Kanal

Berkaca dari Negara Lain, Skandal dan Ketidakadilan Memicu Pemakzulan


Jika Anda berselancar di media sosial akhir-akhir ini, tidak akan butuh waktu lama untuk menemukan bukti terpolarisasinya masyarakat di Indonesia jelang Pemilu ini. Salah satu isu yang mengemuka adalah dorongan pemakzulan presiden. Fenomena politik yang juga terjadi di banyak negara ini menjadi alat kontrol tertinggi bagi seorang pemimpin negara.

Mungkin anda suka

Pemakzulan, atau dalam bahasa hukumnya disebut dengan impeachment merupakan bentuk pengawasan luar biasa dari parlemen terhadap eksekutif. Kata impeachment sendiri berasal dari bahasa Latin, yang berarti impedicare yang berarti menjerat, dan pedica yang berarti jerat atau perangkat. Sehingga, banyak pihak yang memahami bahwa pemakzulan atau impeachment sebagai turunnya, berhentinya, atau dipecatnya presiden dan/atau wakil presiden dari jabatannya.

Pemakzulan memiliki bentuk dan cara yang berbeda di setiap negara. Negara yang paling terkenal terkait pemakzulan adalah Amerika Serikat, mengingat sebagai negara dengan perekonomian terbesar dan katanya disebut sebagai negara paling demokratis. Terdapat empat pemakzulan presiden dalam sejarah AS yang berawal dari skandal yang menghebohkan.

Adalah mantan Presiden Donald Trump yang mengalami dua kali pemakzulan. Sebelum Trump, ada dua Presiden AS yang pernah dimakzulkan yakni Andrew Johnson pada 1868, dan Bill Clinton pada 1998. Namun semuanya tidak ada yang dihukum. Richard Nixon yang terkenal dengan skandal Watergate, tidak dikenakan impeachment karena mengundurkan diri pada 1974 setelah pasal-pasal pemakzulan disusun, sebelum DPR dapat melakukan pemungutan suara terhadap pasal tersebut.

Sementara pada 1998, perselingkuhan Bill Clinton yang terkenal dengan pegawai magang Gedung Putih Monica Lewinsky membuat ia dimakzulkan. Setelah menyangkal skandal perselingkuhannya dalam gugatan pelecehan seksual terhadap dirinya, Clinton didakwa berbohong di bawah sumpah dan menghalangi keadilan. Namun dia lolos dari pemungutan suara Senat dalam kedua kasus tersebut, bahkan segelintir anggota Partai Republik mendukung presiden dari Partai Demokrat tersebut.

Pemakzulan presiden seperti yang terjadi di AS terkait dengan pelanggaran yang digambarkan oleh Konstitusi sebagai “pengkhianatan, penyuapan, atau kejahatan berat dan pelanggaran ringan lainnya.” Hanya saja, sejarah menunjukkan bahwa jika seorang Presiden dimakzulkan, faktor terbesarnya adalah kemauan politik terutama dari para lawan politiknya yang berkumpul menjadi arus besar.

Selain AS, beberapa negara pernah mengalami pemakzulan. Seperti yang terjadi di Brasil, Rusia, Prancis, Peru, Jerman, Korea Selatan, Filipina, Austria, Hongaria, Bulgaria dan Irlandia. Masing-masing negara memiliki versi dan sejarah pemakzulannya sendiri-sendiri. Dalam tiga dekade terakhir, seorang pemimpin dunia meninggalkan jabatannya di bawah ancaman pemakzulan setiap dua tahun sekali.

Tak hanya negara Barat, pemakzulan juga terjadi di Iran. Abolhassan Banisadr, presiden pertama Iran, dimakzulkan pada 1981. Terpilih sebagai presiden pada tahun 1980, Banisadr dimakzulkan 16 bulan setelah menjabat karena menantang meningkatnya kekuasaan ulama.

post-cover
Sidang impeacment Donald Trump. (Foto: Wikipedia)

Di Inggris yang menganut bentuk pemerintahan Kerajaan, konsep impeachment sudah diperkenalkan sejak abad ke-14. Bisa dibilang Inggris menjadi pelopor konsep pemakzulan di dunia yang digunakan parlemen untuk meminta pertanggungjawaban raja. Tahun 1642, di Inggris terjadi pertarungan hebat antara eksekutif (raja) dengan parlemen. Ketika itu parlemen melakukan impeachment terhadap Earl of Stafford, seorang menteri dari Raja Charles I yang melanggar hukum dan menjalankan pemerintahan tidak adil dan sewenang-wenang. 

Pemakzulan di Indonesia

Di Indonesia pengaturan impeachment Presiden secara rinci baru ada setelah amandemen UUD 1945. Peristiwa pemakzulan terjadi di era Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada 23 Juli 2001, Gus Dur dilengserkan dari jabatannya oleh MPR RI dalam sebuah Sidang Istimewa. Saat itu Presiden masih dipilih MPR dan disebut sebagai pemegang mandat atau mandataris. Posisi Gus Dur sebagai kepala negara kemudian diserahkan MPR kepada Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.

Gus Dur diangkat oleh Poros Tengah yang diinisiasi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais. Amin pula berperan besar dalam proses pemakzulan Gus Dur, karena saat itu ia adalah Ketua MPR. Pemakzulan itu merupakan puncak ‘perseteruan’ Gus Dur dengan mayoritas partai politik di Senayan yang kala itu ikut berperan memilih Gus Dur sebagai presiden pada 1999.

Pemakzulan Gus Dur sebenarnya telah lama disuarakan tokoh politik yang berseberangan dengan kiai NU itu. Desakan itu diserukan seiring dengan embusan isu kasus dana Yayasan Dana Bina Sejahtera Karyawan Badan Urusan Logistik (Yanatera Bulog) dan Bantuan Sultan Brunei. Namun tudingan itu tak pernah terbukti.

Selain itu, lawan politik Gus Dur juga menggunakan alasan penggantian Kapolri dari Jenderal Bimantoro kepada Jenderal Chairudin Ismail secara sepihak untuk mempercepat pelaksanaan sidang istimewa MPR. Sebab, keputusan Gus Dur dinilai pelanggaran berat karena tidak melibatkan DPR/MPR dalam pengangkatan Kapolri.

Di Indonesia, proses impeachment presiden lebih mengedepankan proses politik dibandingkan dengan proses hukum. Hal ini dapat dilihat bagaimana proses impeachment Presiden Gus Dur yang tidak menjalani proses peradilan sama sekali. Sebelumnya proses pemakzulan juga terjadi terhadap Presiden Soekarno yang juga tidak menjalani proses peradilan sebelum dilengserkan.

Pelajaran dari Brasil

Sejarah dan pengalaman negara lain dalam hal pemakzulan pemimpin negara bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia. Salah satu yang menarik misalnya terjadi di Brasil. Tindakan yang menjadi dasar pemakzulan Dilma Rousseff tahun 2016 pada dasarnya adalah trik akuntansi dan perangkat terkait untuk mengesahkan belanja sosial tambahan, yang diduga bertujuan membantu partainya untuk mempertahankan kekuasaan. Aksi seperti ini sebenarnya telah dilakukan oleh presiden sebelum Rousseff. Namun tampaknya rakyat dan parlemen mulai muak dengan aksi seperti ini.

Pemerintahan Rousseff telah melakukan manuver untuk mencoba membuat pemerintah terlihat seolah-olah memiliki lebih banyak aset daripada yang dimilikinya. Manuver tersebut memungkinkannya mengalokasikan dana untuk program sosial tanpa persetujuan alokasi langsung dari Kongres. Pengadilan pajak menganggap manuver tersebut ilegal, sehingga membuka pintu bagi pemakzulan yang diyakini banyak analis bersifat partisan.

Ada kesamaan dalam proses pemakzulan di banyak negara termasuk Indonesia. Impeachment merupakan salah satu fitur yang dimiliki negara untuk menjaga checks and balances antara kekuasaan legislatif dan eksekutif. Pemakzulan menjadi sebagai alat kontrol tertinggi terhadap kekuasan presiden. Dengan cara ini, negara memberikan kesempatan kepada anggota parlemen dan warganya untuk menjatuhkan pemegang jabatan tinggi dari posisi mereka. Umumnya akibat skandal dan ketidakadilan yang dilakukan presiden.

post-cover
Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dimakzulkan pada 23 Juli 2001 oleh MPR. (AFP/OKA BUDHI)

Apakah isu pemakzulan yang sudah bergema di Indonesia kali ini akan berhasil? Isu pemakzulan bisa bergema, tetapi proses masih begitu panjang. Pemakzulan atau dikenal dalam UUD 1945 sebagai pemberhentian presiden, harus disadari bukan proses yang mudah. 

Pemakzulan di Indonesia jauh lebih rumit jika dibandingkan dengan proses impeachment seperti di negara-negara AS (dari DPR langsung ke Senat), atau Korea Selatan dan Thailand di mana Mahkamah Konstitusi bisa langsung menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada presiden/dan atau wakil presiden. Proses pemakzulan di Indonesia pasca-perubahan konstitusi harus melewati tiga tahap, yaitu impeachment di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 

Pemberhentian harus diawali pernyataan DPR yang diajukan kepada MK. Di lembaga ini para hakim konstitusi akan memutuskan apakah presiden terbukti bersalah atau tidak. Jika MK menyatakan presiden tidak bersalah, maka DPR akan menghentikan proses pemakzulan. Jika MK menyatakan bersalah, DPR tetap memiliki dua opsi, tidak melanjutkan proses dengan pertimbangan tertentu atau melanjutkannya. Jika melanjutkan, DPR akan mengajukannya ke MPR. Maka selanjutnya mekanisme Sidang Umum MPR akan memutuskan apakah presiden diberhentikan atau tidak.

Yang jelas, setidaknya isu pemakzulan di belahan dunia manapun seperti sebuah alarm bahwa pengawasan publik terhadap apa yang dilakukan presiden nyaris tidak bisa dihalangi, dibatasi atau bahkan ditekan dengan tindakan represif. Karenanya, presiden tidak boleh melakukan tindakan semena-mena dan harus berhati-hati dalam bertugas apalagi jika bersinggungan dengan pasal-pasal impeachment.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button