News

Angkasa Nusantara Bertaburan Jet Tempur Canggih

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah meningkatkan pengeluaran pertahanannya untuk membenahi armada pesawatnya. Modernisasi peralatan tempur TNI Angkatan Udara akan semakin memperkokoh posisi Indonesia di Asia Tengara.

Yang terbaru, Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman dengan Boeing untuk mengakuisisi hingga 24 pesawat tempur F-15EX saat kunjungan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto ke Amerika Serikat. Pejabat Kementerian Pertahanan Indonesia menandatangani MoU pada 21 Agustus, dengan pihak Boeing dan menekankan bahwa kesepakatan itu bergantung pada persetujuan dari pemerintah AS.

“Kami dengan senang hati mengumumkan komitmen untuk mendapatkan kapabilitas pesawat tempur F-15EX yang sangat penting bagi Indonesia. Petarung canggih ini akan melindungi dan mengamankan negara kita dengan kemampuannya yang canggih,” kata Prabowo.

Pengumuman Boeing pada 21 Agustus tentang MOU F-15EX menggunakan istilah “F-15IDN” untuk pesawat tempur Indonesia, berbeda dengan sebutan yang digunakan sebelumnya “F-15ID”. “F-15EX adalah versi paling canggih dari F-15 yang pernah dibuat, dengan kontrol penerbangan fly-by-wire digital, sistem peperangan elektronik baru, kokpit digital serba kaca, dan sistem misi terbaru serta kemampuan perangkat lunak, yang semuanya akan dimanfaatkan dalam memberikan F-15IDN baru,” menurut Boeing.

Menggabungkan keahlian bertahun-tahun dalam mengembangkan kemampuan Dogfighter ‘Terbaik Dunia’ F-15EX, Boeing menekankan keunikan F-15 di antara pesawat tempur, dan menegaskan bahwa kemajuan ini akan menempatkan Indonesia di garis depan dalam kemampuan dominasi udara.

Jakarta saat ini sudah mengoperasikan jet F-16 produksi Amerika dan Sukhoi Su-27 dan Su-30 Rusia. Kementerian Pertahanan juga memesan jet tempur Rafale Prancis. Dassault Aviation mengungkapkan pada 10 Agustus 2023 bahwa kesepakatan pembelian pesawat tempur Rafale tahap kedua untuk Indonesia telah berlaku efektif pada hari itu.

Jet tempur Rafale Prancis

Pesanan yang dilakukan pada tahap kedua adalah sebanyak 18 unit Rafale, dan ini terjadi setelah tahap pertama dari enam Rafale berlaku efektif pada September 2022, sehingga total ada 24 pesawat yang dipesan. Rencana utama Jakarta adalah mengakuisisi 42 unit Rafale senilai US$8,1 miliar. Namun, pengadaannya dilakukan secara bertahap, bukan sekaligus.

Pengadaan Rafale “generasi terbaru” untuk TNI Angkatan Udara mencakup solusi “turnkey” yang komprehensif dan manfaat industri yang signifikan bagi sektor penerbangan Indonesia.

Selain itu, inisiatif pendidikan akan dimulai untuk meningkatkan keahlian teknis di bidang aeronautika. Akuisisi F-15 dan Rafale akan bertindak sebagai aset yang berbeda, menjamin kedaulatan dan otonomi operasional Indonesia dan meningkatkan posisinya sebagai kekuatan regional utama.

Selain dua jet tempur tersebut, Indonesia juga telah mendapatkan kesepakatan senilai US$800 juta untuk pembelian 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 bekas, sebuah keputusan yang sempat menuai kritik karena kondisi pesawat yang relatif lebih tua.

Selain itu, Indonesia juga berencana mengakuisisi 50 unit jet tempur generasi baru KF-21, sebuah upaya kolaboratif yang dilakukan bersama dengan Korea Selatan. Kontraktor Indonesia PT Dirgantara Indonesia berdiri sebagai peserta proyek KF-21, berbagi perannya dengan Korean Aerospace Industries (KAI) dengan kepemilikan 20 persen.

Hanya saja dalam pembelian alutsista ini, Jakarta mengabaikan pembayaran sehingga menimbulkan keraguan mengenai keteguhan pemerintah dalam proyek ini dalam jangka panjang. Meskipun demikian, dimulainya produksi KF-21 diperkirakan hanya akan terjadi antara tahun 2026 dan 2028. Mengingat jangka waktu tersebut, keputusan untuk mengakuisisi Rafale dan F-15 tampaknya dapat dibenarkan dan siap untuk meningkatkan kemampuan Angkatan Udara Indonesia secara signifikan.

Secara keseluruhan, rencana pengadaan jet tempur canggih oleh Angkatan Udara Indonesia menandai lompatan kemampuan yang signifikan, dan berkontribusi pada penguatan posisi Jakarta sebagai negara dengan pengaruh regional yang menonjol.

Pembelian alutsista yang dilakukan pemerintah ini membuat Indonesia lebih stabil dalam pertahanan.  Sejak beberapa waktu lalu, Indonesia masih mengalami ketergantungan alutsista pada satu blok negara-negara. Misalnya saat Orde Lama, pengelolaan alutsista mengalami kesulitan setelah beberapa peralatan perang Indonesia kebanyakan berasal dari blok Soviet (kini Rusia) dengan para sekutunya. Ini menjadi kesulitan tersendiri terkait pasang surut hubungan dan Soviet dan hubungannya Indonesia dengan blok barat yang dipimpin Amerika Serikat.

Namun pada masa orde baru, Indonesia malah kesulitan mendapatkan sparepart F-16 dan C-130 Hercules. Setia pada masalah dalam hubungan dengan salah satu blok dunia akan berpengaruh terhadap ketersedian alutsista termasuk suku cadangnya.

Hanya saja aksi pembelian alutsista kali ini lebih membuat Indonesia bebas aktif dan tidak memihak satu blok. Terlihat dari beragam alutsista yang didatangkan berasal dari Rusia dan blok Barat yang dipimpin AS. Apalagi setiap pembelian alutsista seperti jet tempur juga diikuti dengan peningkatan kemampuan penggunaan kedua pesawat dan SDM untuk pemeliharaan, pengelolaan dan perawatan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button