News

Batalkan Status Tersangka Eddy Hiariej, Pertimbangan Hakim Dinilai Aneh


Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah alias Castro, menilai Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) Estiono tidak mengerti kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diatur dalam Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Hal ini merespon putusan hakim Estiono yang dinilai absurd memenangkan gugatan praperadilan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

“Pertimbangan hakim menurut saya aneh dan cenderung gagal memahami kewenangan KPK yang diatur dalam UU KPK,” kata Castro saat dihubungi Inilah.com, Rabu (31/1/2024).

Castro mengamati pertimbangan putusan hakim yang aneh yaitu, mempersoalkan pengumpulan alat bukti berdasarkan berita acara permintaan keterangan berdasarkan surat perintah penyelidikan, bukan berdasarkan kepada surat perintah penyidikan

“Padahal dalam UU KPK, proses pengumpulan alat bukti lazim dilakukan KPK saat proses penyelidikan, sebagaimana ketentuan Pasal 44 UU KPK,” jelas dia.

Menurut Castro, kalau alat bukti hanya didasari hanya pada tahap penyidikan, maka itu menyulitkan KPK yg memang dibekali business process spesifik dalam UU.

Melihat putusan yang dinilai ganjil ini, Castro mendorong KPK harus merespon cepat putusan ini, dan memastikan segera mengoreksi proses penetapan tersangka dalam kacamata hakim.

“KPK harus memastikan materi perkara segera dibawa ke pengadilan, sebab praperadilan membuat perkara ini hanya terinterupsi ke soal teknis dan prosedural, bukan substansi perkara,” tegas dia.

Di sisi lain, bagi Castro, putusan hakim penetapan tersangka tidak sah, hanya berlaku kepada Eddy Hiariej. Sebab, pemohon dalam praperadilan tersebut hanya Eddy. Sedangkan penetapan tersangka KPK kepada, anak buah Eddy, Yogi Arie Rukmana (asisten pribadi Eddy, swasta) dan Yosie Andika Mulyadi (pengacara) serta Eks Dirut CLM Helmut Hermawan masih berlaku.

“Putusan praperadilan tergantung siapa pemohonnya. Kalau yg lain mengajukan dan diadili hakim yg sama, kemungkinan putusannya sama,” pungkas dia.

Diberitakan sebelumnya, Hakim Tunggal PN Estiono mengabulkan gugatan praperadilan kubu Wamenkumham Eddy Hiariej melawan KPK. Sehingga, penetapan tersangka Eddy terkait dugaan penerimaan suap dan gratifikasi tidak sah.

Hakim menyatakan penetapan status tersangka Eddy oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah.

“Mengadili, dalam eksepsi  menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya,” ungkap Hakim tunggal Estiono saat membacakan putusannya di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1)

“Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon membayar biaya perkara,” sambung dia

Sebagai informasi konstruksi perkara KPK, Helmut memberikan suap dan gratifikasi  kepada Eddy sebesar Rp 8 miliar. Penyerahan uang tersebut ditampung melalui rekening anak buah Eddy, Yogi Arie Rukmana (asisten pribadi Eddy, swasta) dan Yosie Andika Mulyadi (pengacara).

Adapun rinciannya penyerahan uang suap Helmut kepada Eddy yakni Rp 4 miliar untuk konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum PT CLM yang bersengketa dan pembukaan pemblokiran, penyerahan uang Rp 3 miliar untuk penghentian penyidikan Bareskrim Polri. Serta, gratifikasi Rp 1 miliar untuk keperluan pribadi Eddy maju dalam pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button