News

Pergeseran Ceruk Pemilih PAN dan Hubungan NU dengan Muhammadiyah

Ketum Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf dalam acara Simposium Satu Abad NU di Surabaya, yang digelar Partai Amanat Nasional (PAN)) melontarkan pujian kepada PAN yang disebutnya berhasil menjadi partai rasional lantaran baginya, PAN tidak mengedepankan politik identitas.

Dalam simposium itu, Kiai Yahya pun menyampaikan terima kasih banyak kepada Ketum PAN Zulkifli Hasan yang sudah ikut menyemarakkan Satu Abad NU dan menyambut Abad ke-2.

Mungkin anda suka

Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana menilai PAN yang dianggap oleh Ketum NU berhasil menjadi partai rasional dengan tidak mengedepankan politik identitas karena memang adanya pergeseran PAN dalam membidik tambahan pemilih. “Iya PAN memang sedang berusaha menggeser tambahan ceruk pemilihnya,” kata Aditya saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Minggu (19/2/2023).

Pergeseran tambahan ceruk pemilih PAN, menurut pandangan Aditya, bukan hanya kalangan Muhammadiyah tetapi juga kelompok Islam yang lebih moderat dan cenderung tidak mempolitisasi identitas.

“Memang ini akan jadi antitesanya Partai Ummat yang ingin ambil posisi politisasi identitasi. Hal ini menarik nanti.”

Adapun selorohan Kiai Yahya yang menyinggung penampilan sejumlah tokoh Muhammadiyah yang hadir dalam acara tersebut termasuk Ketum PAN Zulhas yang mengenakan kain sarung yang identik dengan NU, bagi Aditya lebih kepada gimik.

Meskipun membahas mengenai kiprah Satu Abad NU, simposium yang digelar pada Sabtu (18/2/2023), itu tidak hanya menghadirkan para cendekiawan NU. Hadir sebagai pembicara juga para tokoh dan cendekiawan Muhammadiyah.

Berdasarkan historisnya NU dan Muhammadiyah adalah organisasi pergerakan Islam yang lahir dalam rahim yang sama. Keduanya punya andil dalam pergerakan kemerdekaan bangsa dan perkembangan pembangunan nasional.

Direktur Riset TRUST Indonesia Ahmad Fadhli kepada Inilah.com di Jakarta, Minggu (19/2/2023), mengungkapkan berdasarkan hasil survei nasional TRUST Indonesia 26 Januari – 6 Februari 2023, dari 2.200 responden yang disampling 38 Provinsi (Margin Error 2,09%), yaitu sebesar 32,2% masyarakat berafiliasi kepada NU dan 3,9% berafiliasi kepada Muhammadiyah.

Sementara itu 1,0% berafiliasi kepada Muslimat dan 0,5% berafiliasi kepada Fatayat (organisasi sayap perempuan NU), serta 0,4% berafiliasi kepada Aisiyah (organisasi sayap perempuan Muhammadiyah).

Fadhli mencermati kedua organisasi keagamaan ini memiliki ceruk pasar yang berbeda, NU itu adalah pasar bagi Islam tradisional sedangkan Muhammadiyah itu adalah pasar bagi Islam modern. NU menjadi leading melalui pesantren-pesantrennya, sedangkan Muhammadiyah leading melalui perguruan tinggi dan lembaga ekonominya.

Oleh karena ceruk pasar dakwah NU dan Muhammadiyah yang berbeda, maka hubungan NU dan Muhammadiyah sejatinya adalah berlomba dalam kebaikan (Fastabiq Al-Khairat).

Secara internal atau ke dalam, NU dan Muhammadiyah harus memiliki hubungan linear, dalam istilah matematis, suatu hubungan atau korelasi dikatakan linier apabila hubungan dari semua titik X dan Y dalam suatu scatter diagram mendekati suatu garis lurus. Jika NU dan Muhammadiyah berjalan beriringan maka akan membawa bangsa Indonesia ke jalan yang lurus (on the track).

Adapun secara eksternal, NU dan Muhammadiyah harus memiliki hubungan eksponensial dalam istilah matematis. Pertumbuhan secara eksponensial adalah proses yang meningkatkan kuantitas (jumlah) dari waktu ke waktu. NU fokus bergerak menumbuhkan Indonesia dengan dakwah tradisional, sedangkan Muhammadiyah bergerak menumbuhkan Indonesia dengan dakwah modern.

“Jika hubungan linear dan eksponensial antara NU dan Muhammadiyah ini dilakukan maka, kita tetap optimis bahwa Indonesia akan tetap ada dan berdiri kokoh hingga ratusan tahun kemudian,” tutur Fadhli menerangkan lebih lanjut.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button