Market

Kontribusi PLTU Cemari Udara Jakarta, DPR Usulkan Ini ke PLN

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) disinyalir menjadi penyebab tertinggi dari tercemarnya kualitas udara, khususnya di Jakarta. Anggota Komisi VII DPR Sartono turut menyatakan keprihatinannya dengan fenomena ini.

“Pertama-tama saya sangat prihatin terkait polusi udara saat ini, tentunya ini menjadi pekerjaan yang harus cepat diatasi, karena menyangkut kesehatan manusia,” jelas Sartono kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Saat ini, sebagian besar PLTU yang ada di Indonesia adalah milik perusahaan BUMN, yakni PLN. Legislator dari Fraksi Partai Demokrat ini juga meminta agar adanya lahan penghijauan di sekitar PLTU.

“PLN sendiri tentunya harus menyediakan lahan penghijauan disekitar PLTU. Gunanya untuk menekan polusi. Jangan sampai hanya karena kita ingin mendapat banyak devisa negara, tapi mengesampingkan kesehatan masyarakat itu sendiri,” ujarnya.

“Sejatinya Pembangunan yang ideal adalah Pembangunan yang berkelanjutan,” sambungnya.

Tak hanya itu, ia juga menilai tentang standarisasi teknologi menjadi tolak ukur untuk mengatasi pencemaran. Demikian juga dengan pemberian izin pengelolaan harus memenuhi syarat ramah lingkungan. Terakhir, perlu adanya pembinaan agar pengusaha pembangkit sehingga lebih taat.

“(Kemudian) hasil output limbah udara yang dikeluarkan oleh PLTU, harus sesuai dengan regulasi standar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan juga Kementerian ESDM sehingga bsa menekan tingkat polusi,” terangnya.

Sartono juga meminta agar PLTU yang ada, harus sering memperbaharui alat atau teknologinya dengan perkembangan saat ini. “Karena pastinya banyak yang masih di bawah standar dengan tidak meng-upgrade teknologi yang ada,” sambungnya.

Ia menyadari kondisi yang terjadi saat ini tentu menjadi sedikit dilematis. Karena Indonesia merupakan negara penghasil batu bara terbesar ketiga di dunia pada tahun 2022.

“Maka dibutuhkan komitmen dan political will dari pemimpin bangsa untuk menyelesaikan hal ini,” tutur Sartono.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button