Market

Ekspor Oleokimia Diramal Tembus Rp810 Triliun Jika Hilirisasi Sawit Lari Cepat


Salah satu bukti bahwa hilirisasi sawit di Indonesia sudah berjalan on the track, adalah nilai ekspor oleokimia yang terus bergerak naik.

Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), memproyeksikan nilai ekspor produk oleokimia Indonesia mencapai US$54 miliar pada 2030. Atau setara Rp810 triliun dengan kurs Rp15.000/US$).

“Namun ada syaratnya, hilirisasi sawit harus bergerak cepat,: kata Sekretaris Jenderal Apolin, Rapolo Hutabarat dalam Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia di Bandung, Jawa Barat, dikutip Sabtu (3/2/2023).

Dia mengatakan, kenaikan nilai ekspor oleokimia tidak terlepas dari permintaan dari beragam industri. Mulai dari kosmetik, makanan-minuman, hingga farmasi. “Diperkirakan pasar oleokimia pada 2030 itu meningkat menjadi 5,4 miliar dolar AS. Dengan asumsi pertumbuhan 6 persen setiap tahun,” ujar Rapolo

Rapolo menambahkan, nilai ekspor oleokimia pada 2023, mengalami penurunan karena anjloknya harga dunia, yakni mencapai US$3,5 miliar dengan volume 4,2 juta ton. Dibandingkan 2022 nilai ekspor oleokimia mencapai US$5,4 miliar dengan volume 4,2 juta ton. 

“Memang secara keseluruhan nilai ekspor kita seluruh HS itu hanya 31 miliar dolar AS, jadi turun semua. Negara tujuannya China, India, Uni Eropa dan lain lain,” ujar Rapolo.

Lebih lanjut, dia menuturkan pasar ekspor oleokimia sendiri terbesar ke kawasan Asia Pasifik yakni sebesar US$16 miliar, dan sisanya Uni Eropa dan Amerika. Produknya sendiri mayoritas faty acid, fatty alcohol dan sebagainya.

“Kalau Eropa konsumennya yakni Jerman, Perancis, Italia, Inggris lebih menginginkan produk berkelanjutan. Sebenarnya Indonesia harus melirik Afrika karena total populasinya 1,4 miliar tapi GDP-nya rendah yaitu sekitar 2.000 dolar AS dibanding benua lain,” tambahnya.

Adapun tantangannya saat ini, ujar Rapolo, ada beberapa produk hilir sawit yang masih diabaikan oleh pelaku industri sawit Indonesia salah satunya tokoferol dan betakaroten. Padahal pangsa pasarnya masing-masing sebesar USD1,3 miliar dan US$4,7 miliar. Angkat itu, melebihi nilai ekspor oleokimia 15 HS yang ada selama ini.

“Tapi saat ini produsen oleokimia betakaroten dan tokoferol itu tak satupun perusahaan Indonesia, semua dari Eropa, China, Jepang dan Amerika. Global suplly chain tokoferol ada 16 pemain dan tidak ada satupun dari Indonesia. Padahal, sumbernya dari Indonesia. Seharusnya BUMN farmasi kita yang masuk,” pungkas Rapolo.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button