Market

Penggusuran Warga Pulau Rempang, DPR: Lebih Kejam Ketimbang Orde Baru

Mahasiswa Banten mengecam aksi kekerasan yang dilakukan aparat terhadap warga Pulau Rempang, Batam, Minggu (17/9/2023). (Foto: Antara).

Anggota Komisi VI DPR, Luluk Nur Hamidah menyayangkan pecahnya bentrokan antara aparat gabungan dengan warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepri. Lantaran warga menolak proyek Rempang Eco City yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN).

Tenggat waktu untuk relokasi yang mepet, kata dia, diduga menjadi pemicu minimnya dialog antara warga dengan penguasa. “Perubahan status menjadi PSN yang terkesan mendadak, terasa ganjil. Apakah, tidak mungkin lokasi proyek dipindahkan, atau digeser. Sehingga tidak perlu sampai harus mengusir rakyat, atau mengosongkan pulau demi investasi ini,” tegas politikus PKB itu, Rabu (20/9/2023).

Bentrokan warga dengan aparat di Pulau Rempang, dipicu adanya keputusan pemerintah yang memasukkan Rempang Eco-City ke PSN tahun 2023. Keputusan itu diatur dalam Permenko Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang diteken Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023.

Pihak Pemkot Batam, melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam pun hanya punya waktu beberapa bulan, untuk mensosialisasi proyek Rempang Eco City. Ribuan warga diharuskan meninggalkan rumah di Pulau Rempang per 28 September 2023.

Luluk menilai, penolakan warga Rempang terhadap proyek Rempang Eco City, salah satu penyebabnya adalah minimnya dialog. Selain tenggat waktu pengosongan Pulau Rempang yang terkesan tiba-tiba, sejumlah perilaku represif aparat keamanan saat membubarkan warga yang menolak relokasi, patut disayangkan.

“Seharusnya ini bisa dicegah. Seharusnya kekerasan bisa dihindari. Sekiranya proyek ini tidak dipaksakan mendahului proses dialog dengan warga. Cara-cara represif demi pembangunan bukan zamannya lagi. Kita tidak lagi hidup di zaman Orde Baru, masak kita lebih kejam dari Orde Baru,” ungkapnya.

Dalam video yang beredar di media sosial, terlihat perilaku represif aparat keamanan terhadap warga. Bahkan akibat tembakan gas air mata yang dikeluarkan aparat, siswa yang bersekolah di dekat tempat bentrokan turut merasakan dampaknya.

Konflik yang terjadi antara warga Pulau Rempang dengan pemerintah juga ikut menjadi sorotan dunia. Ada beberapa kantor berita besar yang mulai membedah mengapa konflik di pulau itu akhirnya terjadi.

Majalah yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Time, mengabarkan bahwa warga Rempang saat ini sedang berupaya untuk menolak masuknya investasi pembuatan pabrik yang dilakukan pihak produsen pasir kuarsa asal China, Xinyi Group. Mereka menyebut atas pembangunan itu, 7.500 warga terancam direlokasi.

Di Timur Tengah, media asal Qatar Al Jazeera juga membedah mengapa warga Rempang menolak investasi yang bernilai hingga ratusan triliun itu. Al Jazeera mengatakan pabrik itu dibangun di pusat perekonomian yang dijuluki Rempang Eco-City.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button