Market

Banyak Proyek Gagal di Sri Langka, Hati-hati Jebakan Utang China

Negara di dunia termasuk Indonesia, seharusnya belajar dari pengalaman Sri Langka. Terjebak utang China untuk biayai proyek bernilai besar. Setelah rampung, Sri Langka bukannya untung malah bangkrut. Akhirnya, diambil-alih China.

Saat ini, Presiden Ranil Wickremesinghe tengah berjuang keras untuk lepas dari himpitan krisis keuangan di Sri Langka. Dia menilai, harapannya tinggal belas kasihan dana monter internasional (International Monetary Fund/IMF).

Hal itu dikatakan Wickremesinghe saat menghadiri pertemuan dengan perwakilan serikat pekerja di kantor kepresidenan pada akhir pekan lalu, dikutip dari ANI News, Selasa (17/1/2023).

“Kami sadar, perekonomian negara sudah runtuh. Kami menyaksikan penurunan jumlah lapangan kerja. Inflasi terutama meningkatkan biaya hidup. Oleh karena itu gaya hidup masyarakat berubah,” ujarnya.

Ia mengatakan, fasilitas yang sebelumnya dinikmati warga Sri Lanka semakin berkurang, karena situasi ekonomi yang memprihatinkan telah mempengaruhi segala bidang termasuk pendidikan dan kesehatan.

“Ini adalah akibat dari keruntuhan ekonomi. Tidak ada gunanya membicarakan akar penyebab masalah ini seperti yang telah terjadi. Satu-satunya pilihan yang kita miliki sekarang adalah mencari dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF). Jika tidak, kita tidak bisa pulih,” tambahnya.

Namun, restrukturisasi utang yang disyaratkan IMF, bukan perkara mudah. Setelah menyelesaikan negosiasi dengan Jepang, Sri Langka harus melobi India dan China sebagai negara pemberi utang terbesar kepada Sri Langka.

Dari total utang Sri Langka sebesar US$40 miliar atau setara Rp600 triliun (kurs Rp15.000/US$), terbesar berasal dari China. Porsinya sekitar 10-20 persen. Celakanya, banyak utang China digunakan untuk membiayai proyek yang tak jelas juntrungannya.

Setelah proyeknya kelar, bukannya untung karena pendapatan mengalir deras ke kas Sri Langka. Tapi malah buntung karena Sri Langka harus menanggung beban utang yang cukup berat.

Sebut saja proyek pembangunan pusat investasi berkelas dunia atau Port City Colombo yang menjadi bagian dari Belt and Road Initiative China. Proyek ini diresmikan Presiden China Xi Jinping saat berkunjung ke Kolombo pada 2014.

Proyek wah ini dibiayai dari duit utangan senilai US$1,4 miliar, atau setara Rp21 triliun di lahan seluas 665 hektare. Rencananya, Port City Colombo bisa setaraf dengan kota-kota metropolis di dunia, seperti London, Hong Kong, Singapura, atau Dubai.

Menurut pengembangnya, China Harbour Engineering Company, proyek ini diperkirakan selesai pada 2041. Saat itu, biayanya kemungkinan bengkak menjadi US$15 miliar, atau setara Rp225 triliun.

Menurut analis keamanan dan geopolitik asal Sri Langka, Asanga Abeyagoonasekera, proyek Colombo Port City semula diharapkan bisa menarik investasi asing. Namun, hingga saat ini, tak ada wujudnya. “Tidak satupun investor internasional yang hadir. Proyek ini tidak memberikan pendapatan bagi Sri Langka, justru menambah utang saja,” kata dia.

Proyek yang sama nasibnya adalah pembangunan Pelabuhan Internasional Hambantota yang dibiayai dari utang China. Proyek ini dibangun melalui kemitraan publik-swasta antara China Merchants Port Holdings (HIPG) dengan Sri Lanka Ports Authority.

Pelabuhan yang dibangun di sepanjang pantai selatan Pulau Samudra Hindia itu, nilai investasinya mencapai US$1,5 miliar atau setara Rp22,5 triliun. Kini, aktivitas perekonomian di pelabuhan boleh dibilang sepi.Sangat sedikit kapal yang datang.

Lantaran dari segi bisnis cukup berat, Sri Langka pun menyerahkan pengelolaan Pelabuhan Hambantota ke China pada 2017.

Pada Agustus 2022, pemerintah Sri Langka mengizinkan Kapal Yuan Wang 5 milik China berlabuh di Pelabuhan Hambantota. Kejadian ini membuat India dan Amerika Serikat (AS) meradang. Kedua negara ini, meyakini bahwa kapal tersebut adalah kapal pengintai China. Demi memuluskan cita-cita China menguasai Samudra Hindia.

Namun, pihak China membantah bahwa Kapal Yuan Wang 5 hanyalah kapal untuk penelitian ilmiah atau riset. Jadi, bukan kapal pengintai seperti dituduhkan India dan AS. “Dari temuan saya, mendapat lebih dari sekedar operasi sipil di Sri Langka. mungkin ada operasi militer yang mereka rancang di masa depan. Seperti pelabuhan Hambantota,” kata Abeyagoonasekera.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button