Market

Mentan Amran Sulap Sejuta Hektare Rawa Jadi Sawah, Pakar: Mission Impossible

Untuk mengerek produksi pangan, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman ancang-ancang menyulap sejuta hektare rawa di Kalimantan Selatan (Kalsel), menjadi lahan pertanian. Padahal program seperti ini sudah banyak yang gagal.

Menanggapi rencana ini, Guru Besar IPB University, Prof Dwi Andreas Santoso hanya bisa tertawa. Selanjutnya, dia menerangkan program serupa digagas sejak era Soeharto hingga Presiden Jokowi bernama Food Estate, gagal semua.

“Ini waktunya hanya setahun untuk ekstensifikasi lahan kan. Mau garap sejuta hektare rawa, belajarlah dari pengalaman di masa lalu. Enggak ada yang sukses termasuk Food Estate. Kok ya mau diulangi,” ungkap Prof Dwi saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Kamis (16/11/2023).

Pada 2015, kata pakar pertanian ini, Mentan Amran mencanangkan program rice center di Sumatera Selatan dan Kalsel. “Tapi kan enggak ada hasilnya. Saya sih, pesimis dengan gagasan itu,” ungkapnya.

Prof Dwi tidak salah. Saat Soeharto berkuasa, dicanangkan Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektare di Kalimantan Tengah. Tak main-main, Soeharto sampai keluarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1985.

Pada 1998, proyek tersebut dihentikan Presiden BJ Habibie dan dinyatakan gagal karena pengkajian ekosistem yang kurang.

Selanjutnya, Presiden SBY mengulanginya dengan nama Merauke Integrated Energi Estate (MIFEE) pada 2010, lewat Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi 2008-2009. Targetnya, membuka 1,2 juta hektare lahan pertanian. Namun, hanya berhasil menggarap 100 hektare saja.

Pada 2011, SBY mencanangkan food estate di Bulungan, Kalimantan Utara dengan target 30.000 hektare sawah. Dua tahun kemudian dicanangkan food estate  di Ketapang, Kalimantan Barat, targetnya 100.000 hektare sawah. Lagi-lagi, program tersebut gatot alias gagal total.

Diulang era Jokowi dengan porgram food estate di sejumlah daerah. Mulai dari Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua. Hasilnya mudah ditebak, gagal juga.

Masih kata Prof Dwi, program ekstensifikasi lahan  pertanian yang digagas pemerintah, memang betul punya tujuan mulia. Mewujudkan kemandirian serta ketahanan pangan. Hanya saja, program ini tidak disiapkan secara matang.

Kata Prof Dwi, ada empat syarat agar program ekstensifikasi lahan pertanian bisa sukses. Pertama, harus memenuhi kesesuaian tanah untuk menjadi lahan tanam.

Kedua, infrastruktur pertanian termasuk ketersediaan jalan dan irigasi haruslah mencukupi. “Termasuk jalan. Hasil pertanian harus mudah dikirim ke daerah lain. Ini nantinya berdampak kepada cost,” paparnya.

Ketiga, lanjut Prof Dwi, bibit serta modernisasi pertanian. Bahwa untuk menggarap rawa menjadi lahan pertanian, diperlukan bibit yang cocok, serta pemupukan yang tepat.

Keempat, modal sosial dan ekonomi. Harus dilakukan penelitian yang cermat, berapa hasil panen dari rawa yang disulap menjadi lahan pertanian. Demikian pula, berapa banyak petani yang harus dimobilisasi untuk menggrapanya.

“Mnimal produksinya harus 4 ton gabah. Kalau kurang dari itu, ya gagal,” imbuhnya.

Mengingatkan saja, rencana program sejuta hektare rawa menjadi lahan pertanian terbetik Mentan Amran saat bertemu para penyuluh pertanian di kantor Setdaprov Kalsel di Banjarbaru, Kalsel, Kamis (16/11/2023).

“Pertama itu 500 ribu hektare, mungkin setelah selesai ini tiga bulan, tiga bulan berikutnya 500 ribu hektare lagi. Kita identifikasi,” ujar Mentan Amran.

Kata Mentan Amran, langkah ini dilakukan guna mendekatkan Indonesia dengan swasembada pangan. Ancer-ancer lokasinya ada di 10 provinsi. Tahap awal, penanaman padi lahan rawa dilakukan di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, dan Lampung.

“Satu juta hektare itu yang nomor satu adalah Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalbar, Sumatera Utara, dan Lampung. Ada 10 provinsi,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button