News

Keluhan Bupati Meranti Dinilai Wakili Suara Daerah, Pusat Harus Transparan

Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri periode 2015-2018 Soni Sumarsono menilai, keluhan yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Meranti Muhammad Adil sebagai wujud kepala daerah mengeluarkan aspirasinya. Hal ini terjadi karena kurang transparannya pemerintah pusat dalam memberi uraian mengenai dana bagi hasil (DBH).

“(Kabupaten) Meranti menuntut transparansi. Karena isunya sebenarnya ini adalah proses transparansi (yang) dari dulu hingga sekarang, daerah tidak pernah tahu berapa sih sebenarnya. Seluruh daerah kirim balik uang tebusan,” kata Soni dalam webinar virtual bertema ‘Kasus Dana bagi Hasil Kabupaten Mernati, Fenomena Gunung Es Kemunduran Otonomi Daerah’, Sabtu (24/12/2022).

Dia menjelaskan, tak semua kepala daerah berani bersuara seperti Bupati Meranti Muhammad Adil. Sebab, kata Soni, ada kepala daerah yang memang takut untuk menyuarakan hal semacam itu.

Kembali ke soal DBH, Soni berujar, pemerintah daerah (pemda) selama ini tak dapat menghitung sendiri secara tepat berapa dana yang didapatkan.

“Ketika daerah meminta informasi, biasanya tertutup bahkan Bupati Meranti menyampaikan surat pun tidak ditanggapi,” jelasnya.

“Baru setelah keras kemudian direspon. Hasil respon ternyata ada salah asumsi harga minyak per barelnya. Yang gini-gini kan tidak pernah diinformasikan dari awal secara jelas,” kata Soni menambahkan.

Faktor Kecewa

Oleh karena itu, Bupati Meranti seakan terpacu oleh kekecewaannya kepada pemerintah pusat dan meluapkannya dengan pernyataan sosok iblis.

“Ini yang kemudian di lingkaran (menkeu disebut ada) iblis, karena merangsang semua sosial media berteriak,” ujarnya.

Dalam kasus ini pula, Soni menjabarkan, sebenarnya hanya ada kesalahpahaman akan asumsi harga minyak berbeda, antara pemda dengan pemerintah pusat. Dampaknya tentu pada DBH.

“Dan ini tidak diketahui oleh daerah karena dia menggunakan asumsi untuk 2023 adalah 100 dolar AS (Amerika Serikat). Padahal harga sebelumnya menggunakan asumsi 60 dolar AS. Saya kira perbedaan ini sederhana kalau bisa dikomunikasikan dengan baik secara transparan,” papar Soni.

Oleh karena itu, pria yang pernah menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta ini menyebut, banyak pelajaran yang dapat dipetik melalui kasus ini.

“Kita banyak belajar bahwa memang banyak dibutuhkan adalah transparansi, sosialisasi kepada seluruh daerah, dibutuhkan binwas (pembinaan dan pengawasan) yang konkret dari Kemendagri dan keuangan kepada seluruh daerah yang intensif,” imbuh dia.

“(Serta) dibukanya forum konsultasi yang demokratis sehingga daerah mempunyai ruang untuk bisa bersuara,” kata Soni menegaskan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button