Ototekno

Copernicus: 8 Tahun Terakhir Jadi yang Terpanas Sepanjang Sejarah Bumi

Layanan pemantauan iklim Uni Eropa Copernicus mengungkapkan bahwa delapan tahun terakhir ini menjadi rekor suhu terpanas yang tercatat sepanjang sejarah Bumi.

Fenonema badai La Niña menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya anomali cuaca.

“Delapan tahun terakhir (2015-2022) adalah delapan tahun terhangat yang pernah tercatat. Kondisi La Niña bertahan hampir sepanjang tahun, selama tiga tahun berturut-turut,” menurut laporan Copernicus 2022.

Suhu rata-rata tahunan pada periode yang sama adalah 0,3 derajat Celsius di atas periode 1991-2020, atau 1,2 derajat Celsius lebih tinggi dari periode 1850-1900.

Data yang sama menyebut 2022 menjadi tahun terpanas kelima sejak pencatatan suhu ini dimulai pada abad ke-19. Di atasnya ada 2016, 2020, 2019, dan 2017.

“2022 adalah tahun terhangat kelima – namun, tahun terhangat (urutan) keempat hingga kedelapan sangat berdekatan.”

Mengutip ScienceAlert, konsentrasi atmosfer menjadi faktor pemicu pemanasan global, dengan dua zat utama yang terus meningkat yang memberi pengaruh terbesar yaitu karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4).

CO2 naik menjadi 417 bagian per juta (ppm), yang merupakan level tertinggi dalam lebih dari 2 juta tahun. Senada, metana naik menjadi 1.894 ppm ke tingkat yang tidak terlihat dalam 800 ribu tahun.

“Konsentrasi atmosfer terus meningkat tanpa ada tanda-tanda melambat,” kata Vincent-Henri Peuch, direktur Layanan Pemantauan Atmosfer Copernicus.

Saat ini suhu dunia hampir naik 1,2 derajat Celsius, mendekati perjanjian Paris 1,5 derajat Celsius, yang disetujui hampir semua negara pada 2015.

Tetapi emisi CO2 dan CH4 dari produksi dan penggunaan bahan bakar fosil menjadi pendorong utama pemanasan global yang terus meningkat, bahkan ketika dekarbonisasi ekonomi global telah dipercepat.

Kondisi berbagai negara

Laporan Copernicus 2022 juga mengungkap berbagai panas ekstrem sepanjang 2022.

Pakistan dan India bagian utara pada 2022 sempat dihantam gelombang panas musim semi selama dua bulan dengan suhu terus-menerus jauh di atas 40 derajat Celcius.

Parahnya, Pakistan juga dilanda bencana banjir di sepertiga wilayahnya, yang berdampak terhadap 33 juta warga dan menyebabkan kerugian ekonomi sekitar US$30 miliar (Rp458 triliun).

Copernicus juga mengungkap Prancis, Inggris, Spanyol, dan Italia mencetak rekor suhu rata-rata baru untuk 2022, dengan Eropa secara keseluruhan mengalami tahun terpanas kedua.

Gelombang panas di seluruh benua diperparah oleh kondisi kekeringan yang dinilai Copernicus parah.

Suhu Eropa telah meningkat lebih dari dua kali lipat rata-rata global selama 30 tahun terakhir, dengan wilayah tersebut menunjukkan tingkat peningkatan tertinggi dari benua mana pun di dunia.

“2022 adalah satu lagi tahun iklim ekstrem di seluruh Eropa dan global,” kata wakil kepala layanan perubahan iklim Copernicus, Samantha Burgess, dalam sebuah pernyataan .

“Peristiwa ini menyoroti bahwa kita sudah mengalami konsekuensi yang menghancurkan, dari pemanasan dunia,” imbuhnya.

Sebagian besar wilayah Timur Tengah, China, Asia Tengah, dan Afrika utara juga mengalami rata-rata suhu panas yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang 2022.

China dan Eropa Barat melaporkan dampak negatif dari pemanasan global yaitu pada sektor pertanian, transportasi sungai, dan manajemen energi terkait kondisi cuaca.

Wilayah kutub juga mengalami rekor suhu tahun lalu. Stasiun pemantauan cuaca Vostok yang terpencil jauh di pedalaman Antartika Timur mencapai suhu minus 17,7 derajat Celcius, suhu terhangat yang pernah diukur dalam 65 tahun sejarahnya.

Es laut Antartika mencapai tingkat minimum terendah dalam catatan satelit 44 tahun pada bulan Februari, selama musim panas Belahan Bumi Selatan.

Selain itu di belahan dunia lain seperti Greenland mengalami suhu 8 derajat Celcius lebih tinggi dari rata-rata pada September 2022. Akibatnya, hilangnya lapisan es kian cepat, hingga menjadikannya sebagai penyumbang utama kenaikan permukaan laut.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button