Market

Hulu Hingga Hilir Kena masalah, Akademisi: Industri Sawit dalam Ancaman

Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino. (Foto: Antara).

Pemerintah perlu menyiapkan regulasi dan produk hukum untuk melindungi produk unggulan, seperti minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Saat ini, industri CPO dijepit masalah dari hulu hingga hilir.

“Akibatnya, komoditas unggulan CPO kita menjadi kurang kompetitif, bahkan di pasar dalam negeri sekalipun. Untuk mengatasinya, pemerintah perlu hadir,” kata akademisi Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino di Jakarta, Kamis (21/9/2023).

Dalam hal ini, kata Sadino, seluruh stakeholder sawit di pemerintahan, harus satu visi dan misi. Bahwa komoditas sawit dan turunannya punya peran besar dan harus dilindungi, demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Harus diakui, kata Sadino, antara kebijakan swasta dan pemerintah, memiliki azas yang berbeda dan tidak bisa disetarakan secara hukum, misalnya dalam kasus dugaan korupsi minyak goreng. “Swasta mencari keuntungan dalam berbisnis, sementara negara harus melayani masyakarat misalnya memberi subsidi Bantuan Langsung Tunai (BLT) agar kepentingan publik terjaga,” kata Sadino.

Sadino menilai, tidak tepat bagi negara menjatuhkan sanksi kepada swasta dengan mengacu kepada hasil audit Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP) tentang korporasi yang diduga memicu kerugian negara Rp6,47 triliun. Hasil audit BPKP, kata dia, sejatinya tidak dapat menjadi tanggung jawab swasta.

“Untung-rugi swasta harus dinilai sendiri lewat audit akuntan. Kalau mereka perusahan publik, dilakukan akuntan publik. Jadi tidak tepat menjatuhkan sanksi kerugian negara kepada swasta, karena azas penilaiannya berbeda,” kata dia.

Sadino mempertanyakan jika memang ada kerugian negara, mengapa hingga saat ini, negara belum membayar utang rafaksi minyak goreng kepada pengusaha ritel sebesar Rp344 miliar

Hal itu, dikhawatirkan bisa memicu persoalan serius karena perusahaan ritel berencana mengurangi pembelian minyak goreng dari distributor, apabila rafaksi itu tidak kunjung dibayar. “Ini jadi persoalan lain yang bisa menyebabkan kelangkaan minyak goreng di tengah masyarakat, karena peritel tidak punya kepastian sama sekali kapan hak mereka akan dibayarkan,” ujar dia.

Selain itu, Sadino mengkritisi kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait nasib 3,3 juta hektare kebun sawit yang diklaim berada di kawasan hutan.

Sehingga diwajibkan membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),  (PNBP) berupa Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH). Mengacu UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Padahal, kata dia, aturan DR dan PSDH hanya berlaku bagi  perusahaan yang memanfaatkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan dan memanfaatkan kayu hasil IPK. “Perkebunan sawit tidak memanfaatkan kayu hasil IPK. Jadi aneh kalau perkebunan sawit wajib membayar PNBP,” kata Sadino.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button