Arena

Setelah Piala Dunia U-17, Indonesia Perlu Pembinaan dan Kompetisi Sejak Dini

Penyelenggaraan Piala Dunia U-17 2023 di Indonesia menjadi momentum penting bagi pengembangan sepak bola nasional.

Meski gagal lolos ke babak 16 besar, penampilan Timnas U-17 Indonesia asuhan Bima Sakti mendapat apresiasi dari berbagai pihak.

Salah satu yang patut diapresiasi adalah kemampuan Timnas U-17 Indonesia untuk mengimbangi tim-tim kuat seperti Ekuador dan Panama. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sepak bola Indonesia di usia muda masih sangat besar.

Setelah ini, Indonesia pun memumpuk mimpi untuk bisa menembus Piala Dunia level senior pada 2030 dan seterusnya. Namun, untuk bisa menembus Piala Dunia senior, Timnas U-17 Indonesia masih membutuhkan pembinaan dan kompetisi yang lebih baik.

“Pembinaan  Timnas U-17 Indonesia sudah berjalan dengan baik. Namun, kita perlu peningkatan kualitas pelatih dan kompetisi yang lebih kompetitif,” kata Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Surono, dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Momentum Regenerasi Sepak Bola Indonesia’, Senin (20/11/2023).

Dia memaparkan, pembinaan sepak bola usia muda di Indonesia perlu dilakukan secara berjenjang, mulai dari usia dini hingga usia remaja. Pembinaan di usia dini (U-10) berfokus pada pengembangan keterampilan dasar. Sementara di usia remaja (U-12 sampai U-17) anak-anak mulai dilatih untuk fokus pada pengembangan taktik dan fisik.

Pembinaan sepak bola usia muda di Indonesia juga perlu dilakukan secara komprehensif, tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga aspek taktik, fisik, mental, dan psikologis.”Selain itu, pembinaan juga perlu dilakukan secara berkelanjutan, sehingga bibit-bibit unggul yang muncul bisa terus berkembang dan meningkatkan kemampuannya,” paparnya.

Di samping pembinaan, Surono menambahkan, kompetisi sepak bola usia muda juga sangat penting untuk meningkatkan kualitas pemain. Kompetisi harus kompetitif dan memberikan tantangan yang sesuai dengan kemampuan pemain.

“Pada usia 10-12 tahun, kompetisi harus bersifat rekreasional dan menyenangkan. Kompetisi harus mendorong pemain untuk bermain sepak bola dengan semangat dan motivasi yang tinggi,” sebutnya.

Kemudian pada usia 13-15 tahun, kompetisi harus lebih kompetitif. Kompetisi harus mendorong pemain untuk mengembangkan kemampuannya dan meningkatkan kualitas permainannya.

Pada usia 16-17 tahun, kompetisi harus sangat kompetitif. Kompetisi di jenjang ini harus memberikan tantangan yang nyata bagi pemain untuk meningkatkan kemampuannya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kompetisi di level yang lebih tinggi. Salah satunya, kompetisi Elite Pro Academy (EPA) U-16 dan U-18. Kompetisi ini bertujuan untuk memberikan pengalaman bermain yang kompetitif bagi para pemain usia dini.

“Kami juga bekerja sama dengan PSSI untuk mengadakan kompetisi usia dini, seperti EPA U-16 dan U-18. Kompetisi ini bertujuan untuk memberikan pengalaman bermain yang kompetitif bagi para pemain usia dini,” kata Surono.

Sinkronisasi Pembinaan Atlet

Dalam forum yang sama, pengamat olahraga Sapto Haryo Rajasa menyoroti pentingnya sinkronisasi pembinaan sepak bola dari usia dini. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia di masa depan.

Dia pun bercerita tentang pengalamannya saat meliput turnamen sepak bola usia 14 tahun di Bali. Ia melihat bahwa pemain-pemain muda Thailand memiliki keunggulan teknis yang signifikan dibandingkan pemain-pemain Indonesia.

“Saat itu saya tanya kepada pemain Thailand, mereka main di mana. Ternyata mereka sudah tergabung di klub-klub profesional sejak usia 12-13 tahun. Sementara pemain Indonesia masih bermain di SSB atau sekolah,” ujar Sapto.

Perbedaan ini, menurut Sapto, disebabkan oleh perbedaan sistem pembinaan sepak bola di kedua negara. Thailand memiliki kompetisi sepak bola junior yang reguler dan berkelanjutan. Sementara di Indonesia, kompetisi sepak bola junior masih bersifat turnamen yang digelar secara berkala.

“Kompetisi yang reguler dan berkelanjutan akan memberikan kesempatan kepada pemain-pemain muda untuk mengasah kemampuannya secara konsisten. Sementara turnamen hanya memberikan kesempatan bermain yang terbatas,” kata Sapto.

Sapto menyarankan agar PSSI dan pemerintah bekerja sama untuk mewujudkan sinkronisasi pembinaan sepak bola dari usia dini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengafiliasi SSB dengan klub-klub profesional.

“SSB harus terafiliasi dengan klub-klub profesional. Dengan begitu, pemain-pemain muda akan mendapatkan kesempatan bermain di kompetisi yang reguler dan berkelanjutan,” kata Sapto. Dengan adanya sinkronisasi pembinaan sepak bola dari usia dini, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kualitas sepak bolanya dan menjadi kekuatan sepak bola dunia di masa depan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button