News

R-KUHP Segera Diketok, Hina Presiden hingga Menteri Bisa Dipenjara 1,5 Tahun

Kamis, 24 Nov 2022 – 22:18 WIB

1656404606205(1) - inilah.com

Mahasiswa dari BEM UI dan aliansi mahasiswa lainnya saat berunjuk rasa menolak R-KUHP di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2022). Foto: (Inilah.com/Safarian Shah)

Ketok palu pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP) oleh DPR RI tinggal menunggu waktu. Pasalnya, pemerintah dan Komisi III DPR RI satu suara alias sepakat menyangkut 23 Daftar Inventaris Masalah (DIM) R-KUHP dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/11/2022).

Dalam kesempatan itu, pemerintah melalui Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyerahkan draft R-KUHP terbaru. Draft ini antara lain memuat Pasal 240 mengenai penghinaan terhadap pemerintah yaitu presiden, wakil presiden (wapres), dan menteri akan dipidana penjara selama 1,5 tahun.

“(1) Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” kata Edward.

Edward selanjutnya menjelaskan lebih jauh tentang ketentuan yang tercantum dalam Pasal 240 R-KUHP tersebut.

“(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” ujar Edward.

Kemudian, kata dia membeberkan, ayat (3) Pasal 240 mengatur penghinaan terhadap pemerintah ini hanya dapat dituntut berdasarkan adanya aduan dari pihak yang dihina. “(4) Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara tertulis oleh pimpinan lembaga negara,” terangnya.

Penjelasan Pasal 240 yang dimaksud pemerintah yaitu adalah presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan negara yang dibantu oleh wapres dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara RI 1945.

Perdebatan Definisi Menghina

Pembahasan mengenai pasal itu sendiri sempat menimbulkan perdebatan di Komisi III DPR. Hal ini antara lain mengenai definisi menghina. Perdebatan membahas berbagai istilah menghina hingga perbedaannya dengan pemfitnahan.

Namun, pada akhirnya pemerintah dan Komisi III DPR RI sepakat bahwa menghina memiliki definisi sebagai perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara. Termasuk menista atau memfitnah.

“Menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara,” ujar Edward.

Oleh karena itu, ia mengatakan, dalam asas negara Indonesia sebagai negara demokrasi, kritik menjadi hal yang penting bagian dari kebebasan berekspresi.

“Yang sedapat mungkin bersifat konstruktif walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan pemerintah atau lembaga negara lainnya,” kata Edward memaparkan.

“Pada dasarnya kritik dalam pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Jadi kami sudah memberikan rambu-rambu,” ujarnya menambahkan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button