Market

SKK Migas Bak Bebek Lumpuh, AEPI: Sri Mulyani Harus Beri Teguran Keras

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menyebut SKK Migas tak ubahnya bebek lumpuh. Target produksi minyak dan gas (migas) tak tercapai.

Kata Salamuddin kepada Inilahcom, Sabtu (21/5/2022), indikator utama sehat tidaknya APBn adalah terpenuhinya target produksi (lifting) migas nasional.

Jika target lifting migas tidak tercapai, maka APBN dipastikan terpuruk. Dampaknya, stabilitas ekonomi memburuk dan ketahanan nasional terancam.

“Sejak kekuasaan dalam membuat regulasi, melakukan pengawasan hulu migas diserahkan kepada Satuan Kerja Khusus Migas (SKK Migas). Produksi minyak nasional sekarang mencapai titik terendah. Sekarang, produksi migas tidak menunjukkan akan pulih, karena tidak ada strategi untuk memulihkannya,” papar Salamuddin.

Meskipun SKK Migas menetapkan target produksi minyak yang bombastis, yakni sejuta barel per hari, kata Salamuddin, faktanya produksi tak pernah beranjak dari 600-700 ribu barel sehari.

“Ada atau tidak ada SKK Migas, produksi tetap segitu-gitu aja. Bahkan ada pandangan yang mengatakan, keberadaan SKK migas justru menjadi biang kerok dari terpuruknya lifting migas nasional,” terang Salamuddin.

“Regulasi yang tidak pasti, tumpang tindih peraturan dan kelembagaan migas yang kacau tidak dapat diatasi oleh SKK migas. Investasi sektor migas menghadapi keadaan yang tidak nyaman di Indonesia,” imbuhnya.

Padahal, kata dia, Indonesia memiliki momentum untuk menikmati hasil migas. Kenaikan harga minyak kini menembus US$115-120 per barel, dan gas sebesar US$8 per MMBTU. Ini kesempatan bagi Indonesia untuk mendapatkan uang gede dari migas.

Namun, karena produksi migas yang makin menurun mengakibatkan kesempatan itu, hilang begitu saja. Semua negara penghasil migas panen raya, sementara Indonesia gigit jari. Sumbangan sekor migas kepada APBN makin tidak significant.

Padahal, penerimaan negara dari migas atau bagi hasil migas, melalui skema cost recovery dan grossplit, merupakan sumber duit yang diputar untuk subsidi BBM. Di mana, subsidi migas menjadi alat untuk mengendalikan inflasi, agar tidak terjadi gejolak ekonomi.

Dalam hal ini, menurut Salamuddin, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan, mestinya bertanggung jawab atas menurunnya penerimaan negara dari migas. sebagai menkeu yang rajin mendapat penghargaan sebagai menteri terbaik di dunia, Sri Mulyani seharusnya mengerti masalah ini, dan mengawal terwujudnya kenaikan produksi migas nasional.

“Jangan berpangku tangan menunggu hasil dan hanya mengandalkan penerimaan negara dengan memungut pajak dari rakyat dan mengabaikan urusan stragis yakni mengurus migas dan sumber daya alam,” ungkapnya.

Sudah sewajarnya, kata Salamuddin, Sri Mulyani sebagai bendahara negara, menegur Kepala SKK Migas serta jajarannya. Ingatkan mereka: jangan hanya makan gaji buta, lakukan langkah berarti dalam mengurus hulu migas,

“Kalau memang SKK Migas sudah lumpuh, mengapa tidak dibubarkan saja. Lembaga ini dibentuk presiden, maka presiden bisa membubarkannya. Sri Mulyani bisa meminta Presiden Jokowi melakukannya,” pungkas Salamuddin.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button