Market

Fundamental IKN Nusantara Banyak Masalah, Investor Asing Melirik pun Tidak

Sejak awal, ekonom milenial Bhima Yudhistira tak yakin bakalan ada investor yang tertarik untuk cemplungin modal ke proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Menarik kerja sama investasi di IKN Nusantara tentu tidak mudah. Bukan saja karena efek mundurnya SoftBank, tapi keraguan investor juga muncul karena banyak faktor fundamental,” papar Bhima kepada Inilah.com, Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) ini, pengalaman komitmen investasi di luar proyek IKN Nusantara senilai Rp467 triliun, justru meninggalkan kabar tak mengenakkan telinga. Tidak sedikit proyek pemerintah saat ini yang mangkrak bahkan macet dalam 10 tahun terakhir. “Apalagi, menarik investasi sebesar IKN. Ya memang sah-sah saja pemerintah mencoba menawarkan proyek IKN ke Arab Saudi, misalnya,” papar Alumni UGM ini.

Masih kata peraih gelar Master in Finance dari Universitas Bradford, Inggris ini, sejumlah faktor bisa menjadi ‘kerikil’ bagi pemerintah yang sangat berharap adanya investasi dari Arab Saudi.

Tersiar informasi, dua konsorsium kakap yang digadang-gadang menjadi investor megaproyek IKN Nusantara, dikabarkan ikut jejak SoftBank. Keduanya batal membenamkan dananya untuk mengembangkan pusat pemerintahan baru di Pulau Kalimantan tersebut.

Anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno menerangkan, pengganjal investasi di IKN Nusantara adalah proposal yang tidak bisa diakomodasi pemerintah. Semisal, SoftBank punya satu permintaan kompensasi yang ditolak pemerintah. Karena bertentangan dengan UU No. 3/2022 tentang Ibu Kota Negara. “Dan juga saya tidak akan heran kalau ada satu atau dua lagi konsorsium yang mundur,” kata politisi PDI Perjuangan ini.

Sejatinya, pemerintah sangat berharap dukungan investasi dari dua negara di Timur Tengah yang ekonominya mapan, yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Namun, sekali lagi, bukan perkara mudah bisa menarik duit mereka nyemplung ke proyek IKN Nusantara.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button