News

Kok Sanksi Administrasi, Al Zaytun Harusnya Dibubarkan Atau Diambil Alih

Sebagai Sosok imam besar NII  menjadikan Panji Gumilang merasa memiliki hak menafsirkan ulang agama Islam

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD telah mengeluarkan tiga tindakan terkait polemik Ponpes Al Zaytun. Pertama tindakan pidana, kemudian administrasi, terakhir tertib sosial dan keamanan.

Mungkin anda suka

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang ikut dalam pertemuan dengan Menkopolhukam, menjelaskan untuk Pondok Pesantren secara kelembagaan, akan diberikan sanksi administrasi. Ridwan Kamil beralasan, dipilihnya sanksi administrasi karena faktor menjaga para santri.

“Tentu dengan kehati-hatian karena menyangkut aspek hukum administrasi dan sumber daya manusia anak-anak bangsa (santri) yang sedang belajar di sana, yang tentunya harus kita pikirkan solusi-solusi terbaik terhadap situasi,” kata Ridwan Kamil, usai melaporkan hasil temuan Tim Investigasi Pemprov Jabar, di Kantor Kementerian Kemenkopolhukam, di Jakarta, Sabtu (25/6/2023) malam.

20230624180458 Img 0640 - inilah.com
Menkopolhukam Mahfud MD dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sampaikan rekomendasi soal penanganan Pondok Pesantren Al-Zaytun di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Sabtu (24/6/2023). (Foto:Antara)

Menanggapi hal itu, Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Najih Arromadloni menilai terdapat alasan yang jelas mengapa Pondok Pesantren Al Zaytun harusnya ditutup.

Salah satunya, menurut Muhammad Najih, karena pimpinan ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang mengajarkan agama islam secara menyimpang.

“Syahadat itu dia (Panji) ubah, tauhidnya pun dia punya rumusan sendiri,” ujar Gus Najih sapaan akrab Muhammad Najih Arromadloni, ketika berbincang dengan Inilah.com, Rabu (21/6/2023).

Bentuk penyimpangan lain yang dilakukan Panji Gumilang, yakni mempunyai aturan sendiri dalam tata cara sholat. “Dia (Panji) punya pendapat bahwa sholat tidak harus dalam bentuk rukuk sujud semacam itu, tetapi perjuangan untuk mendirikan negara islam itu adalah sholat sendiri,” kata Gus Najih.

Ajaran menyimpang lain yang dilakukan Panji Gumilang yakni soal pelaksanaan ibadah haji. Gus Najih mengatakan, Panji Gumilang memiliki pandangan kalau pergi haji tidaklah harus pergi ke Mekkah Arab Saudi,  melainkan cukup di Indonesia.

“Makanya orang-orang Al Zaytun setiap tanggal 1 muharram itu selalu berkumpul,” kata Gus Najih

Oleh sebab itu, menurut Gus Najih, jika berbicara tentang sosok Panji Gumilang maka tidak bisa dilepaskan dari sosok Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, pendiri gerakan Darul Islam untuk melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949 hingga tahun 1962, dengan tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).

Panji Gumilang, dikatakan Gus Najih merupakan sosok pengganti Kartosuwiryo sebagai imam besar dikalangan pengikut NII.

Panji 5 - inilah.com
Pimpinan Ponpes Al Zaytun, Panji Gumilang mengelus anjing penjaga di depan gerbang utama Ponpes Al Zaytun, di Indramayu, Jawa Barat. (Foto;Inilah.com/Didik)

Sosok imam besar itulah yang kemudian, menjadikan Panji Gumilang merasa memiliki hak mengartikan Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW.

“Seorang imam ini punya otoritas untuk menafsirkan ulang agama,” kata Gus Najih.

Soal penyimpangan agama dan bertentangan dengan idiologi pancasila ini lah yang kemudian tidak bisa dipenuhi Ponpes Al Zaytun dalam mendapatkan izin pendirian sebuah ponpes, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2020 tentang pendirian dan penyelenggaraan pesantren.

“Kalau melihat fakta itu harusnya sudah di tutup, sudah di cabut izinnya,” kata Gus Najih

Namun fakta berbicara beda, sebab menurut Gus Najih, Kementerian Agama yang mempunyai otoritas justru memberikan izin perpanjangan bagi pesantren Al Zaytun. Gus Najih mengaku melihat sendiri isi surat itu saat MUI melakukan rapat dengan Kemenag.

1630113491 - inilah.com
Sekretaris BPET MUI, Muhammad Najih Arromadloni alias Gus Najih menilai Ponpes Al Zaytun mesti dicabut izinya lantaran tidak berlandaskan pada syariat agama islam dan terafiliasi NII. (Foto:Istimewa)

“Diakui waktu kami (MUI) FGD (Focus Group Discussion) bersama Kementerian Agama (Kemenag),” kata Gus Najih.

Akibat Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan seorang Dirjen Kemenag pada tahun 2021 itu, menjadikan persoalan ponpes Al Zaytun menjadi berlarut-larut hingga saat ini.

“Yang meresmikan itu, Dirjen yang sekarang masih menjabat,” kata Gus Najih.

Inilah.com sempat mencoba mengkonfirmasi Dirjen Pendidikan Agama Islam Kemenag, Muhammad Ali Ramdhani dan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (pdpontren ) Kemenag, Waryono Abdul Ghafur. Keduanya tidak merespon.

Sementara itu, pengamat Pendidikan Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah menyatakan untuk menutup sebuah lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, tidaklah mudah. Harus terdapat kajian-kajian mendalam yang melibatkan bukan cuma satu Kementerian saja.

Jika mengambil soal polemik Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, menurut Jejen, maka diperlukan kordinasi antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan Kementerian Agama (Kemenag).

Dua Kementerian itu mesti terlibat karena dalam pondok pesantren terdapat dua kurikulum, yakni agama dan pendidikan umum. Pesantren secara struktural tanggung jawab dari Kementerian Agama, sementara nomenklatur sekolah itu berada di wilayah Kemendikbudristek.

“Jadi kongkritnya, dua Kementerian ini membentuk tim khusus supaya memastikan tidak ada masyarakat menjadi korban,” ujar Jejen ketika berbincang dengan Inilah.com, Kamis (22/6/2023).

Ridwan Kamil Wanti-wanti Ponpes Al-Zaytun Penuhi Panggilan Tim Investigasi!
Pondok Pesantren Al-Zaytun di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. (Foto: situs resmi Ponpes Al-Zaytun)

Tim khusus bentukan dua Kementerian itu, nantinya harus melakukan riset terhadap tata kelola Ponpes pimpinan Panji Gumilang tersebut. Hal pertama yang harus dilakukan yakni, menganalisa sejumlah kurikulum yang diajarkan kepada para santri.

“Buku-buku pelajaran harus dikaji oleh tim monitoring dan evaluasi dari kementerian tersebut,” kata Jejen.

Tidak hanya itu, kurikulum diluar kelas juga harus diperhatikan seperti ekstrakulikuler, pembudayaan atau habituasi, interaksi perilaku antara sesama santri, perilaku santri bersama ustad atau kyai.

Jejen menyarankan, para santri harus lebih dahulu mendapatkan perlindungan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) selama proses monitoring dan evaluasi pesantren itu berlangsung.

“Santri itu tidak mau terbuka karena mungkin ada ancaman pada mereka dari pesantren. Posisinya harus mendapatkan perlindungan KPAI dan juga Kementerian terkait,” tuturnya

Dcim/103media/dji 1091.jpg - inilah.com
Gedung sekolah Ponpes Mahad Al Zaytun. (Foto:Situs Resmi Al Zaytun)

Lebih jauh Jejen memaparkan, ada beberapa syarat bagi pesantren mendapatkan izin untuk menyelenggarakan lembaga pendidikan, salah satunya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar.

Selain itu, dikatakan Jejen, terdapat variable lain yang harus juga dipenuhi, yakni pemahaman para pimpinan pondok pesantren serta guru pengajar, dalam hal ini harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang agama islam.

“Ketika tidak memenuhi persyaratan itu, dalam pengertian melenceng dalam islam, ya bisa dicabut izinnya oleh Kementerian Agama,” kata Jejen.

Jejen yang juga Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI) ini mengatakan, ada beberapa tahapan yang juga wajib dilakukan dalam menutup sebuah lembaga pendidikan. Seperti diberi surat peringatan dan dilakukan evaluasi soal tata kelola pendidikan di pesantren.

“Tapi sekali lagi evaluasi harus komprehensif, tidak hanya dari pihak pesantren tetapi juga harus dari pihak santri, termasuk orang tua santri dan masyarakat sekitar,” kata Jejen.

Jika masih berulang, Jejen mengatakan, eksekusi penutupan menjadi jalan keluarnya.

Jejen Musfah Pengamat Pendidikan Dari Uin Jakarta Menanggapi Penghapusan 191209150202 409 - inilah.com
Pengamat Pendidikan Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah. (Foto;Istimewa)

“Kalau melihat Ponpes Al Zaytun maka kemungkinan penutupan kalau memang membandel,” kata Jejen, seraya menggarisbawahi bahwa pemerintah harus terlebih dahulu memberikan surat kepada para santri agar segera pindah dari Ponpes Al Zaytun.

Selain opsi penutupan, menurut Jejen, ada cara lain yang juga bisa dilakukan pemerintah, yakni mengambil alih proses pendidikan di Ponpes Al Zaytun. Caranya, dikatakan Jejen, dengan menjadikan Ponpes tersebut sebagai lembaga pendidikan negeri milik Pemerintah.

“Pe-negeri-an merupakan pengambilalihan sekolah swasta menjadi negeri milik Pemerintah,” kata Jejen.

Hal itu bisa terlaksana jika terdapat kesepakatan antara Pemerintah dengan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) sebagai pemilik sah Ponpes Al Zaytun.(Nebby/Rizky)

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button