News

Islamofobia Parah di India, Jadi Alat Politik Penguasa

Gelombang protes dari negara-negara Muslim terhadap India makin menguat. Penghinaan yang dilakukan politisi India terhadap Nabi Muhammad ini menjadi pertanda bahwa Islamofobia di negara Tuan Takur ini semakin parah. Klaim pemerintah negara itu sudah menegakkan hak-hak minoritas hanyalah jargon kosong tanpa makna.

Peristiwa terakhir yang membuat masyarakat dan pemerintahan negara-negara Muslim murka adalah pernyataan juru bicara Partai Barathiya Janata (BJP) Nupur Sharma dan Pemimpin BJP Delhi Naveen Kumar Jindal. Para politisi dari partai berkuasa ini telah terang-terangan menghina Nabi Muhammad dalam sebuah program televisi India.

Sontak saja puluhan negara termasuk Arab Saudi, Iran, Qatar, juga Indonesia dan Malaysia mengirim protes keras. Perdana Menteri Narendra Modi terpaksa memberhentikan juru bicara partai itu atas pernyataannya tersebut. Hal ini mengingat pemerintahan India sekarang telah menjadikan hubungan dengan negara-negara Teluk sebagai prioritas. Dari sisi ekonomi tentu saja akan merugikan. Apalagi juga diiringi dengan seruan boikot produk asal India.

Sekitar 8,5 juta orang India bekerja di enam negara Teluk yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Mereka mengirim pulang sekitar US$35 miliar setiap tahun dalam bentuk remitansi yang mendukung 40 juta anggota keluarga di rumah. Perdagangan antara India dan negara-negara GCC sekitar US$87 miliar. Irak adalah pengekspor minyak terbesar ke India, diikuti Arab Saudi. Lebih dari 40 persen gas alam India berasal dari Qatar.

Menurut Pew Research Center, di India terdapat 213 juta Muslim, yang merupakan 15,5 persen dari 1,38 miliar penduduknya. Meski secara persentase kecil, namun dari sisi jumlah, umat Nabi Muhammad di negeri ini sangat besar.

Selama setahun terakhir, India telah dilanda tsunami ujaran kebencian oleh para pemimpin radikal Hindu sayap kanan terhadap 213 juta Muslim di negara itu. Sudah banyak peristiwa yang mencerminkan Islamofobia yang parah di negara itu. Beberapa dari mereka secara terbuka mendesak umat Hindu untuk mengangkat senjata dan berbicara tentang genosida Muslim.

Teori Gujarat

India sebenarnya memiliki sejarah yang sangat dekat perkembangan Islam. Selain pernah menjadi pusat peradaban dunia, India juga merupakan salah satu ranah terpenting tempat tumbuh dan berseminya benih pembaharuan pemikiran dalam Islam. Banyak tokoh besar lahir di lembah Indus ini. Seperti Syah Waliullah dan kemudian melahirkan para penerusnya.

Selain itu, menurut sejarah, India sangat lekat dengan kehidupan Muslim di Indonesia. Salah satu teori masuknya agama Islam ke tanah Nusantara adalah melalui para pedagang dari Gujarat di India barat di samping dari Arab, Persia dan lain-lain. Ini yang disebut sebagai Teori Gujarat. Mereka masuk ke Indonesia dengan membawa agama dan kebudayaan Islam.

Namun, mengapa akhir-akhir ini aksi islamofobia begitu tinggi di India? Sebuah film berbahasa Hindi ‘The Kashmir Files’ yang dirilis Maret lalu mencerminkan betapa derasnya upaya memperuncing anti-Muslim. Film ini menceritakan kisah fiksi seorang mahasiswa mengetahui bahwa orang tuanya yang Hindu Kashmir dibunuh selama periode kekerasan tahun 1989 hingga 1990. Film ini sangat provokatif dan berpotensi menimbulkan permusuhan di antara komunitas agama.

Anehnya Narendra Modi sempat memuji film itu, dengan mengatakan film itu menunjukkan kebenaran masa lalu Kashmir yang penuh kekerasan. Padahal kritikus terhadap film tersebut sudah mewanti-wanti bahwa film tersebut memiliki ketidakakuratan faktual dan memicu sentimen anti-Muslim.

Produk budaya seperti film, musik, puisi, dan sinema juga menjadi alat untuk mempertahankan politik kebencian ini. Seperti lagu dari ‘bhajan’ (lagu renungan) penyanyi Prem Krishnavanshi yang yang menebar kebencian tetapi malah mendapat penghargaan dari pemerintahan Uttar Pradesh.

Sejak tahun 2020, Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional telah merekomendasikan agar India ditetapkan sebagai negara dengan Perhatian Khusus atau CPC karena. Pemerintah India dinilai telah mempromosikan nasionalisme Hindu dan keterlibatan serta memfasilitasi pelanggaran kebebasan beragama yang sistematis, berkelanjutan dan berat. Beberapa kelompok hak asasi manusia juga sudah memperingatkan genosida Muslim India.

Keterlibatan Partai Penguasa

Asim Ali, seorang peneliti politik di Center for Policy Research (CPR), sebuah think-tank yang berbasis di New Delhi, mengatakan bahwa peningkatan mobilisasi anti-Muslim, pidato kebencian, agitasi komunal, kekerasan massa, adalah hasil dari suasana fasilitatif yang diciptakan oleh partai kanan Hindu yang berkuasa, BJP.

Dr Nitasha Kaul seorang Dosen Senior Politik dan Hubungan Internasional di Pusat Studi Demokrasi, Universitas Westminster, London menyebutkan, Muslim di India selalu dijadikan topik retorika yang terkait dengan perang global melawan teror. Ini seperti yang ditunjukkan dalam kiasan bahwa ‘Muslim adalah masalah di mana pun mereka berada’. Setiap tindakan umat Islam ditafsirkan dalam konteks Islamofobia. Bahkan pada tahun 2020, umat Islam bahkan dituduh melakukan Corona Jihad sengaja menyebarkan virus di India.

Dalam beberapa tahun terakhir, legislator BJP telah secara terbuka menggunakan ujaran kebencian terhadap Muslim. Menteri Dalam Negeri India saat ini, yang juga tangan kanan PM Modi, Amit Shah, telah lebih dari sekali menyebut migran Muslim sebagai rayap dan berjanji untuk melemparkan mereka ke Teluk Benggala.

Eskalasi kekerasan kebencian terhadap komunitas minoritas, khususnya Muslim, sangat tinggi terutama di beberapa negara bagian seperti di Assam, Delhi, Gujarat, Haryana, Karnataka, Madhya Pradesh, Uttar Pradesh, dan Uttarakhand, semua negara bagian di mana Bharatiya BJP berkuasa, partainya PM Modi.

Di beberapa negara bagian yang diperintah BJP para ekstremis bersenjatakan pedang dan pistol telah berbaris dalam prosesi selama festival Hindu, di depan masjid atau melalui lingkungan Muslim, meneriakkan slogan-slogan permusuhan dan penghinaan untuk memicu konfrontasi.

Begitu konflik pecah, para pemimpin BJP lokal beraksi, mengidentifikasi Muslim sebagai pelaku, menangkap mereka dan menghancurkan atau membakar rumah mereka. Pemerintah telah menutup mata terhadap aksi-aksi kekerasan skala besar di mana-mana dan menargetkan kaum Muslim.

Lihat saja komentar dari Menteri Urusan Minoritas India Mukhtar Abbas Naqvi, membantah tuduhan bahwa minoritas hidup dalam ketakutan. “Tidak ada ketakutan di antara minoritas di India. Hak-hak agama, sosial, pendidikan, dan konstitusional minoritas aman di India,” katanya kepada media baru-baru ini.

“Di India, minoritas memiliki bagian yang sama dalam pembangunan negara dan dalam pemberdayaan yang sedang berlangsung. Secara ekonomi dan pendidikan semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan juga memiliki bagian yang sama dalam kemajuan dan kemakmuran di India,” imbuhnya.

Iqbal Singh Lalpura, Kepala Komisi Nasional untuk Minoritas yang dikendalikan pemerintah, juga mengatakan semua upaya sedang dilakukan untuk memastikan bahwa minoritas merasa aman di negara itu. “Masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. Jika kita bandingkan dengan negara lain, tidak banyak kejahatan kebencian di sini,” kata Singh, seraya menambahkan bahwa sentimen komunitas Muslim sedang dieksploitasi oleh ‘kepentingan pribadi demi kepentingan politik’.

Sikap pemerintahan PM Modi yang seperti ini tentu saja tidak bisa diharapkan membantu menyelesaikan Islamofobia dengan segera. Tekanan terus menerus harus diberikan oleh negara-negara Muslim terhadap negara itu. Termasuk menyerukan ajakan dialog lintas agama di India yang bisa melibatkan banyak negara termasuk Indonesia, seperti usulan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Yang jelas dalam beberapa waktu ke depan, paling tidak hingga berakhirnya masa berkuasa Partai BJP, kehidupan di India sepertinya tidak mudah bagi umat Islam. Hal ini mengingat Islamofobia di India tampaknya bersifat multidimensi, meresap, mengakar, dan sangat berbahaya.

Sudah lah India, tak perlu berpura-pura lagi bahwa Anda tidak rasis dan anti-Islam. Nehi, nehi! India harus banyak belajar bahwa upaya memecah belah termasuk dengan kalangan Muslim dapat memiliki konsekuensi. Tidak hanya secara internasional tapi juga bagi keutuhan bangsanya sendiri. [ikh]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button