News

Jadi Masalah Tahunan, PPDB Sistem Zonasi Saatnya Dikoreksi Total

Selama zonasi tidak dikoreski total dengan kemampuan kita untuk menerapkan sistem pendidikan yang bermutu dan berkualitas, sistem zonasi akan jadi masalah

Pendidikan merupakan modal penting bagi sumber daya manusia untuk dapat memajukan bangsa. Sementara itu, kualitas pendidikan di Indonesia dianggap masih rendah dalam standard dunia (menurut Worldtop20.org tahun 2023). Bahkan, Indonesia berada diurutan ke-67 dari 209 negara.

Sementara itu, hasil skor Programme for Internasional Student Assesment (PISA) ada urutan 73 dalam bidang matematika, ke-74 dalam kemampuan literasi, dan ke-71 dalam bidang sains dari total 78 negara di dunia, dunia pendidikan Indonesia tak pernah sepi dari persoalan.

Yang baru-baru ini terjadi yakni terkait dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023, yang hingga kini masih menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat. Yang paling mengemuka, persoalan itu datang dari adanya kebijakan zonasi. Zonasi yang awalnya dibuat dengan tujuan baik untuk membuat masyarakat tidak perlu bersekolah di tempat yang jauh, serta menjamin semua sekolah bisa menerima murid di saat mulainya terjadi kelangkaan, kini berubah saat dipraktikkan di lapangan.

Belum apa-apa, orang tua yang niat awalnya mulia menyekolahkan anak agar pintar dan berbudi pekerti luhur, bisa tiba-tiba jadi penipu yang lancung. Pasalnya, selain memungkinkan main sogok di bawah meja, kebijakan itu pun membuat orang tua rela jadi pembohong bahkan sampai bikin Kartu Keluarga berbeda!

Sementara penipuan yang paling ‘cetek’ adalah banyaknya ortu yang memanipulasi kartu keluarga (KK) demi anak diterima sekolah negeri idaman. Kasus ini terjadi di banyak tempat, termasuk Bogor, yang kini ramai karena langsung ditindaklanjuti Wali Kota Bogor Bima Arya.

Berdasarkan investigasi, timnya menemukan kecurangan dengan modus pindah KK menumpang KK saudara atau orang lain yang alamatnya tak jauh dari sekolah negeri. Apakah kisruh tahunan ini tidak membuat pemerintah sadar kebijakan itu layak dihilangkan?

Staf Khusus (Stafsus) Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo (Romo Benny) mengatakan, sistem zonasi tidak perlu dibubarkan. Tetapi, kata dia, cari akar masalahnya kemudian diperbaiki.

Anak-anak sekolah Bali dalam perjalanan pulang. (Foto: istock)
Ilustrasi. Anak-anak sekolah. (Foto: istock)

“Saatnya zonasi itu dikoreksi total. Permasalahannya adalah kualitas pendidikan yang mengalami kesenjangan, maka pemerataan sistem pendidikan dengan membangun suatu kualitas pendidikan yang sama di setiap tempat dengan membangun kerja sama dengan sekolah-sekolah yang favorit,” tutur pria yang biasa disapa Romo Benny kepada Inilah.com, Selasa (1/8/2023).

Menurut dia, sistem zonasi yang menimbulkan masalah tahunan seyogianya ditinjau ulang. Hal itu perlu dilakukan guna mengantisipasi permasalahan di tahun depan.

“Maka ini yang seharusnya ditinjau ulang dan dikoreksi. Selama zonasi tidak dikoreski total dengan kemampuan kita untuk menerapkan sistem pendidikan yang bermutu dan berkualitas, sistem zonasi akan jadi masalah,” terangnya.

Namun, Romo Benny mengatakan, kalau kesenjangan kualitas pendidikan dapat diatasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), maka permasalahan tahunan itu dapat diantisipasi.

“Tetapi, kalau kesenjangan kualitas dapat diatasi, maka ada pemerataan pendidikan, jadi problemnya itu adalah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membuat kebijakan di mana pemerataan pendidikan itu harus merata di setiap daerah. Sehingga tidak ada kesenjangan sekolah favorit dan tidak favorit,” kata Romo.

Menurut dia, gonta-ganti kebijakan zonasi disebabkan oleh kesenjangan pendidikan. Sehingga, sambungnya, terjadi sejumlah kecurangan yang dapat merugikan masyarakat.

“Kalau masih ada kesenjangan ya akan terjadi pemalsuan, akan terjadi data yang palsu, akan terjadi persaingan yang tidak sehat. Maka saatnyalah koreksi total zona zonasi dengan menentukan arah kebijakan, yaitu sekolah-sekolah harus memiliki kualitas yang sepadan dengan cara membangun sinergi dengan mutu yang berkualitas,” tandasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah mengatakan, kebijakan PPDB ini dimulai era Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan dilanjutkan Nadiem Makarim.

“Kebijakan PPDB itu dari 2016 oleh Pak Muhadjir, dan dilanjutkan oleh menteri berikutnya. Namun, dari situ banyak kesalahan. Dan Puncaknya 2021 ada masyarakat yang mengadu kepada DPR karena di DPRD tidak mendapatkan solusi,” terangnya kepada Inilah.com, Minggu (6/8/2023).

Kemudian dia mengatakan, PPDB sistem zonasi terutama umur menjadi salah satu persoalan yang tiap tahun dialami oleh orang tua murid. Seharusnya, kata dia, ada batasan umur.

“Batasan saklak kalau mau SD 7 tahun. Harus ada batasan umur agar ada rasa keadilan di situ,” tegasnya.

Kata Aliyah, semua punya hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Bahkan, kata dia, siswa prestasi terhalang masuk sekolah favorit hanya karena kurang umurnya.

Masuk Sekolah< SD Negeri 02 Pagi, Kapuk, Cengkareng, Masuk Sekolah SD, Hari Pertama, - inilah.com
Ilustrasi PPDB Sekolah Dasar Negeri. (FotoInilah.com/Didik)

“Semuanya punya hak. Aturan usia ini seharusnya dihapus saja,” katanya.

Sistem zonasi, kata Aliyah harus memenuhi unsur keadilan dan tidak merampas hak siswa untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dia mengatakan, zonasi memang mempunyai tujuan yang baik.

“Tapi di lapangannya? Sarana prasarana belum siap. Sekolah kita juga masih kurang,” tandasnya.

Pemerintah seyogianya memikirkan hal itu. Meski demikian, kata dia, tidak semestinya Nadiem juga menyalahkan menteri terdahulunya.

“Jangan sampai menyalahkan. Menteri satu menyalahkan menteri lainnya, tidak baik itu. Jika kebijakan itu ada negatifnya yang dicari cara untuk memperbaikinya, bukan menyalahkan,” kata politikus Partai Gerindra ini.

Dia mengatakan, saat siswa tidak masuk ke sekolah negeri, maka orang tua akan menyekolahkan anaknya di swasta. Tetapi, kata dia, biaya sekolah swasta tidak murah.

“Bagaimana masyakarat miskin mendapatkan sekolah favorit kalau seperti itu. Walaupun sekolah swasta terbantu karena ada siswa yang tidak bisa masuk negeri, tapi tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anaknya ke swasta,” kata Aliyah.

Menurut dia, banyak solusi yang bisa dilakukan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan ini. Karena, kata dia, kesetaraan untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak setiap siswa.

“Solusi itu sebenarnya banyak. Jalur zonasi harus diperbanyak, sarana prasarana diperbaiki, infrastruktur dilengkapi,” kata wanita kelahiran 11 Juni 1970 ini.

Menurut Aliyah, tolok ukur keberhasilan PPDB yaitu kalau semua siswa tertampung di sekolah. Dia mencontohkan, jika sekolah di kelurahan itu dapat menampung siswa yang ada di wilayahnya atau tidak keluar wilayah hukumnya.

“Tolok ukurnya keberhasilan PPDB itu apabila seluruh siswa tertanmpung oleh sekolah. Kepercayaan masyarakat soal PPDB,” tandasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button