Market

Harga CPO Terdongkrak El Nino, Industri Sawit Indonesia Bakal Pesta Pora

Di tengah panasnya geopolitik karena perang Rusia-Ukraina dan serangan Israel ke Palestina, berdampak kepada meroketnya harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Pesta pora untuk industri sawit dalam negeri.

Nagaraj Meda, Founder, Chairman and Managing Director Transgraph, meramalkan, harga CPO dunia bakal merambat naik hingga US$1.000 per metrik ton pada akhir Januari 2024. Atau setara Rp15 juta per metrik ton, asumsi kurs Rp15.000/US$.

Nagaraj menyampaikan, kenaikan harga CPO ini, dipantik tingginya permintaan pada awal 2024. Sementara, produksi CPO mengalami penurunan yang cukup signifikan. Saat ini, harga CPO Indonesia bertengger di kisaran US$800-US$820 per metrik ton.

“Saya yakin bisa tembus 1.000 dolar AS per metrik ton pada akhir Januari 2024. Selanjutnya, pada Mei-Juni balik lagi ke 800 dolar AS per metrik ton. Paruh pertama 2024, harga rata-rata CPO sekitar 800 dolar AS per metrik ton,” ungkap Nagaraj, dikutip Senin (6/11/2023).

Ternyata, kata Nagaraj, kemarau akibat El Nino membawa berkah bagi industri sawit di Indonesia. Produksi mengalami penurunan di tengah meroketnya permintaan.

Sehingga, harga CPO bakalan melenting tinggi meninggalkan US$800 menuju US$1.000 bahkan US$1.100 per metrik ton. Dengan demikian keseluruhan tahun, harga rata-rata CPO bakal menyentuh angka US$900.

Saat ini, volatilitas komoditas minyak kelapa sawit terjadi karena 4 hal utama, yakni perubahan harga komoditas, perubahan iklim seperti terjadinya El Nino atau La Nina. “Kemungkinan El Nino di Indonesia ini akan terjadi hingga Mei 2024,” kata Nagaraj.

Faktor selanjutnya adalah kebijakan pemerintah (kebijakan moneter, kebijakan ekspor Indonesia, dan perubahan kebijakan mengenai biodiesel, serta disrupsi suplai akibat kondisi geopolitik global.

“Kondisi ini menyebabkan dinamika pasar global semakin meningkat. Dibutuhkan manajemen risiko yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pertama kalkulasi risiko posisi dalam pasar, harga, dan margin, serta kedua kalkulasi mengenai permintaan, kondisi cuaca, dan suplai,” tegasnya.

Sedangkan, Thomas Mielke, Executive Director, ISTA Mielke GmbH (Oil World) mengaku kesulitan memprediksi harga CPO. Saat ini, produksi minyak sawit Indonesia dan minyak nabati global, menghadapi kekurangan alias defisit. “Ini sangat sulit diprediksikan. Harga akan naik. Minyak sawit akan naik setidaknya 100 dolar AS,” ungkapnya.

Hanya saja, Thomas mengatakan, harga CPO berpeluang naik di rentang US$150-US$ 250 dari posisi saat ini, yakni US$810-US$820 per metrik ton. Harga CPO saat ini, masih di bawah harga rata-rata pasar alias undervalued.

“Outlook fundamental defisit produksi akan menghasilkan peningkatan konsumsi, dan keraguan dalam produksi, dan kedua hal ini bisa membuat harga lebih tinggi,” katanya.

Di sisi lain, Thomas memaparkan peningkatan produksi minyak matahari dan rapeseed terus mengalami peningkatan sepanjang Oktober-Desember 2023, dan akan melambat pada Januari-Juni 2024.

Sedangkan produksi minyak kedelai diperkirakan akan meningkat sebesar 2,2 juta ton dan ketergantungan dunia akan minyak kedelai diperkirakan meningkat dan mencapai level tertinggi dan diperkirakan akan mengalami surplus produksi.

“Bayangan ke depan, kedelai akan menjadi tanaman penting yang pertumbuhannya akan lebih besar tetapi tidak ada kepastian permintaan. Saat ini, 1 juta ton kedelai digunakan setiap harinya,” ujar Thomas.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button