Market

Ada Udang di Balik Batu, Jokowi Perpanjang Kontrak Freeport Jelang Pemilu 2024

Saat berada di Amerika Serikat (AS), Presiden Jokowi tancap gas. Jumpa Chairman Freeport McMoRan, Ricard Adkerson, Jokowi janjikan perpanjangan kontrak. Padahal, kontrak Freeport baru berakhir pada 2041. Masih ada jeda 17-18 tahun lagi.

Adanya gerakan cepat atau gercep, bahasa anak sekarang, dari Jokowi ini, memang tak lazim. Apalagi menjelang Pemilu 2024, Jokowi menyatakan siap perpanjang kontrak Freeport 20 tahun,  hingga 2061. 

“Idealnya, (perpanjangan kontrak Freeport) ini diurus pemerintahan yang akan datang, agar lebih optimal. Sehingga tidak ada kesan untuk mengejar Pemilu atau ‘deal-deal-an’ untuk biaya kampanye,” kata Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Senin (20/11/2023) malam.

Mengacu kepada UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba), kata politikus PKS itu, perpanjangan izin Freeport, paling cepat dilakukan pada 2026. Artinya, benar kata Mulyanto, perpanjangan kontrak Freeport oleh pemerintahan hasil Pemilu 2024, bukan Jokowi.

“Karena ketentuannya, perpanjangan izin paling cepat diajukan 5 tahun sebelum izin tersebut berakhir dan paling lama satu tahun sebelum izin tersebut berakhir, yakni tahun 2030,” ujarnya.

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah mada (UGM), Fahmy Radhi berpandangan senada. Dia menyayangkan keputusan Jokowi ini. Meski, Jokowi mensyaratkan perpanjangan izin Freeport dibarter dengan penambahan saham 10 persen. Sehingga saham pemerintah Indonesia di Freeport, naik menjadi 61 persen.

“Lho, tambahan itu kan berlakunya setelah 2041. Setelah perpanjangan, bukan saat ini. Jadi jangan terkecoh,” kata Fahmy.

Selain itu, kata Fahmy, ketika pemerintah Indonesia menggenggam saham mayoritas 51 persen, namun tidak otomatis menjadi pengendali operasional tambang Freeport.

“Pasalnya, ada perjanjian pada 2018 bahwa Freeport-McMoRan yang mengelola dan mengontrol manajemen operasi Freeport. Seharusnya memang tidak perlu diperpanjang,” paparnya.

Sejatinya, bukan sekali ini Freeport ‘menukangi’ atau mengakali pemerintah Indonesia. Pada 2018, Presiden Jokowi memutuskan agar pemerintah memiliki 51 persen saham Freeport.

Untuk merealisasikannya, PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero/Inalum) yang mendapat penugasan akusisi 51 persen saham Freeprot. Inalum harus menyediakan mahar senilai US$3,85 miliar. Atau setara Rp55,8 triliun (kurs Rp14.500/US$).

Celakanya, keuangan Inalum tak cukup. Sehingga harus menerbitkan surat utang alias obligasi global yang terdiri dari empat masa jatuh tempo. Tingkat kupon atau imbal hasilnya, rata-rata 5,991 persen. Ini rinciannya. 

Pertama, obligasi bertenor 2021 dengan bunga 5,23 persen, nilainya US$ 1 miliar. kedua, obligasi tenornya hingga 2023 dengan bunga 5,71 persen senilai US$ 1,25 miliar. Ketiga, obligasi senilai US$1 miliar dengan bunga 6,530 persen dan tenor hingga 2028. Keempat, obligasi senilai US$ 750 juta dengan bunga 6,757 persen bertenor hingga 2048.

Peristiwa ini, sulit diterima akal sehat. Freeport yang sudah puluhan tahun mengeruk emas dari perut bumi Papua, malah diberikan diberi dana besar. Untung berkali-kali, perusahaan emas dari negeri Paman Sam itu.  

Mantan Sektretaris Kementerian BUMN, Said Didu menyebut ada 5 keuntungan yang direguk Freeport dari aksi divestasi ini. Pertama, Freeport mendapat duit cash Rp55 triliun. Kedua, Freeport masih punya hak pengendali meski sahamnya minoritas.

Ketiga, Freeport mendapat kepastian perpanjangan kontrak. Keempat, Freeport mendapat kepastian pajak. Kelima, Freeport berpeluang bebas dari ancaman denda lingkungan, karena pemilik saham mayoritas adalah pemerintah Indonesia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button