara 18 dan 25 yang berusia antara 18 dan 60 tahun. Para peneliti menemukan bahwa asupan aspartam selama 12 minggu tidak memiliki efek negatif pada nafsu makan, berat badan, atau manajemen gula darah.

Efek pada metabolism juga dapat terjadi akibat mengonsumsi aspartan berlebih. Sebuah studi tahun 2015 menemukan bahwa kadar aspartam yang tinggi dapat menyebabkan perubahan lain dalam tubuh, seperti perubahan serum dan penanda stres oksidatif, dan dapat menyebabkan diabetes tipe 2 pada tikus.

Tinjauan selanjutnya dari 2016 membahas lebih lanjut hubungan antara pemanis rendah kalori dan penyakit metabolik. Asupan pemanis jangka panjang yang teratur dapat mengganggu keseimbangan dan keragaman bakteri yang hidup di dalam usus. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa jenis gangguan ini dapat menyebabkan intoleransi glukosa, yang merupakan faktor risiko yang diketahui untuk diabetes tipe 2.

Risiko kesehatan

Risiko kesehatan aspartam dapat mempengaruhi seseorang dalam jangka pendek atau jangka panjang. Efek jangka pendek terlihat pada studi di 2019 terlihat pada gumpalan darah dan pengukuran biokimia pada tikus albino Swiss betina selama 30 hari.

Studi tersebut menemukan bahwa mengonsumsi aspartam berbahaya bagi tikus dan menghasilkan efek negatif yang berkaitan dengan pengukuran darah dan biokimia. Para peneliti membutuhkan bukti lebih lanjut dan penelitian pada manusia untuk mendukung temuan ini.

Sementara efek jangka panjang seiring beberapa kekhawatiran tentang efek aspartam pada sistem saraf pusat dan perifer. Sebuah studi tahun 2016 melihat efek jangka panjang aspartam pada saraf siatik pada 30 tikus albino jantan dewasa. Peneliti memberi satu kelompok tikus dosis aspartam setara dengan ADI untuk manusia 40-50 mg/kg per hari selama 3 bulan.

Studi ini menemukan bahwa dosis aspartam jangka panjang berbahaya bagi struktur saraf skiatik, dan menghentikan asupan aspartam selama sebulan tidak menyebabkan pemulihan total. Studi pada manusia dapat membantu para ilmuwan mengetahui lebih banyak tentang efek aspartam pada struktur dan fungsi saraf.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aspartam meningkatkan risiko dari beberapa jenis kanker, termasuk limfoma, leukemia, tumor saluran kemih, dan tumor saraf. Juga penyakit diabetes tipe 2, persalinan premature, toksisitas pada ginjal, penyakit hati toksik hingga perubahan berbahaya pada kelenjar ludah.

Sebuah laporan dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS juga menilai sejumlah penelitian yang melihat potensi risiko aspartam. Laporan tersebut menunjukkan kemungkinan hubungan antara aspartam dan beberapa kanker hematopoietik pada pria, meskipun peneliti memerlukan bukti lebih lanjut dari penelitian pada manusia.

Ada pula bukti terbatas yang menunjukkan potensi risiko antara aspartam dan kelahiran premature. Tidak ada pula kesimpulan yang jelas tentang konsumsi aspartam dan sakit kepala. Intinya laporan penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada masalah keamanan yang signifikan untuk konsumsi aspartam pada ADI 40 mg/kg.

Mengonsumsi pemanis buatan secara berlebihan memang tidak dianjurkan dan mesti terus menjadi kepeduliankita. Namun tidak dengan cara yang menakut-nakuti seperti mengedarkan pesan berantai tak bertanggung jawab tentang aspartam di media sosial seperti ini.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button