Market

Pembisik IKN Jokowi tak Setuju Biaya Bangun Istana Rp2 Triliun

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang jago arsitektur, Ridwan Kamil mempertanyakan biaya pembangunan istana di Ibu Kota Negara (IKN) baru, sebesar Rp2 triliun. Terlalu mahal.

“Istana negara yang harganya yang Rp2 triliun, itu terlalu mahal. Menurut saya enggak masuk akal, membelanjakan Rp2 triliun hanya untuk satu fungsi bangunan. Itu sangat-sangat berlebihan. Saya mengambil posisi itu,” papar Kang Emil, sapaan akrab Ridwan kamis, dikutip dari Youtube Pro talks Series #2, Jumat (11/2/2022).

Terkait anggaran pembangunan istana Rp2 triliun, pernah disampaikan perancang istana negara IKN, I Nyoman Nuarta dalam Akbar Faizal Uncensored, beberapa waktu lalu. “Kalau perkiraan kasar paling juga Rp2 triliun, barangkali itupun ya,” kata Nuarta.

Angka pastinya baru akan diketahui setelah dilakukan Detail Engineering Design (DED). Dijelaskannya bahwa yang akan melaksanakan DED adalah pemenang tender pembangunan IKN.

Nuarta menjelaskan, perkiraan kebutuhan biaya Rp2 triliun untuk membangun Istana Negara di Nusantara, mengacu kepada biaya yang dibutuhkan untuk membangun hotel bintang 5 dengan luasan tertentu.

Selanjutnya, dia memaparkan pengalaman 5 menit bertemu Presiden Jokowi, membahas desain Ibu Kota Negara (IKN) pindah dari jakarta ke Kalimantan Timur. “Kebetulan saya arsitek yang juga Gubernur Jabar. Ilmu dosen saya keluar. Berbekal kertas A3, saya hanya diberi waktu 5 menit. Ada tiga poin penting saya sampaikan ke Pak Jokowi,” ungkapnya.

Pertama, Gubernur Ridwan membeberkan contoh IKN yang gagal. Mulai dari Brasil, Myanmar hingga sepinya Canberra, ibu kota negara Australia. “Kedua, saya sampaikan ibu kota yang berhasil. Saya suka suka Washinton DC. Di sana, kehidupan, workability dan skalanya terjaga dengan baik,” tuturnya.

Poin ketiga, Kang Emil mengusulkan agar perancangan IKN disayembarakan. Perlu partisipasi publik skala besar dalam merancang sebuah Ibu Kota Negara. “Alhamdulillah, sebagai pembisik Jokowi, saya didengar. Alhasil, desain pertama langsung tidak dipakai. Saya bersyukur, keputusan politik saya untuk menyelamatkan IKN, ada manfaatnya,” paparnya.

Selanjutnya, dia menyarankan agar Indonesia tidak perlu meniru Dubai. Dari perspektif inovasi dan teknologi, arsitektur bangunan di Dubai, cukup oke. Namun tidak liveability. Sehingga, kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin, semakin menjulang. “Yang namanya kota baru itu perlu memperhatikan liveability. Orang-orangnya bisa jalan kaki dengan senang hati, tanpa dipaksa. Bukan malah ke sana-sini harus naik mobil,” tuturnya.

 

 

 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button