Market

Ombudsman Nilai Pemutihan Lahan Sawit Berpotensi Maladministrasi

Ombudsman Republik Indonesia tidak setuju dengan rencana pemerintah memberikan ampunan atau pemutihan lahan sawit di kawasan hutan lindung. Kebijakan tersebut berpotensi maladministrasi.

Untuk itu, Ombudsman mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar menunda batas penyerahan kelengkapan syarat perizinan bagi pengusaha sawit yang terindikasi menggunakan lahan ilegal di kawasan hutan.

“Kebijakan tersebut berpotensi maladministrasi, mengingat masih banyaknya permasalahan terkait status kawasan hutan,” ujar Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika dalam keterangan resmi Ombudsman, Kamis (2/11/2023)

Langkah pemerintah mengacu pada Pasal 110A dan 110B Undang-undang Cipta Kerja. Berdasarkan beleid tersebut, perusahaan yang kegiatan usahanya sudah terbangun di wilayah hutan produksi, bisa mengajukan pelepasan atau pemutihan.

Artinya, korporasi bisa tetap beroperasi setelah membayar denda administratif. Batas pengajuan pemutihan sawit atau penyerahan kelengkapan syarat ini berakhir pada 2 November 2023.

Yeka menyarankan agar Menteri LHK mengeluaran diskresi untuk menunda batas akhir tersebut, dengan sejumlah pertimbangan.

Menurutnya, diskresi penundaan batas akhir perlu dikeluarkan lantaran penatagunaan kawasan hutan menjadi tanggung jawab Kementerian LHK. Selain itu, ia menilai KLHK perlu memberikan kepastian hak atas tanah badan usaha atau masyarakat untuk dapat dinyatakan berada dalam kawasan hutan atau tidak.

Yeka berujar, proses penentuan tenggat waktu 2 November 2023 adalah batas yang diambil dari tanggal diundang-undangkannya UU Cipta Kerja (UUCK) pada tahun 2020 mengacu UU Nomor 11 Tahun 2020. Kemudian dengan adanya Putusan MK tentang penundaan dan diubah dengan UUCK (2) yaitu UU Nomor 6 Tahun 2023.

Dengan demikian, ia menilai tanggal batas akhir juga selayaknya dimulai dari pemberlakuan UU CK Nomor 6 tahun 2023 tersebut.

Pertimbangan lainnya, Yeka berpendapat permintaan persyaratan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit kepada badan usaha atau masyarakat dapat dilakukan setelah selesai dilakukan penetapan kawasan hutan.

Menurut dia, dengan adanya Penetapan Kawasan Hutan, pelaku perkebunan sawit di kawasan hutan dapat dilanjutkan dengan proses melengkapi persyaratan perizinan di bidang kehutanan. 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button