News

Polemik Minyak, Pangeran Saudi Ancam AS dengan Jihad dan Martir

Senin, 17 Okt 2022 – 09:38 WIB

Polemik Minyak, Pangeran Saudi Ancam AS dengan Jihad dan Martir - inilah.com

(Foto: Tangkap Layar/@kenklippenstein)

Menyusul panasnya hubungan Amerika Serikat (AS) dengan negara-negara eksportir minyak dan sekutunya yang tergabung dalam OPEC+, Pangeran Saudi Saud al-Sha’lan, kerabat dekat Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman atau MBS menyatakan ancaman. Saudi tak segan-segan untuk mengambil tindakan jihad dan martir bagi siapapun yang menentang kerajaan.

Ancaman tersebut menyusul kritik Partai Demokrat terhadap kenaikan harga minyak. “Siapa pun yang menantang keberadaan negara ini dan kerajaan ini, kita semua adalah proyek jihad dan kemartiran,” kata Pangeran Saudi Saud al-Sha’lan sebagaimana diunggah akun twitter @kenklippenstein dikutip Inilah.com, Senin (17/10/2022).

Saudi Prince Saud al-Shaalan, close relative of MBS, said this following Democrats’ criticism of their oil price hike: “Anybody that challenges the existence of this country and this kingdom, all of us we are projects of jihad and martyrdom.”

pic.twitter.com/3nXXnE6lZ4

— Ken Klippenstein (@kenklippenstein) October 16, 2022

Sebelumnya, di tengah ancaman krisis energi global, OPEC+ justru mengumumkan pengurangan pasokan terbesarnya sejak 2020. Kelompok itu pun mengecam apa yang digambarkan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden sebagai keputusan yang ‘berpandangan sempit’.

Namun, keputusan tersebut tampaknya akan berbuntut panjang dan mengancam hubungan AS dengan negara-negara OPEC+ lebih lanjut.

Bahkan, analis energi percaya hal itu bisa menjadi ‘pintu masuk’ bagi AS untuk mencpba mengendalikan pengaruh OPEC+. Adapun, Presiden AS Joe Biden telah mengisyaratkan Kongres akan segera berusaha untuk mengendalikan pengaruh kelompok itu.

OPEC dan sekutu non-OPEC, sebuah kelompok yang sering disebut sebagai OPEC+, telah sepakat untuk mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari mulai November. Langkah ini dirancang untuk memacu pemulihan harga minyak mentah, yang telah turun menjadi sekitar US$80 per barel setelah sempat mencapai US$120 per barel pada awal Juni.

Kekecewaan AS terhadap sikap OPEC+ ini tidak datang secara tiba-tiba. Negeri Paman Sam telah berkali-kali meminta agar produksi minyak digenjot untuk mengatasi krisis energi dan menurunkan harganya di hilir.

Selain itu, Biden juga berkepentingan untuk menjaga harga bahan bakar jelang pemilihan paruh waktu pada bulan depan.

Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih mengatakan Biden kecewa dengan keputusan ‘picik’ OPEC+ untuk memangkas kuota produksi, sementara ekonomi global menghadapi dampak negatif lanjutan dari serangan Putin ke Ukraina.

Gedung Putih menambahkan bahwa Biden telah mengarahkan Departemen Energi untuk melepaskan 10 juta barel lagi dari cadangan minyak strategis bulan depan.

“Mengingat tindakan hari ini, Administrasi Biden juga akan berkonsultasi dengan Kongres tentang alat dan otoritas tambahan untuk mengurangi kontrol OPEC atas harga energi,” kata Gedung Putih.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button