Market

Hati-hati Salah Kebijakan Berbuntut Kelangkaan Minyak Goreng

Ada fenomena menarik saat terjadi kelangkaan minyak goreng (migor) yang memantik kenaikan harga, beberapa waktu lalu. Tak ada inflasi tinggi, barang melimpah saat aturan HET (Harga Eceran Tertinggi)  dicabut.

Hal itu disampaikan Wiji Tri Wilujeng, pegawat Direktorat Statistik Harga Badan Pusat Statistik (BPS), dikutip Selasa (25/10/2022). Di mana, BPS tidak pernah mengukur harga CPO Internasional, karena bisa dengan mudah diakses di World Bank. Harga minyak goreng pada Januari dan Februari 2022, justru mengalami deflasi atau penurunan sebesar 9,17 persen.

Dia mengatakan, tidak ada standar untuk mengategorikan inflasi 0,8 persen itu, termasuk tinggi atau rendah. Sementara pemerintah dalam mengambil kebijakan menggunakan asumsi inflasi tinggi rendah itu sekitar 3 persen pemerintah secara umum.

“Tapi itu kalau dari sisi pengambilan kebijakan itu biasanya pemerintah menetapkan asumsi inflasi tinggi rendah itu sekitar 3 persen pemerintah secara umum tapi ya, yoy (year on year) alias inflasi tahunan, kalau yang saya sampaikan barusan adalah inflasi bulanan,” ujar Wiji saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat.

Wiji juga mengungkapkan, BPS tidak pernah menetapkan inflasi bulan ini kecil dan tidak pernah mengasumsikan kecil atau besar.  “Tapi ini segini bulan Januari sekian misalnya 0,56 berarti kontribusi migor 0,01 berarti 0,55 dari komoditas lain seperti itu kami tidak pernah judge inflasi kita kecil atau rendah. Kalau ada yang bilang inflasi kecil itu bukan dari kami,” ucap Wiji.

Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia Sadino mengatakan, jika inflasi tak berlebihan atau signifikan seharusnya pemerintah tak perlu menetapkan kebijakan harga eceren tertinggi (HET) yang tercantum dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022.

“Tingginya harga minyak goreng, sudah terjadi sejak November 2021 dan tidak menyebabkan terjadinya kelangkaan. Kelangkaan minyak goreng baru terjadi saat kebijakan HET ditetapkan.” kata Sadino.

Menurut Sadino, setelah HET ditetapkan pemerintah, minyak goreng menjadi langka. Kemudian setelah, bulan Maret kebijakan HET dicabut, minyak goreng membludak di pasaran. Artinya, HET penyebab kelangkaan minyak goreng.

“Jadi kelangkaan minyak goreng bukan disebabkan pelaku usaha melakukan ekspor berlebihan, namun karena adanya kebijakan HET,” tegas Sadino.

Selain itu, lanjut Sadino, saksi yang dihadirkan dalam beberapa kali persidangan tak menyebutkan adanya kerugian negara. Bahkan saksi dari PT POS Indonesia mengatakan, BLT itu program pemerintah untuk sembako, termasuk salah satunya minyak goreng.

Kisruh migor mengakibatkan kerugian bagi pemerintah, pelaku usaha dan yang paling mengalami kerugian adalah petani kelapa sawit yang sampai saat ini belum pulih dan berdampak pada pemeliharaan kebun sawit saat ini yang tentunya mempengaruhi produktivitas kebunnya pada tahun berikutnya.

Ekonom senior UI, Faisal Basri menerangkan, kebijakan Presiden Jokowi menyetop ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) merupakan kebijakan terburuk sepanjang masa. Karena merugikan banyak pihak. Termasuk memicu terjadinya kelangkaan migor beberapa waktu lalu.

“Sebobrok-bobroknya pemerintah pasti bikin kebijakan ada yang diuntungkan ada yang dirugikan, ini enggak ada. Dirugikan semua. Pemerintah rugi, pengusaha dirugikan, rakyatnya dirugikan, dan petaninya dirugikan,” ujar dia.

Faisal menjadi salah satu saksi ahli penggugat dalam sidang gugatan terhadap Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur.

Faisal mengatakan seharusnya pemerintah dalam menentukan kebijakan berdasarkan analisis dampaknya. “Jadi sebelum mengambil kebijakan kan bisa dihitung, dampaknya siapa yang diuntungkan dan dirugikan bisa dihitung,” tegas Faisal.

Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menambahkan permasalahan stabilitas harga dan pasokan minyak goreng bersumber sekurang-kurangnya dari tiga hal. Pertama, masalah tata niaga terutama pada saat menghadapi kenaikan harga CPO di pasar internasional.

Menurut dia pemerintah dalam berbagai argumentasi sering menyalahkan kenaikan harga CPO di tingkat internasional sebagai penyebab terjadinya kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng domestik. Kondisi itu justru menunjukkan adanya masalah pada tata niaga yang terlihat pada saat harga CPO di pasar internasional sedang tinggi.

Saat ini, harga CPO internasional telah mengalami penurunan sebesar 22,1 persen (tradingeconomics per 18 Oktober 2022) yang mengakibatkan harga migor turun. “Pertanyaannya, jika harga CPO di pasar internasional kembali naik secara signifikan, maka risiko krisis migor bisa berulang,” ujar Bhima.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button