News

KIPP soal Putusan MK: Bentuk Kasih Sayang Om terhadap Keponakan

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Sumimta menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang perbolehkan sesorang yang sedang atau pernah menjadi kepala daerah boleh maju Pilpres 2024 begitu janggal dan sarat kepentingan politik.

Kejanggalan, tutur Kaka, terlihat saat MK menolak perkara Nomor 29, 51 dan 55/PUU-XXI/2023, terkait batas usia capres-cawapres dengan dalih, hal itu merupakan ranah DPR RI. Tapi MK mengabulkan sebagian pada perkara 90/PUU-XXI/2023.

“Sementara dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang didikuti oleh seluruh (sembilan) hakim MK, putusannya bertolak belakang dengan putusan tiga perkara sebelumnya yakni menerima sebagian, sehingga ketentuan syarat capres dan cawapres berusia minimal 40 tahun atau pernah/sedang menjadi pejabat yang dipilih termasuk dalam pilkada sampai tingkat Kabupaten/Kota,”kata Kaka dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (17/10/2023).

Kaka mengatakan, nuansa nepotisme sangat kentara, seakan menyimbolkan rasa kasih sayang seorang paman kepada keponakannya yang ingin maju ke pentas pilpres. 

“Ini bernuansa konflik kepentingan Ketua MK Anwar Usman, karena saat memutuskan perkara nomo 90/PUU-XXI/2023 tadi, sudah beredar bahwa perubahan syarat ini potensial digunakan oleh anak presiden Joko Widodo (Jokowi), yang tidak lain adalah keponakan Ketua MK, Anwar Usman sendiri,” ucap Kaka.

Senada, Ketua Netfid Jakarta, Agustini Nurur Rohmah mengatakan sikap MK cenderung menimbulkan kegaduhan publik. Terlebih putusan MK pada Senin (16/10/2023) disinyalir menjadi celah untuk menguntungkan pihak tertentu, sarat nepotisme, memuluskan Gibran Rakabuming Raka yang disebut-sebut ingin maju jadi cawapres.

“Kami menyayangkan sikap MK yang cenderung menimbulkan kegaduhan publik. Jangan sampai polemik ini justru menjadi alasan hanya untuk menguntungkan salah satu pihak tertentu,” ujar Ketua Netfid Jakarta Agustini dalam keterangannya yang diterima, di Jakarta, Selasa, (17/10/2023).

Untuk itu, ia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu bisa bersikap netral dan obyektif dalam menjalankan tanggung-jawab masing-masing, jangan terpapar nepotisme seperti MK.

“Kami berharap agar seluruh lembaga negara termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersikap netral. Terlebih sebentar lagi masa pendaftaran capres dan cawapres akan dibuka,” jelas dia.

Sebagai informasi, MK memutuskan untuk menerima uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Sidang yang mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibirru ini dipimpin langsung oleh pamannya Gibran, yang juga menjabat sebagai Ketua MK, Anwar Usman.

Putusan MK tidak mengubah batas usia minimal capres- cawapres menjadi 40 tahun, tapi mengabulkan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button