Market

Tolak Subsidi Tiket KCJB, DPR: Penumpangnya Kelas Menengah ke Atas

Dalam perkiraan ke depan, penumpang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) merupakan kelas menengah ke atas. Kalaupun tiketnya akan disubsidi maka dalam jangka pendek dan maksimal 10 persen. Bahkan untuk selanjutnya hanya tiga persen saja dari total tiket komersialnya.

Menurut Anggota Komisi VI DPR, Rafli Kande, antusias penumpang KCJB hanya di awal saja. Sebab masyarakat hanya ingin menunaikan rasa penasaran ingin mencoba moda transportasi modern tersebut.

Untuk itu, kalau pun tiketnya akan disubsidi maka jangan terlalu besar. “Jadi kalau pun mau di subsidi itu paling tinggi hanya 10% saja & untuk jangka waktu tertentu jadi bisa dibilang promo marketing nya KCJB sebagai bentuk pengenalan ada transportasi baru yaitu Kereta Cepat Jakarta-Bandung,” katanya kepada inilah.com, Minggu (13/8/2023).

Pernyataan Rafli ini menanggapi rencana Presiden Joko Widodo yang akan memberikan subsidi tiket KCJB. Dalam tiga tahun, tiket KCJB akan disubsidi sehingga harga tiket hanya sebesar Rp25.000 per tiket. Anggaran subsidi akan diambilkan dari APBN.

Namun dalam jangka panjang, subsidi tiket KCJB maksimal tiga persen. Apabila terlalu tinggi subsidinya maka akan membebani APBN. Walaupun peluang pemberian subsidi tetap ada, yakni diberikan kepada pengelolanya seperti PT KAI. Subsidi tersebut untuk mengurangi beban operasional KCJB.

“Kalau saya melihat KCJB ini untuk segmen menengah ke atas. Skala subsidinya kecil sekali mungkin di bawah 3% per tiket, jadi itu tidak membebani APBN secara signifikan,” jelas politisi asal Aceh ini.

Antusias masyarakat menggunakan KCJB kemungkinan tidak dalam jangka panjang. Sebab masyarakat hanya penasaran untuk mencoba faktor hemat waktu dan biaya. Mereka akan mencermati waktu yang dibutuhkan sejak dari rumah hingga kantor mereka.

Sebab akses jalan masih kurang dan memakan waktu tempuh untuk aktifitas masyarakat. Apalagi mereka sudah memiliki acuan untuk membandingkan KCJB dengan moda transportasi seperti kereta biasa, bus antar kota, jasa travel maupun menggunakan jalan tol.

“Bisa jadi awal-awal akan banyak penumpang dan ke depannya tergantung dari tarif dan pelayanannya. “Jadi KCJB harus bisa bersaing secara ketat dan fair terhadap transportasi Jakarta – Bandung lainnya yang sudah pasti segmen penumpangnya yang berbeda-beda,” jelas anggota FPKS ini.

Apabila mampu bersaing dengan moda transportasi lain, maka tujuan akan menggurangi jumlah kendaraan pribadi akan signifikan. Perjalanan menggunakan KCJB bisa jadi akan hemat waktu. Tetapi setelah keluar dari stasiun akan menjadi pertaruhan, akan tetap hemat hingga tujuan akhir penumpang.

“Yang masih belum pasti sekarang ini, apakah stasiun di Bandung itu hanya sampai di Padalarang saja atau sudah pindah ke Stasiun Tegalalur Bandung? Jadi kalau stasiun akhirnya masih di Padalarang maka penumpang pun akan enggan untuk naik KCJB tersebut, karena masih jauhnya jarak ke kota Bandung,” tegasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button