Hangout

Ditolak di Beberapa Negara, TikTok Kesengsem Investasi di Indonesia

Dalam beberapa hari terakhir, CEO TikTok Shou Zi Chew bertemu dengan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju. TikTok berencana mengucurkan investasi miliaran dolar ke Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Tentu saja rencana ini disambut dengan terbuka oleh Pemerintah Indonesia.

Shou Zi Chew bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan di acara TikTok Southeast Asia Impact Forum 2023, Kamis (15/1/2023). Sehari sebelumnya, Shou mengunjungi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Kabarnya TikTok akan melakukan investasi senilai US$10 Miliar atau Rp148 triliun di Indonesia. Shou Zi Chew tidak menyanggah atau pun membenarkan akan rencana investasi ini.

“Kami akan menginvestasikan miliaran dolar di Indonesia dan Asia Tenggara selama beberapa tahun ke depan,” kata Chew dalam sebuah forum di Jakarta untuk menyoroti dampak sosial dan ekonomi dari aplikasi tersebut di wilayah tersebut.

TikTok tidak memberikan perincian rinci tentang rencana mengeluarkan dana besar itu, tetapi mengatakan akan berinvestasi dalam pelatihan, iklan, dan mendukung vendor kecil yang ingin bergabung dengan platform e-commerce TikTok Shop.

Seorang juru bicara TikTok, mengutip Channel News Asia (CAN) pada Kamis (16/6/2023) malam bahwa US$12,2 juta akan ditujukan untuk membantu lebih dari 120.000 usaha kecil dan menengah bertransisi secara online.

“Ini akan terdiri dari hibah tunai, pelatihan keterampilan digital, dan kredit iklan untuk UKM, termasuk bisnis mikro, di daerah pedesaan dan pinggiran kota, dan hadir saat platform terus tumbuh menjadi platform yang berharga untuk bisnis dan pencipta.”

Chew menambahkan, TikTok memiliki komitmen yang kuat di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Saat ini, TikTok memiliki 8.000 karyawan di Asia Tenggara, dan 2 juta pedagang kecil menjual dagangan mereka di platformnya di Indonesia, ekonomi terbesar di kawasan ini. Transaksi e-commerce di seluruh wilayah mencapai hampir US$100 miliar tahun lalu, dengan Indonesia menyumbang US$52 miliar, menurut data dari konsultan Momentum Works.

TikTok memfasilitasi transaksi senilai US$4,4 miliar di seluruh Asia Tenggara tahun lalu, naik dari US$600 juta pada tahun 2021, tetapi masih tertinggal jauh di belakang penjualan merchandise regional Shopee sebesar US$48 miliar pada tahun 2022, masih menurut Momentum Works.

Sementara menurut laporan Brand Finance’s Global 500, valuasi TikTok pada kuartal I/2023 mencapai US$65,7 miliar, atau sekitar US$6,9 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan valuasi Facebook yang sebesar US$58,8 miliar. TikTok menjadi salah satu media sosial paling bernilai di dunia.

Sementara itu di Indonesia, menurut laporan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) TikTok menjadi media sosial nomor empat yang paling sering digunakan masyarakat. Dari sekitar 215 juta pengguna Internet di Indonesia pada 2023, sebanyak 26,8 persen menggunakan TikTok untuk mengaskes media sosial.

Larangan TikTok dari beberapa negara

Rencana investasi TikTok di Indonesia dan Asia Tenggara ini muncul ketika perusahaan China itu menghadapi pengawasan dari beberapa negara dan regulator karena kekhawatiran bahwa Beijing dapat menggunakan aplikasi tersebut untuk mengambil data pengguna atau memajukan kepentingannya.

Ini bermula dari peringatan badan intelijen AS FBI, yang mengatakan pemerintah China bisa menggunakan aplikasi TikTok untuk mengumpulkan data jutaan pengguna di negara itu.

Negara yang melarang TikTok tidak hanya negara bagian Amerika. Ada China, India, Pakistan, hingga Bangladesh. Negara yang melarang TikTok mayoritas melakukan ‘banned‘ sebagai tanggapan dari banyak laporan negatif tentang aplikasi media sosial ini.

TikTok yang merupakan perusahaan milik ByteDance itu berulang kali membantah bahwa mereka pernah membagikan data dengan pemerintah China dan mengatakan perusahaan tidak akan melakukannya jika diminta. Aplikasi ini tidak menghadapi larangan besar pada perangkat pemerintah di Asia Tenggara, tetapi kontennya telah diawasi dengan cermat.

Indonesia pernah menjadi negara yang melarang TikTok. Pemblokiran aplikasi TikTok yang dilakukan pemerintah Indonesia mengutip dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dilakukan pada Juli 2013 silam. Pemblokiran ini didasari pada banyaknya laporan negatif dari masyarakat.

Kominfo mengaku laporan agar Tik Tok diblokir juga datang dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak, serta laporan dari lapisan masyarakat. Akan tetapi, Indonesia hanya melarang sementara saja hingga TikTok bersedia membersihkan konten ilegal, pornografi, asusila, pelecehan agama, dan lainnya.

Mengutip Bloomberg, seperti platform media sosial milik AS misalnya YouTube, Facebook, dan Instagram, TikTok mengumpulkan semua jenis data tentang setiap pengguna dan melalui algoritme, menggunakan informasi tersebut untuk memberikan lebih banyak hal yang tampaknya diinginkan penggunanya.

Tapi TikTok dipandang berpotensi paling canggih, dan luar biasa efektif, dalam mempelajari minat penggunanya. Misalnya berdasarkan berapa lama Anda bertahan dengan video dan apakah Anda suka, meneruskan, atau mengomentarinya. Melalui algoritmenya, akan memberikan lebih banyak tontonan yang sesuai keinginan ke feed penggunanya. Tak heran banyak orang bercanda bahwa ‘For You’ TikTok mengenal Anda lebih baik daripada diri Anda sendiri.

Hal itu membuat kepemilikan China atas TikTok – perbedaan paling menonjol antara TikTok dan media sosial lainnya, di mata para kritikus AS – sangat mengkhawatirkan. Apalagi pengguna TikTok dewasa Amerika Serikat menghabiskan rata-rata 56 menit sehari di aplikasi ini, jauh lebih banyak daripada di Facebook atau Instagram, menurut peneliti Insider Intelligence.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button