News

Kenali Drone Nano Black Hornet yang Dikirim ke Ukraina, RI Kabarnya Sudah Memilikinya

Para pejabat Amerika Serikat telah mengumumkan paket bantuan militer lainnya untuk Ukraina, kali ini termasuk sejumlah drone pengintai Black Hornet. Kabarnya Black Hornet juga sudah digunakan di Indonesia. Bagaimana kecanggihan peralatan militer ini?

Para pejabat AS telah menghabiskan hampir satu minggu menggembar-gemborkan paket senjata baru senilai 400 juta dolar AS atau sekitar Rp6 triliun untuk Kiev guna membantu perang proksi NATO yang sedang berlangsung melawan Rusia. Senjata-senjata tersebut, yang diambil langsung dari persediaan Pentagon sendiri, termasuk NASAMS, rudal pertahanan udara Stinger dan Patriot, kendaraan lapis baja Stryker, rudal antitank TOW dan Javelin, amunisi howitzer, roket HIMARS, dan 28 juta peluru senjata ringan.

Pada hari Senin (24/7/2023), seorang pejabat yang tak mau disebut namanya mengungkapkan kepada media bahwa paket senjata tersebut juga akan mencakup Black Hornet Nanos, kendaraan udara tak berawak yang mahal dan canggih seukuran burung kecil.

Apa kegunaan Drone Black Hornet?

Mengutip Sputnik Globe, Black Hornet Nanos adalah unmanned aerial vehicle (UAV) mikro dengan berat hanya 17-18 gram. Drone ini dapat dibawa oleh pasukan dan dikerahkan untuk memberikan gambar dan video berkualitas tinggi dari lingkungan sekitar dengan menggunakan tiga kamera onboard yang terpisah. Drone ini menyerupai helikopter kecil, memiliki panjang sekitar 100 mm dan lebar 25 mm, dengan diameter bilah rotor utama sekitar 120 mm.

Black Hornet dikembangkan oleh startup helikopter drone nano Norwegia, Prox Dynamics, pada awal tahun 2010-an, dan sekarang diproduksi oleh FLIR Unmanned Aerial Systems, sebuah perusahaan Norwegia, yang membeli Prox Dynamics pada tahun 2016 dengan harga US$134 juta atau Rp2 triliun. FLIR mengkhususkan diri dalam sistem pengawasan dan otomatis, peralatan untuk kendaraan lapis baja, sistem deteksi lalu lintas, dan kamera pemadam kebakaran.

Black Hornet memiliki waktu terbang hingga 25 menit, dilengkapi dengan tautan data digital yang efektif untuk menjangkau hingga 1,6 km, dan memiliki kecepatan tertinggi 21 km per jam.

Drone Black Hornet memiliki perkiraan harga sekitar US$195.000 atau sekitar Rp2,9 miliar. Angka tersebut didasarkan pada kontrak tahun 2013 oleh Kementerian Pertahanan Inggris untuk pembelian 160 set Black Hornet (total 320 helikopter mikro) dengan harga setara dengan US$31 juta atau sekitar Rp466 miliar. Dengan harga US$195.000, Anda akan mendapatkan remote control, layar sentuh genggam, baterai isi ulang, dan paket drone mini dua-dalam-satu set yang disimpan dalam wadah tahan benturan yang dapat dibawa-bawa.

Black Hornets digunakan banyak negara termasuk Indonesia

Lebih dari 14.000 Black Hornet telah diproduksi sejak debutnya pada tahun 2011, dengan drone yang dibeli secara massal oleh militer Norwegia dan NATO, serta oleh Aljazair, Australia, India, Indonesia, Malaysia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan untuk keperluan militer dan polisi.

Pengerahan tempur pertama sistem ini dilaporkan pada tahun 2013, dengan sistem yang digunakan oleh pasukan Inggris selama pendudukan NATO di Afghanistan. AS mulai menggunakan versi modifikasi dari drone dasar yang dilengkapi dengan penglihatan malam dan navigasi yang lebih baik pada tahun 2015, melaporkan pengerahannya dengan unit Operasi Khusus Korps Marinir; Angkatan Darat AS menindaklanjuti dengan kontrak senilai US$140 juta dolar AS atau Rp2,1 triliun untuk program Soldier Borne Sensor (SBS).

AS bukanlah negara pertama yang melengkapi Ukraina dengan Black Hornet. Pada Agustus 2022, Inggris dan Norwegia bersama-sama membeli 850 Black Hornet Nanos, dan berjanji untuk mengerahkannya pada bulan November tahun itu. Awal bulan ini, Kementerian Pertahanan Norwegia mengumumkan bahwa FLIR akan memasok 1.000 Black Hornet lainnya, ditambah suku cadang, dan akan melatih operator dan instruktur Ukraina untuk menerbangkannya (sebuah proses yang kabarnya hanya membutuhkan waktu 20 menit).

Black Hornets drone militer terkecil di dunia?

Black Hornets disebut-sebut sebagai drone militer terkecil di dunia. Media Pertahanan Inggris mengisyaratkan pada akhir 2015 bahwa militer sedang mempertimbangkan eksperimen menggunakan UAV yang lebih kecil dengan berat hanya 5 gram, tetapi informasi tambahan tentang rencana ini belum terwujud.

Tahun lalu, sebuah perusahaan Tiongkok yang dikenal sebagai Huaqing Innovation meluncurkan drone Fengniao (lit. ‘Hummingbird’) pada pameran pertahanan di Abu Dhabi, dengan ukuran UAV panjang 170 mm dan berat 35 gram, serta mampu mentransmisikan snapshot atau rekaman waktu nyata pada jarak lebih dari 2 km.

Waktu penerbangannya dilaporkan sekitar 25 menit, dan ditenagai oleh baterai yang dapat diganti, bukan paket baterai seperti Black Hornet. Fengniao dilaporkan dapat digunakan dalam kombinasi dengan hingga 15 drone lain dari jenis yang sama untuk membentuk kawanan, dan dikendalikan oleh aplikasi ponsel pintar. Huaqing Innovation belum mengungkapkan kemungkinan harga drone tersebut.

Untuk pembeli yang memiliki anggaran terbatas, ada drone bergaya helikopter yang tersedia secara komersial dilengkapi dengan kamera dan telah digunakan secara massal di Ukraina. Misalnya saja Eachine E110 RC, dilengkapi kamera HD 720 pm dengan lensa yang dapat diputar 90 derajat.

Drone ini bisa menjadi milik Anda dengan harga hanya US$95, yang berarti, secara teori, Anda bisa membeli lebih dari 1.000 drone pasar massal dengan harga satu unit Black Hornet. Tetapi ada banyak pengorbanan, termasuk waktu penerbangan yang hanya 15 menit, kecepatan terbang 20 km per jam, dan yang terpenting, jarak transmisi hanya 50-120 meter.

Setiap drone dilengkapi dengan mode melayang dan menatap otomatis, serta kontrol titik arah yang dapat dipilih pengguna, dan fitur kembali otomatis. Drone ini juga jauh lebih besar daripada Black Hornets, dengan panjang hidung ke ekor sekitar 30 cm dan rentang rotor yang serupa. Namun, seperti kata pepatah, dalam beberapa situasi, kuantitas memiliki kualitas tersendiri.

Senjata apa yang dapat melumpuhkan Drone Black Hornet?

Ukuran Black Hornet yang kecil dan operasinya yang senyap membuat mereka pada dasarnya tidak mungkin dihancurkan dengan menggunakan pertahanan rudal konvensional. Yang bisa melumpuhkan drone ini adalah senjata tradisional, yaitu dengan melempar kantong plastik ke arah drone. Hanya saja, cara itu hanya efektif untuk jarak dekat.

Alternatifnya, gunakan pencegahan yang dirancang khusus, seperti RLK-MTs Valdai, atau radar tujuan khusus buatan Almaz-Antey untuk mendeteksi, menekan, dan menetralisir drone kecil dengan penampang radar sangat rendah pada jarak dua kilometer atau kurang. Sistem deteksi RLK-MTs mencakup modul radar X-band, pencitra dan kamera termal, serta modul pencari sumber radio. Sayangnya, sistem ini berat. Sedemikian beratnya membuat perangkat sistem ini harus dipasang di truk.

Pilihan lainnya adalah sistem anti-UAV kelas militer seperti PARS-S Stepashka, senjata anti-drone Rusia seberat 9,6 kg yang memiliki kemampuan untuk membajak drone musuh dan memaksanya mendarat atau kembali ke tempat peluncurannya. Senjata ini memiliki jangkauan efektif antara 500 dan 1.500 meter. Dan jika itu tidak berhasil, ada senapan Stupor, yang menggunakan pulsa elektromagnetik untuk menekan saluran kontrol drone dan memaksanya jatuh.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button