Market

Rupiah Anjlok Rp16.270/US$, Apindo: Pengusaha Manufaktur Megap-megap


Tak hanya rakyat kecil yang harus bertambah beban hidupnya karena jebloknya nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS (US$). Kalangan pengusaha pun kena pulutnya jua. Hari ini, rupiah ditutup Rp16.220/US$.

Mungkin anda suka

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengakui, pemehan rupiah menjadi hantaman keras untuk pengusaha, khususnya manufaktur. Minimal menggerus confidence ekspansi.

Sebab, kata Shinta, pelaku industri manufaktur khawatir terjadi kenaikan harga bahan baku impor yang cukup signifikan dampak pelemahan rupiah. Untuk itu, pemerintah perlu menelorkan kebijakan yang memperluas pemberian insentif serta memfasilitasi masuknya investasi. “Untuk menciptakan output berdaya saing ekspor,” kata Shinta, Jakarta, Selasa (23/4/2024).

Itu masih belum cukup. Kata Shinta, pemberian insentif untuk industri hilir maupun pengguna, perlu menjadi prioritas. Alasannya, untuk menciptakan kemitraan supply chain dengan industri di hulu.

Pemerintah juga diharuskan memanfaatkan momentum melemahnya rupiah ini secara paralel, untuk meningkatkan daya saing kualitas dan harga pasar produk-produk hulu.
“Agar dapat menciptakan domestik supply chain industri yang lebih kuat dan mendiversifikasi kebutuhan impor bahan baku,” kata Shinta.

Shinta mengaku sepakat agar pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi kebijakan untuk stabilisasi rupiah. Hanya saja, pemerintah punya keterbatasan untuk stabilisasi rupiah dalam waktu dekat.

Sebab pemicu tekanan terhadap nilai tukar ini bersifat eksternal atau di luar kendali pemerintah. “Tapi kami berharap upaya-upaya intervensi ini tetap terus dilakukan agar rupiah tidak terdepresiasi terlalu dalam dan cepat rebound,” ucap Shinta.

Shinta mengatakan, bahwa sementara ini pemerintah bisa melakukan intervensi yang diarahkan pada kendali terhadap foreign capital flight dan memaksimalkan penerimaan dana asing dari berbagai instrumen.

Di sisi lain, Shinta berharap BI tidak gegabah dalam mengatur suku bunga acuan. Di mana, kenaikan suku bunga tinggi berpotensi menekan daya beli dan produktivitas seluruh sektor ekonomi nasional, sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button