News

Rusia Umumkan Rencana Perluasan Militer dan Penambahan Unit Baru

rusia-umumkan-rencana-perluasan-militer-dan-penambahan-unit-baru

Rusia pada Rabu (21/12) mengumumkan rencana ambisius untuk memperkuat militernya dari 1 juta personel menjadi 1,5 juta. Upaya itu dilakukan untuk membangun beberapa unit militer baru, sebagai bagian dari rencana meningkatkan kekuatan militer akibat kehilangan banyak tentara dalam perang yang berlangsung di Ukraina.

Panglima militer Rusia mengutip rencana NATO untuk memasukkan Finlandia dan Swedia sebagai faktor dalam rencana pembangunan militer tersebur.

Rencana tersebut secara resmi diungkap Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, pada Rabu lalu. Shoigu mengatakan, Rusia membutuhkan 1,5 juta personel pasukan “untuk menjamin pemenuhan tugas serta memastikan keamanan Rusia.”

Militer Rusia saat ini memiliki sekitar 1 juta tentara, dibandingkan dengan pasukan Cina yang berjumlah dua juta, atau pasukan AS yang sekitar 1,4 juta. India juga memiliki lebih dari 1,4 juta personel tentara.

Kremlin sebelumnya menganggap ukuran militernya sudah cukup, tetapi kalkulasi berubah setelah harapan untuk diraihnya kemenangan cepat pada manuver invasi atas tetangganya, Ukraina, dihancurkan oleh perlawanan sengit warga dan tentara negeri itu. Di tengah perang, Rusia dan Ukraina sama-sama merahasiakan korban militer mereka. Militer Rusia terakhir kali melaporkan kerugian pertempurannya pada September, ketika mengatakan 5.937 tentara mereka tewas. Tetapi Barat memiliki perkiraan yang jauh lebih tinggi.

Awal pekan ini, Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace, mengatakan 100.000 tentara Rusia tewas, terluka, atau kabur sejak invasi dimulai.

Pada Agustus lalu, Putin memerintahkan peningkatan jumlah militer Rusia menjadi 1,15 juta mulai 1 Januari. Dan pada September, ia memerintahkan mobilisasi 300.000 cadangan untuk memperkuat pasukannya di Ukraina.

Sementara Putin mengatakan tidak perlu mengumpulkan lebih banyak, dekrit mobilisasinya terbuka, memungkinkan militer untuk memanggil cadangan tambahan bila diperlukan. Keputusan Putin juga melarang tentara sukarelawan mengakhiri kontrak mereka.

Mobilisasi tersebut dilakukan di atas draf reguler, yang memanggil 120.000 hingga 140.000 orang dua kali setahun untuk tur dinas wajib militer selama satu tahun.

Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa mereka hanya mengandalkan sukarelawan di Ukraina dan tidak melibatkan wajib militer dalam pertempuran. Militer Rusia memiliki sekitar 400.000 tentara kontrak, termasuk sekitar 150.000 di pasukan darat, sebelum dimobilisasi ke Ukraina.

Shoigu mengatakan militer Rusia yang diperluas akan mencakup 695.000 tentara kontrak sukarela, 521.000 di antaranya harus direkrut pada akhir tahun 2023.

Semua pria Rusia berusia 18 hingga 27 tahun diwajibkan untuk bertugas di militer selama satu tahun, tetapi banyak yang menggunakan penangguhan kuliah dan pengecualian kesehatan untuk menghindari wajib militer. Shoigu mengatakan rentang usia wajib militer akan diubah menjadi 21 hingga 30 tahun, dan calon akan ditawari pilihan antara melayani selama satu tahun sebagai wajib militer, atau menandatangani kontrak dengan militer sebagai sukarelawan.

Aktivis hak asasi manusia telah melaporkan banyak kasus di mana wajib militer dipaksa menandatangani kontrak untuk melayani sebagai sukarelawan, dan pernyataan Shoigu tampaknya mengisyaratkan bahwa praktik tersebut akan diperluas.

Sementara beberapa wajib militer muda telah dipaksa untuk mendaftar sebagai sukarelawan, banyak pria Rusia, terutama mereka yang tinggal di bagian ekonomi yang kesulitan di negara itu, mendaftar untuk mendapatkan gaji yang layak. Selain upah militer, pihak berwenang juga menjanjikan mereka pembayaran ekstra dan berbagai bonus untuk ikut serta dalam pertempuran.

Putin berjanji bahwa mereka yang dimobilisasi akan mendapatkan upah bulanan setidaknya 195.000 rubel (sekitar 2.800 dolar AS atau sekitar Rp 43,4 juta pada kurs 15.500), sekitar lima kali lebih tinggi dari gaji rata-rata Rusia. Beberapa otoritas regional berjanji untuk mengatasinya dengan dana mereka sendiri. Persoalannya, beberapa waktu lalu para rekrutan banyak yang desersi dan kabur, karena janji tersebut ternyata hanya “angin sorga” alias “PHP”.

Keluarga tentara yang tewas dalam aksi di Ukraina berhak atas berbagai kompensasi yang dimandatkan negara, yang secara total dapat melampaui 12 juta rubel (lebih dari 170 ribu dollar AS atau sekitar Rp 2,64 miliar).

Terlepas dari pembayaran dan tunjangan lainnya, perintah mobilisasi Putin mendorong ratusan ribu orang melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari panggilan, dan militer telah berjuang dengan segala cara agar para desertir itu bisa ditangkap kembali.

Tetapi kekhawatiran pihak berwenang bahwa mobilisasi dapat memicu ketidakpuasan yang luas belum terwujud, dan protes sporadis di seluruh Rusia gagal mendapatkan momentum. Banyak ahli militer mengatakan Rusia dapat memanggil jumlah yang lebih besar, dan beberapa memperkirakan gelombang baru mobilisasi dapat dimulai awal tahun depan.

Shoigu menguraikan rencana untuk membentuk unit militer baru dan kelompok pasukan di Rusia barat, termasuk korps tentara yang akan dikerahkan ke wilayah barat laut Karelia, dekat Finlandia. Rencana tersebut menandai kembalinya struktur militer era Soviet, yang ditinggalkan Rusia selama reformasi militer baru-baru ini, yang cenderung kepada penciptaan unit yang lebih kecil dan mobile.

Beberapa ahli militer Rusia berpendapat bahwa unit yang lebih kecil–yang dimaksudkan untuk digunakan dalam konflik local–tidak memiliki awak dan perlengkapan untuk pertempuran besar-besaran seperti aksi di Ukraina.

Shoigu menyatakan bahwa brigade infanteri, udara, dan laut yang ada akan dibentuk kembali menjadi divisi, unit yang lebih besar yang dimiliki Rusia di masa lalu dan yang masih dimiliki AS dan beberapa sekutu NATO. Ia juga mengumumkan akan dibentuk beberapa divisi baru.

Sebagai bagian dari reformasi yang direncanakan, beberapa unit angkatan udara akan ditempatkan di bawah kelompok angkatan darat dalam upaya nyata untuk meningkatkan koordinasi di antara mereka, yang menurut banyak pengamat terbukti tidak cukup selama pertempuran di Ukraina.

Dalam pidato yang dilontarkan di hadapan para petinggi militer, Presiden Putin menekankan perlunya menggunakan pelajaran yang dipetik selama pertempuran untuk memodernisasi angkatan bersenjata. Dia secara khusus menggarisbawahi pentingnya meningkatkan komunikasi dan meningkatkan taktik artileri. Beberapa blogger militer Rusia menyesalkan bahwa koordinasi antarunit sering kali buruk, dan komandan terlalu lama untuk menentukan dan membersihkan target untuk serangan artileri dan roket.

Putin juga menekankan perlunya memperluas penggunaan drone, menekankan bahwa perangkat tersebut telah memainkan peran besar dalam banyak konflik terakhir.

Presiden Rusia juga berjanji bahwa industri militer akan meningkatkan produksi senjata, dengan mengatakan mereka dapat melakukannya tanpa menghabiskan sumber daya negara dan merusak perekonomian.

Putin juga berjanji untuk memberikan penekanan khusus pada modernisasi kekuatan nuklir Rusia, yang dia gambarkan sebagai “jaminan utama kedaulatan dan integritas teritorial kita, paritas strategis dan keseimbangan kekuatan global.”

Dia mengatakan bahwa rudal balistik antarbenua Sarmat yang baru akan segera beroperasi. Sarmat dimaksudkan untuk menggantikan rudal balistik buatan Soviet yang sudah tua dan membentuk inti dari kekuatan nuklir Rusia. Putin memuji kemampuannya untuk menghindari pertahanan rudal apa pun.

Putin menambahkan bahwa Rusia akan mengerahkan lebih banyak senjata hipersonik, mencatat bahwa kapal perang pertama yang dilengkapi dengan rudal hipersonik Zirkon yang canggih akan ditugaskan dalam angkatan laut bulan depan. [Reuters/Arab News]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button