News

Benarkan Intervensi Jokowi, Saut Curiga Ada yang Bocorkan Gelar Perkara Kasus e-KTP

Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (2015-2019) Saut Situmorang mencurigai pemanggilan koleganya Agus Rahardjo kala itu karena Presiden Joko Widodo sudah mengetahui rencana penetapan tersangka Eks Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.

Saut mengungkapkan sebelum gelar perkara diputuskan dua dari tiga komisioner KPK tidak setuju dengan penetapan tersangka Setya Novanto. Namun, ia tak mau mengungkapkan identitas komisioner dimaksud.

“Dalam pikiran kotor aku pasti ada bocoran kan skornya 3-2 (gelar perkara kasus korupsi E-KTP Setya Novanto.red). Tahu lah Anda yang 2 (menolak.red) siapa, yang 3 siapa (setuju.red). Jadi, mungkin dia (presiden.red) dengar-dengar dan panggil saja. Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahu lah kenapa (Agus Rahardjo.red) dipanggil sendirian,” kata Saut saat dihubungi pewarta, Sabtu (1/12/2023).

Saut mengapresiasikan sikap bijak Agus yang melawan permintaan presiden untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP. Apabila partnernya terpengaruhi, Setya Novanto batal menjadi tersangka.

“Kalau pak Agus bisa dipengaruhi, berubah tuh skorsnya dari 3 (menolak.red)-2 (setuju.red). Tapi, kan sudah ada tanda tangan Sprindik (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan),” ucap dia.

Diketahui dari hasil gelar perkara, Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Kemudian, Saut membeberkan kapan Agus menceritakan peristiwa di intervensi Jokowi kepada dirinya. Agus menceritakan saat pimpinan KPK hendak menggelar jumpa pers terkait penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada presiden.

“Aku jujur aku ingat benar pada saat turun ke bawah Pak Agus bilang ‘Pak Saut, kemarin saya dimarahin (presiden), ‘hentikan’ kalimatnya begitu,” ujar Saut

Untuk diketahui, pada Jumat, 13 September 2019, tiga pimpinan KPK saat itu yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif menyerahkan tanggung jawab atau mandat pengelolaan KPK ke Presiden Jokowi.

Hal itu berkaitan dengan revisi UU KPK yang dinilai banyak pihak melemahkan kinerja pemberantasan korupsi. Pimpinan dan pegawai KPK menyatakan keberatan terhadap revisi dimaksud.

Namun, berbagai protes mereka tidak didengar hingga akhirnya perubahan kedua UU KPK disahkan.

Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.

“Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran ‘biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian’. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil,” tutur Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).

“Itu di sana begitu saya masuk presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak ‘hentikan’. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” lanjutnya.

Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

“Saya bicara (ke presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu,” jelas Agus.

Agus merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-Undang KPK.

Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.

Pimpinan KPK, kata Agus, juga dipersulit untuk menemui Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk meminta draf revisi UU KPK.

“Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu,” kata Agus.

Respons Istana

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengaku telah mengecek pertemuan dimaksud, namun tidak ada dalam agenda presiden.

“Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden,” kata Ari melalui keterangan tertulis.

Ari enggan menjawab ihwal Jokowi meminta kasus e-KTP dihentikan. Ia meminta publik untuk melihat fakta di mana Setnov tetap diproses hukum.

Lebih lanjut, Ari turut mengomentari perihal pembahasan revisi UU KPK yang disinggung oleh Agus. Ia menjelaskan inisiator revisi tersebut adalah DPR bukan pemerintah.

“Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto,” kata Ari.

t

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button