News

Soroti Sidang MK Kemarin, Yusril: Jangankan Publik, Saya pun Terkecoh

Pakar hukum tata negara menyoroti cara Mahkamah Konstitusi (MK) memutus sejumlah perkara gugatan uji materiil terkait UU Pemilu. Menurutnya, ada penyelundupan hukum dalam sidang yang mengabulkan sebagian dari perkara bernomor 90/PUU-XXI/2023.

Yusril mengaku tidak hanya publik, bahkan dirinya pun mengaku terkecoh dengan proses sidang MK yang berlangsung kemarin, Senin (16/10/2023). Bahkan pada putusan pertama, terkait perkara nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, ia masih memuji MK dan menganggap MK bukan mahkamah keluarga, masih menjadi penjaga konstitusi.

“Tapi sampai pada putusan keempat, kita semua tiba-tiba agak terenyak, sepertinya sebuah kejutan dan sebuah antiklimaks terhadap tiga putusan sebelumnya. Bagi saya, putusan terakhir ini problematik,” ucap Yusril dalam diskusi OTW2024 ‘Menakar Pilpres Pasca Putusan MK’ di AONE Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2023)

Menurutnya, putusan tersebut tidak mengalir dari hulu ke hilir, sehingga dinilai adanya kecacatan hukum. Dia pun memandang ada penyelundupan hukum di putusan tersebut.

“Boleh saya katakan putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang serius. Putusan ini bahkan mengandung sebuah penyelundupan hukum karena putusannya mengatakan mengabulkan sebagian,” kata dia.

Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) ini juga mengatakan putusan tersebut bukanlah putusan bulat. Sebab, dalam putusan, ada 3 hakim menyetujui, 2 hakim concurring opinion, dan 4 dissenting opinion.

“Tapi kalau kita baca argumen yang dirumuskan dalam concurring, itu bukan concurring, itu dissenting, kenapa yang dissenting dibilang concurring? Itulah yang saya katakan penyelundupan. Yang concurring jadi dissenting sehingga putusannya jadi 5:4,” tutur dia.

Meski begitu, kata dia, putusan MK tetap berlaku dan harus dilaksanakan atau ditindaklanjuti, termasuk oleh KPU. Namun Yusril mengatakan PKPU tidak lantas rontok sendiri karena adanya putusan MK. Sebab, MK tak menguji PKPU.

Yusril mengingatkan KPU untuk bertindak sesuai prosedur, jangan fetakompli. KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam membuat aturan. “UU mengatakan KPU mau bentuk peraturan, termasuk ubah peraturan, ya harus konsultasi dengan DPR. Kalau tidak konsultasi, perubahan itu cacat hukum, bisa dibatalkan MA, itu diuji formil tidak memenuhi syarat,” katanya.

Sebagai informasi, MK memutuskan untuk menerima uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Sidang yang mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibirru ini dipimpin langsung oleh pamannya Gibran, yang juga menjabat sebagai Ketua MK, Anwar Usman.

Putusan MK tidak mengubah batas usia minimal capres- cawapres menjadi 40 tahun, tapi mengabulkan syarat berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button