Market

SPBU Curang Ketahuan Mainkan Alat Ukur dan Kemurnian BBM, Berapa Keuntungannya?


Kecurangan Stasiun Pengisian BBM Umum (SPBU) atau pom bensin yang sedang viral setelah sidak Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, menemukan 4 pom bensin curang, sejatinya bukan barang baru. Cara cepat pemilik SPBU mereguk cuan besar dengan cepat.

Mungkin anda suka

Analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng bentuk kecurangan yang lazim terjadi di SPBU adalah mengurangi takaran dan mengoplos BBM jenis tertentu. “Curangnya, Pertalite yang keluar, alat ukurnya sudah diakali. Atau memalsukan Pertamax dengan cara mengoplos Pertalite dengan air. Tujuannya sama-sama mencari cuan,” kata Salamuddin, Jakarta. Kamis (4/4/2024).

Mengapa bisa terjadi? Apakah karena untung bisnis BBM dari SPBU itu, terlalu kecil? Atau bunga kredit bank memberatkan SPBU sehingga harus nekat?

Selanjutnya, Salamuddin mengasumsikan, biaya Investasi SPBU diperkirakan saat ini berkisar Rp30 miliar sampai Rp40 miliar. Investasi ini bakal balik modal atawa break event point (BEP) selama 15 tahun. Nilai bersih saat ini dari investasi Rp40 miliar dengan bunga 10 persen/tahun, mencapai Rp40 miliar ditambah Rp60 miliar (bunga), totalnya menjadi Rp100 miliar.

Lalu, bagaimana untung bulanan dan tahunan SPBU? Salamuddin mengitung, pendapatan SPBU berasal dari margin penjualan. Di mana, margin untuk BBM subsidi sebesar Rp280/liter.

Sedangkan BBM non subsidi mencapai Rp375 hingga Rp420/liter. Meski margin (untung) lebih kecil, pengusaha lebih senang menjual BBM subsidi. Karena, peluang dapatnya lebih besar, baik legal maupun ilegal atau secara curang.

“Kalau pendapatan sah secara umum setiap pom bensin maksimal 50 kiloliter dalam sehari, atau 50 ribu liter. Dikalikan rata rata margin Rp400 atau Rp20 juta/hari. Kalau sebulan sekitar Rp600 juta. Atau setahun menjadi Rp7,2 miliar. Itu pendapatan kotor dalam setahun,” terang Salamuddin.

Bagaimana biaya?  Yakni biaya bunga 10 persen atau sekitar Rp4 miliar. Ditambah biaya lain, listrik dan sewa, anggaplah 20 persen dari gross revenue menjadi Rp1,4 miliar dalam setahun. Biaya penyusutan Rp2,6 miliar, maka total biaya dalam setahun mencapai Rp8 miliar.

Ternyata, menurut Salamuddin, bisnis SPBU berpotensi tekor Rp800 juta per tahun. Namun asetnya pada 2040, atau setelah 15 tahun investasi bakal melonjak menjadi Rp100 miliar.

“Kira-kira bisa dijual segitu. Dikurangi rugi setahun Rp800 juta, maka 15 tahun ruginya menjadi Rp12 miliar.  Masih banyak sisanya dari hasil jual aset yang Rp100 miliar,” ungkapnya.

Nah bagaimana peluang curang? Menurutnya, ini hal terburuk atau  pelanggaran yang perlu dicermati. Terutama soal BBM subsidi. Kalau  terjadi  penyumbatan atau kecurangan lainnya di pom bensin sehingga mampu mencurangi 5 persen saja BBM subsidi, maka pemilik SPBU bisa mengantongi 2.500 liter x Rp14 ribu menjadi Rp35 juta/hari. “Sebulan Rp1,05 miliar, setahun bisa dapat Rp12,6 miliar,” kata Salamuddin.

Dari keadaan rugi Rp800 juta/tahun, lanjut Salamuddin, bisa ditutup dengan hasil menyumbat atau curang. Alhasil, pemilik SPBU bisa kantongi cuan minimal Rp11,8 miliar dalam setahun.

“Cuma ya itu tadi, cara ini tidak benar. Merugikan konsumen dan negara. Pengawasan oleh institusi, lembaga terkait, dan perusahaan penyalur BBM subsidi, harus semakin ketat di masa depan,” pungkasnya. 
 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button