Market

Tujuh Tahun Tagih Janji ‘Palsu’ Jokowi Beli 1.000 Alsintan Pemanen Padi

Tujuh tahun sudah berlalu. Namun, Presiden Joko Widodo tak kunjung memenuhi janjinya untuk membeli 1.000 alat mesin pertanian alias alsintan yang ia pesan dari sebuah pabrik peralatan pertanian di Mlilir, Madiun pada 2015.

Padahal, itikad baik dari Jokowi untuk menepati janjinya itu sangat dinantikan oleh seorang pengusaha produksi peralatan pertanian yang berada di Provinsi Jawa Timur itu.

“Banyak ayat, banyak petuah sesepuh, banyak nalar yang mengatakan bahwa janji haruslah ditepati, karena hal itu bagian dari ciri orang beriman,” kata pemilik akun twitter @her_alone, Selasa (8/11/2022).

Kisah ini berawal dari kehadiran Presiden Jokowi pada 6 Maret 2015 di pabrik alsintan tersebut. “Tujuh tahun kami menpertanyakan janji,” ujar pemilik akun.

MEMPERTANYAKAN JANJI.

(1). Alkisah Presiden @jokowi hadir dipabrik peralatan pertanian kami di Mlilir Madiun. Atas info Mentri Pertanian saat itu Amran, beliau mengatakan bahwa pemerintah memerlukan sekitar 60rb alsintan pemanen padi. Lalu menanyakan kemampuan produksi kami.

— #Kisihati Heru Lelono (@her_alone) November 7, 2022

Atas informasi dari Menteri Pertanian saat itu Amran Sulaiman, Presiden mengatakan, pemerintah memerlukan sekitar 60 ribu alsintan pemanen padi. “Lalu menanyakan kemampuan produksi kami. Pemimpin pabrik @KyaiMblebes menjawab, setahun mampu menyiapkan 200 buah mesin. Presiden mengatakan, “Kurang, bisa 1000 buah?”. Kami jawab, bahwa permodalan kami terbatas,” paparnya.

Lalu Presiden Jokowi bertanya kepada Soekarwo, Gubernur Jawa Timur dan Komisaris Utama Bank Jatim, serta para pejabat bank yang hadir. “Beliau minta bank untuk bantu membiayai,” ucapnya.

Pendek cerita, akhirnya pabrik alsintan itu bekerja keras memproduksi 1.000 mesin sesuai permintaan presiden. “Sepanjang perjalanan produksi, tanda-tanda pembelian oleh pemerintah seperti diliputi kabut tebal. @KyaiMblebes mondar mandir ke Deptan (Departemen Pertanian),” kata dia.

Pemimpin perusahaan, bahkan membawa surat dan datang sendiri ke istana yang hasilnya hanya selembar surat Sekretariat Negara (Setneg). “Saat membawa surat Setneg ke Menteri Amran, dijawab tidak ada uang. Di lapangan, barang impor masih datang, artinya masih dibeli. Tahun berganti, stok mesin dan berbagai komponen menumpuk,” ungkapnya.

Pada saat yang sama, perusahaan harus terus mengangsur utang ke bank dan menggaji karyawan. Akan tetapi, nilai uang perusahaan berupa berbagai stok saat ini lebih dari Rp30 miliar harus ‘berhenti’. “Saya terus minta @KyaiMblebes untuk sekuat mungkin tidak melakukan PHK karyawan,” timpal dia.

Ia bersyukur sampai hari ini tidak ada karyawan yang di-PHK. “Berbagai aset pribadi harus kami jual agar karyawan masih bisa membiayai keluarganya,” tukasnya.

Produksi Mesin Tanpa Kontrak Pemesanan?

Mengapa pihak pabrik memproduksi tanpa memegang kontrak pemesanan?Jawabannya sangat sederhana. Kami sejak 2007 berniat melakukan sesuatu yang bisa membantu petani, selain menciptakan lapangan kerja di dalam negeri,” tutur dia.

Diawali dengan memproduksi pupuk pesanan pemerintah untuk pupuk subsidi, pabrik pupuk awal pihaknya, juga ‘hidup enggan matipun tak mau’ akibat pemangkasan subsidi. “Selin itu, kami ingin membuktikan bahwa anak negeri mampu membuat sendiri,” ucapnya.

Ia menegaskan perihal kepercayaan bekerja tanpa kontrak. “Karena pembelian alsintan oleh pemerintah dilakukan melalui e-Catalog. Dan yang lebih penting lagi, kami mendapat ‘order’ langsung dari seorang Presiden,” katanya.

Apalagi, sambung dia, Presiden Jokowi hadir sendiri di pabriknya. “Siapa lagi yang lebih kami/rakyat percayai di atas seorang Presiden? Itu idealisme kami. Saat ini kami hanya bisa memohon bantuan kekuatan kepada Allah Yang Maha Adil, untuk survive bersama karyawan dan keluarganya membiayai hidup,” lanjut dia. “Kalau tidak kepada Allah, ke siapa lagi kami harus memohon?”

Ia pun memohon agar Presiden Jokowi, Soekarwo yang saat ini menjabat Anggota Dewan Pertimbangan Presiden alias Watimpres, dan Menteri Pertanian untuk berkenan mendengar.

“Yang kami terima saat ini hanya ‘tamu’ Dinas Pertanian yang bolak-balik survai-survei, tanya kapasitas produksi tanpa membeli,” imbuhnya.

Jokowi sebagai pemberi harapan palsu (PHP) atas pembelian 1.000 alsintan dari salah satu pabrik di Madiun itu mengingatkan publik pada deretan janjinya yang lain. Salah satunya adalah janji penguatan nilai tukar rupiah ke Rp10 ribu per dolar AS dan penurunan angka kemiskinan.

Janjinya yang lain adalah melakukan buyback saham PT Indosat Tbk (ISAT), penyediaan lapangan kerja, tol laut, penguasaan Sumber Daya Alam (SDA), dan mengurangi utang. Begitu juga dengan target elektrifikasi 100%, infrastruktur ketahanan pangan dan janji-janji lainnya yang masih harus ditagih untuk ditepati.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button