Ototekno

Praktisi: Fenomena Social Commerce, Gerak Cepat UMKM di Era Digital

Pandangan tentang social commerce sebagai strategi bisnis yang inovatif mendapatkan sorotan dalam diskusi yang digelar oleh Forum Wartawan Teknologi (FORWAT) di Jakarta, Jumat (15/9/2023). Praktisi pemasaran dan Behavioral Science, Ignatius Untung, menyebut social commerce sebagai “inovasi digital yang tidak dapat terhindarkan.”

Untung, yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) periode 2018-2020, menekankan keunggulan strategi pemasaran ini dalam menyediakan pengalaman yang terpersonalisasi. “Salah satu keunggulannya adalah kedekatan personal,” ujarnya.

Social commerce, yang banyak dilakukan melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook, dinilai efektif karena memanfaatkan dasar relasi atau pertemanan antara penjual dan pembeli. Karena adanya kedekatan ini, banyak transaksi berhasil terjadi.

Metode ini juga dianggap menawarkan daya tarik baru bagi pelaku usaha, termasuk UMKM, dalam bentuk konten hiburan. “Pelaku usaha dapat menghadirkan daya tarik baru lewat medium berupa konten hiburan,” kata Untung.

Terkait peraturan yang sedang digodok oleh Pemerintah, Untung berpendapat bahwa ada ruang bagi regulator untuk mendukung persaingan bisnis yang sehat di media sosial. 

“Alangkah baiknya pemerintah memperbaiki celah-celah yang lebih menguntungkan konsumen, ketimbang fokus pada membuat aturan yang membuat bisnis jadi lebih sulit berkembang,” ungkapnya.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC), M. Tesar Sandikapura, juga menambahkan bahwa karakteristik masyarakat Indonesia yang suka berbagi menjadikan social commerce memiliki dampak yang lebih besar di Indonesia. 

“Ini terjadi karena tingkat partisipasi publik yang sudah matang dalam hal sharing, shaping, dan funding lewat media sosial,” tuturnya.

Saat ini, Pemerintah sedang menggodok revisi aturan mengenai perdagangan digital. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 50 tahun 2020 menjadi salah satu aturan yang saat ini sedang dalam pembahasan. Kesepakatan umum adalah bahwa aturan tersebut harus memenuhi prinsip melindungi semua pihak: konsumen, pengusaha, dan kedaulatan negara.

Melihat perkembangan ini, menjadi jelas bahwa social commerce tidak hanya mengubah cara kita berbelanja, tetapi juga menawarkan potensi besar untuk pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Oleh karena itu, adaptasi dan regulasi yang cermat akan menjadi kunci sukses dari fenomena ini.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button