News

Taliban Diam-diam Sambangi Jakarta Awal Juli, Ada Apa?

Kelompok Taliban, yang kini memegang kekuasaan di Afghanistan, dilaporkan melakukan kunjungan ke Jakarta awal Juli lalu. Kantor berita AFP dan Nikkei Asia melaporkan kedatangan delegasi di tingkat menengah itu bertujuan untuk memulihkan hubungan antara Afghanistan dan negara-negara Muslim di dunia.

AFP menulis, Kabul mengonfirmasi telah melakukan pertemuan dengan sejumlah politisi Indonesia di Jakarta. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Afghanistan Hafiz Zia disebut memimpin delegasi dan mempublikasikannya di Twitter.

“Delegasi mengadakan pertemuan dan diskusi yang bermanfaat dengan beberapa cendekiawan, politisi, dan pengusaha di Indonesia. Untuk memperkuat hubungan politik dan ekonomi bilateral,” cuit Zia seperti dimuat media tersebut, Rabu (26/7/2023).

Sementara, salah satu sumber Nikkei Asia mengatakan kunjungan itu bertujuan untuk memperkuat hubungan Afghanistan dan Indonesia.

“Ini adalah delegasi tingkat menengah yang berkunjung ke Indonesia dan Malaysia, dan mencoba untuk meningkatkan hubungan antara Afghanistan dengan dua negara Islam,” kata sumber itu, seperti dikutip Nikkei Asia, Selasa (25/7/2023).

Hal sama juga dkabarkan media Afghanistan Tolo News. Dilaporkan juga bagaimana Taliban menemui sejumlah duta besar negara lain di Jakarta, termasuk Sri Lanka, Bangladesh dan Singapura.

Juru Bicara Kementerian Luar RI Negeri Teuku Faizasyah mengonfirmasi Taliban memang sempat ke Jakarta. Namun, ia menegaskan bahwa delegasi itu datang untuk urusan internal dengan perwakilan Afghanistan di Jakarta.

Faizasyah menggarisbawahi bahwa ‘sifat kunjungan itu informal’ sehingga ‘tidak ada pertemuan apapun dengan pihak pemerintah atau Kementerian Luar Negeri’.

Meskipun sifat kunjungan itu informal, pihak Kementerian Luar Negeri mengetahui kedatangan beberapa anggota kelompok itu karena mengajukan permohonan visa secara resmi.

Menanggapi kunjungan Taliban, pengamat dari lembaga think-tank yang berbasis di Inggris Islamic Theology of Counter Terrorism, Faran Jeffery, menilai lawatan ini untuk menggaet dukungan internasional.

Jeffery menduga delegasi itu melobi pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk mendukungnya.

“Kunjungan ini bukan hanya mencakup tekanan untuk mengakui rezim Taliban, tetapi juga mendorong negara ini untuk berinvestasi di Afghanistan dan menyediakan bantuan,” ucap dia.

Lebih lanjut, Jeffery menerangkan Taliban tak terlalu memberi perhatian terhadap pertemuan tersebut.

“Mungkin agar tuan rumah menghindari rasa malu,” kata Jeffery.

Afghanistan berada dalam krisis politik dan ekonomi usai Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021. Imbas krisis ini, ekonomi di negara Asia Selatan tersebut mengalami kontraksi lebih dari 20 persen.

Sejauh ini, belum ada negara yang secara resmi mengakui Taliban. Indonesia juga masih enggan memberi pengakuan ke kelompok milisi tersebut.

Indonesia tetap tegaskan tiga poin utama pada Afghanistan

Kementerian Luar Negeri memastikan bahwa sikap Indonesia terhadap Taliban masih seperti yang ditegaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika berbicara di DPR pada 2 September 2021, seminggu setelah bertemu dengan perwakilan Taliban di Doha, Qatar pada 26 Agustus 2021.

Pertemuan di Doha itu juga hanya berselang satu minggu setelah Taliban merebut kembali kekuasaan di Afghanistan setelah mundurnya pasukan koalisi pimpinan Amerika setelah perang selama hampir dua dekade.

Ketika berbicara di DPR, Menlu Retno menegaskan bahwa ‘satu-satunya keinginan Indonesia adalah melihat Afghanistan damai, stabil, dan makmur’.

Menurut Menlu Retno, ada tiga poin yang disampaikan pemerintah Indonesia dalam pertemuan di Doha itu, yaitu pentingnya pembentukan pemerintah yang inklusif, jaminan untuk tidak menjadikan Afghanistan sebagai tempat latihan dan persembunyian kelompok teroris yang dapat mengancam keamanan dan stabilitas kawasan, serta penghormatan terhadap hak-hak perempuan.

Ketiga poin ini disampaikan kembali oleh Menlu Retno ketika bertemu perwakilan Taliban-Afghanistan Amir Khan Muttaqi di Islamabad, Pakistan pada 18 Desember 2021. “Bertemu dengan Wakil Taliban Amir Khan Muttaqi di Islamabad dan membahas situasi kemanusiaan, pendidikan dan pemberdayaan perempuan,” cuit Menlu Retno di Twitter ketika itu.

Pertemuan dengan perwakilan Taliban-Afghanistan itu merupakan salah satu pertemuan yang diikuti Menlu Retno, selain pertemuan dengan Menlu Qatar Khalid bin Khalifa bin Abdulaziz Al Thani, dan Utusan Khusus Presiden AS untuk Urusan Afghanistan.

Afghanistan terpuruk dalam jurang kemiskinan

Perekonomian Afghanistan ambruk seiring pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada pertengahan Agustus 2021. Sejak saat itu, rakyat Afghanistan sangat bergantung pada badan-badan bantuan internasional untuk mendapatkan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan.

Tetapi distribusi bantuan ini mengalami hambatan besar ketika Taliban akhir tahun lalu memberlakukan aturan baru yang melarang seluruh perempuan bekerja di LSM dalam dan luar Afghanistan, termasuk badan-badan bantuan internasional.

Badan Urusan Pangan PBB, WFP, pada April lalu mengatakan dibutuhkan sedikitnya US$800 juta untuk membantu rakyat Afghanistan selama enam bulan ke depan, terutama di daerah-daerah yang terancam kelaparan. Proyeksi kebutuhan ini tidak memasukkan elemen bencana, yang kerap terjadi di negara berpenduduk 42 juta jiwa itu.

Banjir yang merendam provinsi Wardak dan Ghazni pada pertengahan bulan ini misalnya, menewaskan sedikitnya 31 orang dan melukai 74 lainnya. Ratusan hektare lahan pertanian rusak karena terendam banjir setinggi lutut orang dewasa.

Juru bicara Taliban di Dewan Otoritas Manajemen Bencana Nasional Shafiullah Rahimi mengatakan pihaknya masih terus melakukan evaluasi daerah-daerah lain yang terdampak banjir dahsyat itu, namun masih belum dilaporkan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button