News

Lampu Kuning Kekerasan Perempuan dan Anak

Sekelompok pemuda jongkok nyaris melingkar untuk membubuhkan cap tangannya di atas spanduk putih. Sebelumnya mereka melumuri telapak tangan dengan cat aneka warna. Spanduk bertuliskan Be Aware, Be Save, Be brave, pun dibentangkan.

Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, selalu menjadi wadah menyalurkan aspirasi pada akhir pekan. Kegiatan Car Free Day (CFD), tidak sebatas untuk olah raga warga, tetapi kesempatan untuk menyatakan ekspresi.

Pemuda yang notabenenya mahasiswa Universitas Sahid, Jakarta, tergolong kalangan tersebut. Rintik hujan dan kelabunya awan Jakarta tidak menghalangi kepedulian mereka menyerukan antikekerasan terhadap perempuan dan anak.

Mahasiswa melihat perempuan dan anak masih menjadi kelompok rentan. Rawan eksploitasi, objek penindasan dan minim perlindungan. Kampanye Be Aware, Be Save, Be Brave bertujuan untuk membuka mata mereka untuk tidak takut melawan.

“Untuk itu kita meningkatkan Be Aware, Be Save, Be Brave karena banyak sekali kasus tapi tidak ada dan sedikit yang berani speak up,” ujar Duta Mahasiswa Antikekerasan Universitas Sahid Jakarta, Grace Savior kepada Inilah.com, di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (3/7/2022).

Grace menyebutkan dalam kurun waktu 12 tahun belakangan, berdasarkan data dari Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat hingga 800%. Itu pun yang terdata. Artinya terbuka kemungkinan peningkatan lebih dari 800%.

Upaya mereka menyuarakan kampanye antikekerasan terhadap perempuan dan anak sekaligus mendorong para korban untuk tidak takut berbicara. Inilah yang melatari maraknya aksi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sikap pasif sama saja berkontribusi terhadap aksi kekerasan.

“Hukum di Indonesia bukan ada sekedar ada, tapi benar peduli,” kata dia.

Gerakan ini tidak hanya ditujukan untuk melawan predator kekerasan. Mereka juga ingin memberi perlindungan bagi para korban, menjadi teman atau saudara untuk mendengarkan peristiwa yang menimpa sekaligus mencarikan solusi dan keadilan.

Kekerasan di Kampus

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya terjadi pada lingkup rumah tangga, atau perusahaan. Kampus yang sejatinya melahirkan ilmuan dan cendikiawan malah dilanda persoalan serupa.

Civitas kampus, kata Naufal Dimas Athif, Duta Mahasiswa Antikekerasan lainnya, tak kalah banyaknya. Bahkan sudah menjurus pada kekerasan seksual. Kampus sebagai kawah candradimuka para pemimpin juga harus melawan predator kekerasan, dan mahasiswa sepatutnya berada dalam barisan terdepan, bukan turut menjadi predator.

“Kalau di Universitas Sahid sendiri kita ada Pos Sapa, itu Pos Sahabat Perempuan dan Anak. Pos tersebut menerima laporan terhadap tindak kekerasan yang terjadi di ruang lingkup universitas,” ujar Naufal.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button