Market

APBN Baru Cair 28 Persen, Ekonom: Tingkat Kemiskinan Hanya Turun 1,39 Persen

Setiap mengurai isi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) setiap bulannya, publik terfokus pada anggaran untuk subsidi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan kebijakan pemerintah soal utang negara.

Akhir pekan ini, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati diantaranya menjelaskan tentang pembiayaan anggaran tetap dalam batas aman hingga Juli 2023. Termasuk realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang mencapai Rp194,9 triliun per Juli 2023.

“Antisipasi masih terus kami lakukan akibat pasar keuangan global yang masih dipenuhi ketidakpastian,” ujar Sri seperti mengutip saat membahas APBN KITA edisi Agustus 2023 di Jakarta, Jumat (11/8/2023).

Posisi APBN masuk di bulan Kemerdekaan RI ke 78 ini, defisit diproyeksikan lebih rendah. Menkeu mengaku menjadi alasan untuk mengurangi kebutuhan pembiayaan utang.

Per Juli 2023 lalu, Menkeu Sri Mulyani jika dibandingkan dengan pembiayaan utang pada tahun lalu, maka pembiayaan utang mengalami penurunan sangat tajam hingga 17,8%. “Artinya kita baru mengeluarkan 28 persen dari total yang seharusnya ada di UU APBN,” ucap Menkeu Sri Mulyani.

Surat Berharga Negara (SBN) yang seharusnya tahun ini secara netto diterbitkan Rp712,9 triliun, hingga akhir Juli 2023 hanya merealisasikan sebesar Rp184,1 triliu. Atau hanya 25,8% dari total yang ditargetkan dalam APBN 2023. Angka ini juga turun tajam 17,8% dibandingkan tahun lalu.

“Sehingga, kalau kita lihat dari penerimaan negara yang masih baik, dan belanja kita yang tetap terjaga, maka kita bisa menurunkan penerbitan SBN atau SUN yang hanya 25,8% saja,” tambah Sri.

Bisa jadi ini menjadi alasan lembaga pemeringkat kredit R&I pada 25 Juli 2023 menaikkan outlook rating Indonesia dari stable menjadi positif. Hal ini didukung kinerja ekonomi yang kredibel di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Sementara, sebelum Menkeu menjelaskan kesehatan APBN semester I 2023, ekonom Antony Budiawan mengkritisi tingkat kemiskinan yang hanya turun 1,3 persen. Padahal dari aspek penerimaan negara naik. Bahkan posisi utang pemerintah juga mengalami kenaikan seperti mengutip dari unggahannya di akun @AntonyBudiawan, awal pekan lalu.

Dalam penjelasannya, selama 8 tahun, 2014-2022: pertumbuhan ekonomi (PDB) naik Rp9.493,5 triliun atau mencapai 94 persen dari APBN. Untuk pendapatan negara naik Rp1.075,9 triliun atau 69,4 persen.

Demikian juga dari utang pemerintah naik Rp5.125,2 triliun bahkan mencapai 196,5 persen. Tapi, tingkat kemiskinan hanya turun 1,39 persen. Ini namanya kebijakan ekonomi berhasil memiskinkan rakyat miskin,” katanya.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja pemerintah pusat sampai Juli 2023 mencapai Rp 1.020,4 triliun atau sekitar 45,4 persen dari pagu anggaran. Dari Rp 1.020,4 triliun sebanyak Rp 562,6 triliun itu adalah belanja yang langsung diterima manfaatnya oleh rakyat baik dalam bentuk kartu sembako, program keluarga harapan, serta pelayanan kesehatan.

Menkeu Sri Mulyani menjelaskan pengeluaran dari APBN juga ikut membantu kelompok-kelompok kurang mampu seperti petani, nelayan bahkan sektor pendidikan. Seperti petani dengan memberikan bantuan benih, mulsa dan pupuk organik senilai Rp 463,7 miliar, bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) Rp 250 miliar, dan bantuan ternak Rp 62,4 miliar. Serta bantuan benih ikan, kepiting dan udang Rp 19,2 miliar.

Di bidang pendidikan, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6,2 triliun untuk program Indonesia Pintar kepada 11,07 juta siswa. Kemudian, Rp 6,1 triliun untuk program KIP Kuliah kepada 718,7 ribu mahasiswa.

APBN juga membantu biaya operasi sekolah (BOS) sebesar Rp 7,1 triliun ini terutama dari Kementerian Agama dan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) sebesar Rp 1,78 triliun untuk 197 PTN.

Sementara selain mendapatkan PKH dan kartu sembako, kata Menkeu, kelompok rentan ini juga diberikan BPJS Kesehatan dengan iuran yang dibayarkan oleh APBN yaitu Rp 27 triliun untuk 96,7 juta peserta. Artinya setiap bulan APBN mengeluarkan Rp 3,9 triliun bagi 96,7 juta peserta yang tidak mampu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button