Kanal

Perintah ICC, Mungkinkah Putin Diseret ke Polda atau Mako Brimob?

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin dengan tuduhan melakukan kejahatan perang. Akankah Putin dengan mudah ditangkap kemudian dijebloskan ke penjara termasuk jika berkunjung ke Indonesia?

Surat perintah penangkapan dikeluarkan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Kejaksaan pada 22 Februari 2023. “Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dua orang dalam konteks situasi di Ukraina: Bapak Vladimir Vladimirovich Putin dan Ibu Maria Alekseyevna Lvova-Belova,” tulis laporan itu dikutip dari laman resmi ICC, Sabtu (18/3/2023).

Pihak ICC mengungkapkan alasan dikeluarkannya surat penangkapan terhadap Putin. Menurut mereka, Putin dianggap gagal melakukan tindakan secara langsung, bersama-sama dengan orang lain atau melalui orang lain untuk mengontrol bawahan sipil dan militer yang melakukan tindakan tersebut.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut keputusan itu sebagai keputusan yang bersejarah. Menurutnya, jumlah anak-anak yang dideportasi dari Ukraina lebih dari 16.000 orang. “Deportasi adalah kejahatan negara yang dimulai tepat dengan pejabat tinggi negeri ini. Tidak mungkin melakukan operasi kriminal semacam itu tanpa persetujuan orang yang memimpin negara teroris,” ujarn Zelenskyy dalam pidatonya, Jumat (17/3/2023).

Mengutip Reuters, perintah pengadilan itu tak bisa diterima pihak Rusia. Memang Rusia, seperti Amerika Serikat (AS), dan China, bukan anggota ICC. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia merasa pertanyaan yang diajukan oleh ICC ‘keterlaluan dan tidak dapat diterima’, serta bahwa semua keputusan pengadilan itu ‘batal dan tidak berlaku’ ke Rusia.

Pihak Kremlin tak menampik program deportasi ribuan anak Ukraina ke Rusia, namun menyatakan aksi itu sebagai kampanye kemanusiaan untuk melindungi anak yatim piatu dan anak-anak terlantar di zona konflik.

“Ini membuat Putin menjadi paria. Jika dia bepergian, dia berisiko ditangkap. Ini tidak akan pernah hilang. Rusia tidak dapat memperoleh keringanan sanksi tanpa mematuhi surat perintah,” kata Stephen Rapp, mantan duta besar AS untuk kejahatan perang.

Dengan seruan ini, Putin dapat ditangkap jika menginjakkan kaki di negara anggota ICC. ICC pun mewajibkan 123 negara anggotanya untuk menangkap Putin jika berada di negara mereka. Jika terjadi, Putin akan dipindah ke Den Haag, Belanda, untuk diadili dalam pengadilan.

Bukan hal mudah menangkap Putin

Hanya saja, Vladimir Putin mungkin tidak akan melihat bagian dalam sel di Den Haag dalam waktu dekat. Namun, surat perintah penangkapan kejahatan perangnya dapat merusak kemampuannya untuk bepergian dengan bebas dan bertemu dengan para pemimpin dunia lainnya, yang mungkin merasa kurang tertarik untuk berbicara dengan orang yang dicari pengadilan.

Putin hanyalah kepala negara ketiga yang didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional saat masih berkuasa. Ada beberapa konsekuensinya bagi pemimpin Kremlin dengan adanya seruan ICC ini. Misalnya, 123 negara anggota ICC wajib menahan dan memindahkan Putin jika dia menginjakkan kaki di wilayah mereka.

Rusia bukan anggota ICC dan begitu pula China, AS atau India, yang menjadi tuan rumah pertemuan puncak akhir tahun ini dari para pemimpin kelompok ekonomi besar G20, termasuk Rusia.

Pengadilan kejahatan perang permanen dunia diciptakan oleh Statuta Roma, sebuah perjanjian yang diratifikasi oleh semua negara Uni Eropa, serta Australia, Brasil, Inggris, Kanada, Jepang, Meksiko, Swiss, 33 negara Afrika, dan 19 negara di Pasifik Selatan.

Rusia menandatangani Statuta Roma pada 2000, tetapi menarik dukungannya pada 2016, setelah ICC mengklasifikasikan aneksasi Moskow atas Semenanjung Krimea Ukraina sebagai konflik bersenjata.

“Putin tidak bodoh. Dia tidak akan bepergian ke luar negeri ke negara tempat dia mungkin ditangkap,” kata asisten profesor sejarah di Universitas Utrecht Iva Vukusic. “Dia tidak akan dapat melakukan perjalanan cukup banyak di tempat lain di luar negara-negara yang jelas-jelas bersekutu atau setidaknya bersekutu (dengan) Rusia,” kata Vukusic.

Pengalaman masa lalu ICC

Mengutip Channel News Asia, ada beberapa contoh kasus presiden atau mantan presiden yang pernah bernasib serupa dengan ICC. Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir dan Muammar Gaddafi dari Libya adalah pemimpin lain yang didakwa oleh ICC saat menjabat sebagai kepala negara. Tuduhan terhadap Gaddafi dihentikan setelah dia digulingkan dan dibunuh pada 2011.

Bashir, yang didakwa pada 2009 atas genosida di Darfur, tetap menjabat selama satu dekade lagi sampai digulingkan dalam kudeta. Dia telah diadili di Sudan untuk kejahatan lain tetapi belum diserahkan ke ICC.

Saat menjabat, dia melakukan perjalanan ke sejumlah negara Arab dan Afrika, termasuk negara anggota ICC seperti Chad, Djibouti, Yordania, Kenya, Malawi, Afrika Selatan, dan Uganda, yang menolak untuk menahannya. Pengadilan menegur negara-negara tersebut atau merujuk mereka ke Dewan Keamanan PBB karena ketidakpatuhannya.

ICC memang pernah mengadili seorang mantan kepala negara setelah dia meninggalkan jabatannya yakni mantan Presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo, yang dibebaskan dari semua tuduhan pada 2019 setelah menjalani persidangan selama tiga tahun.

Presiden Kenya William Ruto dan pendahulunya Uhuru Kenyatta juga pernah didakwa oleh ICC sebelum mereka terpilih. Tuduhan terhadap kedua pria itu telah dibatalkan. Kenyatta adalah satu-satunya pemimpin yang muncul di hadapan ICC saat masih menjabat.

Selain ICC, beberapa mantan pemimpin telah diadili oleh pengadilan internasional lainnya. Di antara kasus-kasus penting itu adalah kasus Slobodan Milosevic, mantan presiden Serbia dan Yugoslavia, menjadi mantan kepala negara pertama yang muncul di hadapan pengadilan internasional sejak Perang Dunia Kedua ketika dia diadili di PBB.

Pengadilan digelar atas tuduhan kejahatan selama perang Balkan tahun 1990-an. Dia meninggal dalam tahanan pada tahun 2006 sebelum putusan dijatuhkan.

Mantan pemimpin Liberia Charles Taylor juga dinyatakan bersalah atas kejahatan perang pada tahun 2012 oleh Pengadilan Khusus yang didukung PBB untuk Sierra Leone di Den Haag. Taylor adalah mantan kepala negara pertama yang dihukum karena kejahatan perang oleh pengadilan internasional sejak pengadilan Nuremberg terhadap para pemimpin Nazi setelah Perang Dunia II.

Satu lagi, Mantan Presiden Kosovo Hashim Thaci, salah satu musuh Milosevic dalam perang Balkan tahun 1990-an, meninggalkan jabatannya setelah didakwa melakukan kejahatan perang oleh pengadilan kejahatan perang Kosovo di Den Haag. Dia akan diadili bulan depan.

Bisa ditangkap di Indonesia?

Bagaimana jika Putin berkunjung ke Indonesia? ICC berlandaskan kepada Statuta Roma. Hingga kini, Statuta pejuang norma anti impunitas untuk mengadili perkara kejahatan serius telah diratifikasi oleh 123 negara.

ICC sebagai lembaga hukum permanennya berkomitmen untuk mengadili empat kejahatan serius yaitu genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Hingga saat ini, 19 kasus telah diinvestigasi oleh ICC.

Indonesia, sebagai negara yang tidak turut serta dalam penyusunan Statuta Roma, hingga kini belum meratifikasi Statuta Roma. Padahal, terhitung sejak mulai berlakunya Statuta Roma pada tahun 2002, Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap Statuta Roma, baik dalam ide-ide penyelesaian kejahatan berat maupun rencana ratifikasi Statuta Roma sebagai bagian dari peningkatan komitmen Indonesia terhadap HAM.

Jadi jika Putin datang ke Indonesia untuk sekadar belibur menikmati paparan sinar matahari pagi di Pantai Sanur, ia akan tetap aman-aman saja. Tidak mungkin juga begitu turun di bandara Soekarno-Hatta, kemudian digelandang ke Mapolda Metro Jaya atau ke Mako Brimob. Karena Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi Statuta Roma.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button