Ototekno

Generasi Milenial, Pentingnya Paham Etika di Ruang Digital

Kamis, 10 Nov 2022 – 20:19 WIB

Ruang Digital

foto: istock

Berbagai kemudahan akibat kecanggihan teknologi digital di ruang digital membuat orang berpikir dan bertindak praktis, yaitu mengambil atau mencuri karya orang lain yang beredar di ruang digital tersebut. Kemudahan yang ditawarkan teknologi digital justru membuat beberapa orang tidak kreatif dan cenderung meniru. Perlu kesadaran etika digital bahwa konten yang ada di internet ada pemiliknya.

Demikian kesimpulan dalam webinar yang bertema “Konten Digital: Hak Cipta dan Etika”, Rabu (9/11/2022) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Narasumber dalam webinar ini adalah Digital Networking Konserku Apps Ni Nyoman Pudak Sari; Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Rama Kertamukti; dan Mendeley Advisor Indonesia dan Praktisi Sosial Media Muhajir Sulthonul Aziz.

Teknologi internet yang menghubungkan antara satu komputer dengan komputer lainnya di seluruh dunia dengan memiliki daya kemampuan lintas batas negara dilewati secara mudah (borderless world) telah melahirkan suatu era baru yang dikenal dengan era digital. Ketika berbicara tentang perlindungan hak cipta, yang datang dalam pikiran secara umum diberikan kepada sastra asli, musik, drama, atau karya artistik. Namun, perkembangan teknologi baru telah menimbulkan konsep baru, seperti program komputer database, komputer layout, dan lain-lain.

“Dari perkembangan tersebut, lantas kemudian timbul masalah hak kekayaan intelektual (HKI). HKI adalah suatu bidang hukum yang mengatur hak-hak hukum yang berkaitan dengan upaya kreatif atau reputasi komersial dan good will. HKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Rama Kertamukti.

Rama menambahkan, peluang lemahnya hak cipta disebabkan dari karakteristik media internet yang berkaitan dengan hak cipta. Contohnya adalah kemudahan melakukan replikasi, kemudahan dalam mentransmisikan dan menggunakan terus-menerus, kemudahan memodifikasi dan mengadaptasi karya dalam bentuk digital, atau disebabkan ketiadaan pengarang/pencipta.

Ni Nyoman Pudak Sari menambahkan, pelanggaran hak cipta yang kerap atau banyak terjadi di ruang digital adalah plagiarisme. Aktivitas ilegal ini dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja memperoleh atau mencoba mendapat kredit suatu karya ilmiah. Biasanya dilakukan dengan mengutip sebagian atau seluruh karya yang diakui sebagai hasil karya sendiri.

“Bagaimana plagiarisme bisa terjadi? Misalnya, mengutip kata atau kalimat orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Atau, bisa juga dengan mengakui tulisan orang lain sebagai karya tulisan sendiri. Bisa juga sebagai bentuk penggunaan gagasan, pandangan, atau teori orang lain tanpa menyebut sumber,” ujar Ni Nyoman.

Agar terhindar dari plagiarisme, imbuh Ni Nyoman, dilakukan lewat pengawasan ketat di institusi perguruan tinggi untuk menghindarkan masyarakat akademisnya dari tindakan plagiarisme. Bisa juga dengan pembuatan surat pernyataan yang menyatakan bahwa karya tersebut asli bukan hasil plagiat. Selain itu, memperbanyak membaca bisa mencegah atau merangsang orang melakukan plagiat.

Sementara itu, Muhajir berpendapat pentingnya etika digital yang dilakukan dengan cara menghargai karya dan konten milik orang lain di ruang digital, seperti di media sosial. Diakui memang di ruang digital terdapat jutaan karya atau konten yang tentu itu ada pemiliknya. Hal tersebut patut disadari agar orang tidak sembarang mengambil konten di ruang digital tanpa seizin pembuatnya.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button