Market

2 Alasan Serikat Buruh Tuntut Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan UU Ciptaker

Serikat pekerja membeberkan dua alasan kenapa Presiden Jokowi perlu menerbitkan Perppu pencabutan UU Cipta Kerja (Ciptaker). Bukan malah menerbitkan Perppu 2/2022 tentang Ciptaker, bikin gaduh saat ini.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat membeberkan dua alasan prinsip perlunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang membatalkan Omnibus Law UU Ciptaker.

“Pertama, alasan formil, karena MK pada 25 November 2021 telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Yang mewajibkan pemerintah melakukan perbaikan dalam dua tahun, menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta melarangan menerbitkan peraturan pelaksana baru, sebagai turunan dari UU Ciptaker,” terang Mirah kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (2/1/2022).

Demi memenuhi rasa keadilan di masyarakat, serta memberikan kepastian hukum sesuai keputusan MK, menurut Mirah, Presiden Jokowi seharusnya menerbitkan Perppu tentang pembatalan UU Ciptaker. “Serta memberlakukan seluruh UU yang terdampak Omnibus Law. Termasuk memberlakukan kembali UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta aturan turunannya,” kata Mirah.

Alasan kedua, lanjutnya, Presiden Jokowi perlu menerbitkan Perppu tentang Pembatalan Omnibus Law UU Ciptaker, terkait aspek materiil. Ingat, dampak buruk omnibus law UU Ciptaker khususnya klaster ketenagakerjaan, membuat pekerja Indonesia semakin miskin. “Karena UU Ciptaker telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan jaminan sosial bagi pekerja Indonesia,” ungkapnya.

Dia bilang, isi Perppu 2/2022 tentang Ciptaker, jelas-jelas tidak mengakomodir tuntutan pekerja dan buruh. Karena masih mengakui outsourcing diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas. “Sistem kerja kontrak tetap dimungkinkan dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap,” imbuhnya.

Selain itu, kata Mirah, sistem upah yang tetap murah, karena tidak secara tegas menetapkan upah minimum harus berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak. Masih hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten.

“Tetap dimudahkannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan. Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui penetapan pengadilan,” terangnya.

Tak berhenti di situ, Perppu yang diteken Presiden Jokowi pada Jumat (30/12/2022), tak sedikitpun berpihak kepada pekerja dan buruh. Besaran kompensasi atau pesangon dan penghargaan dari PHK, dikurangi. “Serta membuka pintu seluasnya bagi tenaga kerja asing (TKA), bahkan semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia,” ungkapnya.

Terbitnya Perppu 2 Tahun 2022 tentang Ciptaker, menurut Mirah, semakin menegaskan bahwa rakyat Indonesia, selama ini, hanya dijadikan obyek untuk keuntungan pemilik modal. “Dengan memanfaatkan DPR selaku legislatif dan Pemerintah selaku eksekutif,” pungkas Mirah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button