News

Revisi UU TNI Dinilai sebagai Kemunduran Demokrasi

Peneliti Pusat Penelitian DPR RI, Poltak Partogi mengkritisi rencana revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dia menilai, sejumlah pasal yang diajukan merupakan bentuk kemunduran demokrasi.

“Ya kalau revisi UU (TNI) itu diajukan kandas sudah reformasi sektor keamanan. Yang terjadi itu benar-benar kemunduran,” ujarnya dalam diskusi publik Involusi Sektor Pertahanan Problematika RUU TNI, komando teritorial, peradilan militer dan tugas non militer, di Jakarta Selatan, Jumat (16/6/2023).

Mungkin anda suka

Partogi mengatakan banyak pasal dalam rencana revisi UU tersebut yang menyebabkan turunnya demokrasi. Dia juga mempertanyakan mengenai awal mulai revisi UU tersebut. Partogi beranggapan jika TNI membelakangi supremasi hukum. “Sehingga menambah, membuktikan bahwa kondisi kita benar-benar dalam situasi defisit demokrasi,” katanya.

“Mengapa demikian? Bisa diliat dari revisi UU yang diajukan. Yang kita tidak tahu bagaimana awal mulanya. Yang kita tahu setiap revisi UU itu ada prosesnya ada UU yang mengaturnya di amandemen, tiba-tiba ada perdebatan tentang ini dan kita tidak tahu draft-nya karena memang belum dikoordinasikan ke masyarakat,” tegas dia.

Diketahui, Badan Pembinaan Hukum TNI sedang menggodok usulan draf perubahan UU TNI, antara lain, soal penambahan pos-pos kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI.

Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengatur ada 10 pos jabatan di kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI, sementara pada usulan yang masih digodok oleh internal Babinkum ada 18 kementerian/lembaga.

Tambahan delapan kementerian/lembaga itu meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button