Market

Kenaikan Cukai Tidak Akan Bunuh Petani Tembakau

Lembaga Swadaya Masyarakat Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai kenaikan cukai rokok tidak akan membunuh petani tembakau. Sebab banyak pihak khususnya perusahaan selalu mengaitkan kenaikan cukai akan berpengaruh ke buruh dan para petani.

“Ini seperti lagu lama yang selalu diputar di penghujung tahun. Apapun regulasi pengendalian tembakau, bantahannya selalu petani tembakau,” ujar Project Lead for Tobacco Control CISDI Iman Mahaputra Zein seperti dikutip, Kamis (10/11/2022).

Menurutnya, banyak pihak yang belum sadar jika beban biaya akibat penyakit rokok tersebut ditanggung keluarga dan pemerintah. Padahal nasib petani cukup prihatin karena tidak merdeka dalam menentukan harga.

Iman mengatakan pihaknya mengapresiasi keputusan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang kembali menaikkan cukai rokok untuk 2023 dan 2024. Sebab keputusan ini mempertimbangkan banyak hal seperti pengendalian konsumsi, kesehatan, hingga kesejateraan keluarga.

“Kebijakan ini setidaknya memberikan kita kepastian kenaikan tarif cukai pada tahun politik, tidak seperti dua pemilu sebelumnya yang tidak ada kenaikan sama sekali,” katanya.

Dia menilai seharusnya pemerintah bisa menargetkan kenaikan cukai rokok yang lebih tinggi lagi. Sebab berdasarkan kajian CISDI bersama Teguh Dartanto dari Universitas Indonesia, kenaikan cukai rokok hingga 45 persen masih aman untuk ekonomi Indonesia.

Konsumsi Tembakau Lebih Tinggi dari Belanja Makanan Bergizi

Bahkan dengan kenaikan tersebut bisa berdampak positif bagi perekonomian Indonesia melalui penurunan konsumsi rokok, terbukanya ketersediaan lapangan kerja baru, dan peningkatan pendapatan negara.

Terlebih, porsi belanja tembakau rumah tangga perokok lebih tinggi dari porsi belanja protein dan makanan bergizi lainnya. Hal tersebut melandasi keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun ini.

Menurut riset CISDI menemukan 6 dari 10 rumah tangga Indonesia memiliki pos belanja untuk rokok dan produk tembakau lainnya. Pos belanja rumah tangga perokok tersebut mengalokasikan rata-rata 11 persen dari total pengeluaran rumah tangganya untuk tembakau.

“Porsi belanja rokok rumah tangga Indonesia lebih besar daripada negara lain yang memiliki populasi perokok yang signifikan seperti Tiongkok 6,5 persen dan India 2,9 persen,” tutur Iman.

Saat ini, terdapat 7,5 juta sampai 8,8 juta orang di Indonesia yang memiliki belanja kebutuhan esensial bernilai sama dengan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, namun tidak terdeteksi sebagai orang miskin akibat belanja tembakau yang menggelembung.

Sebagai informasi, pada 3 November 2022, pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok mencapai 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT) akan berbeda sesuai dengan golongannya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button