News

250 Juta Penduduk China Terinfeksi COVID-19 Sepanjang Desember

Sebanyak 250 juta penduduk China dilaporkan terinfeksi COVID-19 dalam 20 hari pertama bulan Desember. Angka ini tercantum dalam catatan rapat internal dari para pejabat kesehatan China, seperti yang dihimpun oleh Bloomberg dan Financial Times pada Jumat (23/12/2022).

Mengutip CNN, Sabtu (24/12/2022), angka tersebut mencakup sekitar 18 persen dari total 1,4 miliar penduduk China sekaligus menjadi jumlah kasus COVID-19 terbanyak secara global sejak merebak pada akhir 2019.

Data itu disampaikan pada pertemuan internal Komisi Kesehatan Nasional China atau China’s National Health Commission (NHC). Pada Jumat, salinan catatan pertemuan NHC juga sempat beredar di media sosial China meski belum dapat dikonfirmasi keasliannya.

Sebelumnya pada Selasa (20/12/2022), sebanyak 37 juta orang di seluruh China dilaporkan terinfeksi COVID-19, kontras dengan jumlah laporan resmi atas kasus baru yang terjadi di hari itu sebanyak 3.049 orang.

Wakil direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China Sun Yang adalah sosok yang pertama kali menyerahkan angka tersebut kepada para pejabat NHC.

Sun mengemukakan bahwa tingkat penyebaran COVID-19 di China akan terus meningkat dan diperkirakan lebih dari setengah populasi di Beijing dan Sichuan telah terjangkit.

Angka-angka di atas sangat kontras dengan data resmi milik NHC yang disampaikan kepada publik, dengan hanya 62.592 kasus COVID-19 bergejala di sepanjang 20 hari pertama bulan Desember.

Secara resmi, China telah melaporkan hanya delapan kematian akibat COVID-19 di bulan ini. Ini menjadi angka yang sangat rendah mengingat penyebaran virus yang cepat dan implementasi vaksin yang relatif rendah di kalangan orang tua.

Per Kamis (22/12/2022), China juga telah mengubah cara perhitungan kasus kematian akibat COVID-19 usai jumlah yang diduga meroket.

Perubahan ini dilakukan setelah viral sejumlah foto menunjukkan jasad diduga pasien COVID-19 berjajar di krematorium dan kamar mayat rumah sakit.

Seorang pejabat NHC, Wang Guiqiang mengatakan bahwa setelah metode penghitungan diganti, jumlah kematian akibat COVID-19 langsung nihil.

Menurut Wang, metode penghitungan ini sangat berpengaruh karena sebelumnya, pihak berwenang menganggap semua orang yang meninggal ketika sedang mengidap COVID-19 sebagai ‘kematian akibat COVID’.

Kini, jika pasien meninggal ketika mengidap COVID-19 varian Omicron, maka penyebab kematiannya dianggap bukan akibat corona, tapi penyakit bawaan orang itu.

“Warga lansia memiliki kondisi kesehatan bawaan sebelumnya. Hanya sebagian kecil dari mereka yang meninggal karena masalah pernapasan akibat infeksi COVID-19,” ucap Wang, seperti dikutip AFP, Sabtu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button