News

Ambil Barang Sitaan Mudah, Mahfud Minta UU Perampasan Aset Segera Gol

Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD meminta Komisi III DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Begitu juga dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Tujuannya, tak lain dan tak bukan, untuk mempermudah pengambilan barang sitaan.

Urgensi UU tersebut, menurut Mahfud, bercermin dari berbagai kasus terkait kebutuhan akan mudahnya pemerintah mengambil barang sitaan dari berbagai tindak pidana, seperti korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Sulit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul (panggilan akrab Bambang Wuryanto), UU perampasan aset tolong didukung, biar kami bisa mengambil (yang) begini-begini (kasus dugaan TPPU Rp349 triliun di Kemenkeu),” tegas Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Menkopolhukam dan Kepala PPATK kemarin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (30/3/2023).

Mahfud juga meminta hal serupa untuk RUU Pembatasan Belanja Uang Kartal. “Karena orang korupsi itu nurunkan uang dari bank Rp500 miliar dibawa ke Singapura ditukar dengan uang dolar, lalu dia bilang ini menang judi karena di Singapura sah, lalu dibawa ke Indonesia sah. Padahal, itu uang negara. Itu pencucian uang,” ujarnya.

RUU Perampasan Aset sudah diajukan sejak 2020 dan sempat disetujui di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hanya saja, menurut Mahfud, entah mengapa RUU tersebut terlempar begitu saja saat akan ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

“Padahal isinya sudah disetujui oleh DPR yang lalu, pemerintah lalu memperbaiki dan kemudian disepakati. Kami mohon di situ, kami akan lebih mudah. Itu seperti ngambil itu pencucian uang juga,” jelas dia.

Ia mencontohkan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp111 triliun yang asetnya tidak bisa diambil. Mahfud pun meminta Instruksi Presiden (Inpres).

“Pak buat Inpres kepada saya, saya ambil, tidak berhenti berdebat, saya ambil dulu nanti ke pengadilan kalah tidak apa-apa. Dapat sekarang Rp29,9 triliun, ada yang kalah di pengadilan dua, tapi tidak menggugurkan utang karena pencucian uang,” tandas Mahfud.

Barang sitaan dijaminkan ke pemerintah dengan surat tanda tangan di atas materai. “Tapi sertifikatnya tidak diserahkan lalu dijual. Ketika kami sita ternyata sertifikatnya sudah dimiliki oleh anaknya,” ucapnya.

Jika ada RUU Perampasan Aset sah menjadi UU, ia menyebut pemerintah akan lebih mudah menangani permasalahan seperti ini. “Makanya dulu awal kami masuk ke sini kami mohon, ini UU perampasan aset dan pembatasan belanja uang tunai ini bisa,” ujarnya.

Meski begitu, Mahfud mengakui untuk menggolkan dua RUU itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. “Tidak selalu sempurna, tetapi saya kira ikhtiar kita harus dilakukan untuk itu,” pungkas dia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button