Kanal

Impor Beras Terkait El Nino, Apa Sebenarnya Fenomena Alam Ini?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan penyebab pemerintah harus kembali melakukan impor beras sebesar 2 juta ton hingga akhir Desember 2023. Salah satunya karena potensi terjadinya El Nino di tahun ini. Apa sebenarnya fenomena El Nino ini?

Presiden mengatakan, impor beras diperlukan untuk memperkuat cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Perum Bulog. “Kemungkinan akan ada El Nino atau kering panjang sehingga Bulog mempersiapkan diri dengan memperkuat cadangan berasnya,” ujar Jokowi usai tanam padi bersama petani di Tuban, Jawa Timur, Kamis (6/4/2023), dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.

Fenomena El Nino diperkirakan tidak hanya melanda Indonesia saja, tetapi juga negara-negara lain produsen beras sehingga dikhawatirkan nantinya pasokan beras sulit diperoleh. “Jangan sampai pas kering panjang kita bingung mau beli beras ke Thailand, Vietnam, India, Pakistan barangnya enggak ada. Itu yang kita hindari,” katanya.

Jokowi sudah menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton guna memenuhi kebutuhan beras nasional pada 2023.  Hal tersebut terungkap dalam surat penugasan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) kepada Perum Bulog tertanggal 24 Maret 2023. Bapanas menginstruksikan agar Bulog segera merealisasikan impor 500.000 ton pertama.

“Menindaklanjuti hasil rapat bersama Bapak Presiden tanggal 24 Maret 2023 dengan topik Ketersediaan Bahan Pokok dan Persiapan Arus Mudik Idulfitri 1444 H, kami menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakan pengadaan cadangan beras pemerintah dari luar negeri sebesar 2 juta ton sampai akhir Desember 2023,” demikian surat bernomor B2/TU.03.03/K/3/2023 tertanda tangan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik bagian tengah hingga mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. El Nino merupakan fenomena alam dan bukan badai sehingga secara fisik tidak dapat dilihat.

Ada lagi istilah La Nina yakni fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika La Nina terjadi, SML di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

Indonesia memiliki posisi yang unik karena berada di persimpangan dua lautan dan dua benua. Hal ini mengakibatkan Indonesia sangat peka terhadap perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi. Fenomena El Nino ekstrem bisa menjadi penyebab kemarau berkepanjangan yang terjadi di Indonesia.

Tahun ini, El Nino diprediksi berkunjung ke Indonesia hingga memunculkan musim kemarau kering. Prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa curah hujan di Indonesia akan semakin berkurang dan berpotensi memunculkan kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan.

El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang berarti ‘anak lelaki’. Sejarahnya, pada abad ke-19 nelayan Peru menyadari terjadinya kondisi menghangatnya suhu lautan yang tidak biasa di wilayah pantai Amerika Selatan, dekat Ekuador dan meluas hingga perairan Peru. Hal ini terjadi di sekitar musim Natal pada setiap tahun.

Pada tahun-tahun normal, air laut dalam yang bersuhu rendah dan kaya akan nutrisi bergerak naik ke permukaan di wilayah dekat pantai. Kondisi ini dikenal dengan upwelling. Upwelling ini menyebabkan daerah tersebut sebagai tempat berkumpulnya jutaan plankton dan ikan. Ketika terjadi El Nino upwelling jadi melemah, air hangat dengan kandungan nutrisi yang rendah menyebar di sepanjang pantai sehingga panen para nelayan berkurang.

Gilbart Walker juga mengemukakan tentang El Nino dan sekarang dikenal dengan Sirkulasi Walker yaitu sirkulasi angin Timur-Barat di atas Perairan Pasifik Tropis. Sirkulasi ini timbul karena perbedaan temperatur di atas perairan yang luas pada daerah tersebut.

Mengutip Geografi.org, perairan sepanjang pantai China dan Jepang, atau Carolina Utara dan Virginia, lebih hangat dibandingkan dengan perairan sepanjang pantai Portugal dan California. Sedangkan perairan di sekitar wilayah Indonesia lebih hangat daripada perairan di sekitar Peru, Chile dan Ekuador.

Perbedaan temperatur lautan di arah Timur-Barat ini menyebabkan perbedaan tekanan udara permukaan di antara tempat-tempat tersebut. Udara bergerak naik di wilayah lautan yang lebih hangat dan bergerak turun di wilayah lautan yang lebih dingin. Dan itu menyebabkan aliran udara di lapisan permukaan bergerak dari Timur ke Barat. Inilah yang kemudian disebut dengan angin Pasat Timuran.

Masing-masing kejadian El Nino adalah unik dalam hal kekuatannya sebagaimana dampaknya pada pola turunnya hujan maupun panjang durasinya. Berdasar intensitasnya El Nino dikategorikan sebagai El Nino Lemah (Weak El Nino), jika penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator +0.5º C s/d +1,0º C dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.

Sementara El Nino sedang (Moderate El Nino), jika penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator +1,1º C s/d 1,5º C dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut. Sedangkan El Nino kuat (Strong El Nino), jika penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator > 1,5º C dan berlangsung minimal           selama 3 bulan berturut-turut.

El Nino merupakan sesuatu yang alami dan telah mempengaruhi kehidupan di wilayah Samudra Pasifik selama ratusan tahun. Meskipun rata-rata El Nino terjadi setiap tiga hingga delapan tahun sekali dan dapat berlangsung 12 hingga 18 bulan, ia tidak mempunyai periode tetap. Kenyataan ini membuat El Nino sulit diprakirakan kejadiannya pada enam hingga sembilan bulan sebelumnya.

Analisis data El Nino

Fenomena El Nino diamati dengan menganalisis data-data atmosfer dan kelautan yang terekam melalui weather buoy, yaitu alat perekam data atmosfer dan lautan yang bekerja secara otomatis dan ditempatkan di samudera. Di Samudera Pasifik, setidaknya terpasang lebih dari 50 buoy yang dipasang oleh lembaga penelitian atmosfer dan kelautan Amerika sejak 1980-an. Melalui alat ini, data suhu permukaan laut dapat tercatat sehingga kemunculan El Nino dapat dipantau.

Fenomena El Nino bukanlah peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba. Proses perubahan suhu permukaan laut yang biasanya dingin menjadi hangat membutuhkan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Oleh sebab itu, pengamatan suhu permukaan laut bisa bermanfaat untuk memprediksi terjadinya fenomena El Nino.

Sebagian besar peristiwa El Nino mulai terjadi pada akhir musim hujan atau awal hingga pertengahan musim kemarau, yakni bulan Mei, Juni, dan Juli. El Nino tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998 adalah dua fenomena El Nino terhebat yang pernah terjadi dengan dampak yang dirasakan secara global.

Pengaruh dua fenomena El Nino tersebut melanda banyak negara. Misalnya, Amerika dan Eropa yang mengalami peningkatan curah hujan sehingga memicu bencana banjir besar, sedangkan di India, Australia, Indonesia, dan Afrika mengalami kemarau yang panjang.

Publikasi-publikasi ilmiah menunjukkan bahwa dampak El Nino terhadap iklim di Indonesia terasa semakin kuat jika terjadi di musim kemarau. Sementara jika El Nino terjadi ketika Indonesia mengalami musim hujan, dampaknya pun akan berkurang.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button