News

Aswanto, Ferdy Sambo dan Nasib Institusi Hukum Kita

Perkembangan hukum Indonesia seolah berada pada titik nadir apabila mencermati situasi terakhir. Pencopotan sepihak Aswanto oleh DPR sebagai hakim konstitusi, guliran perkara pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang menyeret Ferdy Sambo dan dicokoknya Sudrajad Dimyati selaku hakim agung, membawa dampak dahsyat yakni, tidak dipercayanya institusi hukum kita.

Dalam sebuah diskusi daring yang digelar Setara Institute, Minggu (30/10/2022), eks hakim konstitusi Maruarar Siahaan menilai pelaksanaan reformasi hukum sudah sepatutnya dilaksanakan secara konsisten, tidak hanya diucapkan ketika terjadi peristiwa yang mencolok. Dia meyakini hukum Indonesia sudah kehilangan esensi terdalamnya yakni, keadilan yang beradab lantaran terpaan peristiwa lancung aparatur hukum dan arogansi parlemen.

“Seluruh instansi hukum justru menjadi problem dan apakah bisa berbicara secara menyeluruh, kejutan Sambo dahsyat sekali boleh dikatakan basic value dari konstitusi kita kemanusiaan yang adil beradab, kita kehilangan kepercayaan terhadap seluruh instansi hukum,” kata Maruarar.

Dia menyoroti beban kepolisian sekarang ini yang terdegradasi dan kehilangan kepercayaan publik imbas kasus Ferdy Sambo. Begitu juga kondisi Mahkamah Agung (MA) setelah salah satu ‘wakil Tuhan’ di sana jadi mafia hukum. Setelah Mahkamah Konstitusi (MK), jual beli perkara di MA sudah bukan isapan jempol lagi.

Sistem peradilan dan hukum semakin keruh melihat langkah DPR yang mencopot Aswanto secara sepihak lantaran tidak proparlemen dalam mengadili perkara. Peristiwa ini menunjukkan bahwa hukum atau MK bukan lembaga pengawas konstitusi tetapi pemuas parlemen, artinya independensi peradilan seperti jauh panggang dari api.

“Kita melihat suatu kondisi seperti itu pasti akan melemahkan dan tak bisa lagi membayangkan peradilan seperti apa,” ungkap dia.

Dia menilai tak ada lagi solusi lain kecuali reformasi hukum dan sistem peradilan secara integral agar transisi hukum dan demokrasi tak dimanfaatkan segelintir orang maupun kelompok, yang membuat set back, sistem peradilan dan hukum yang tidak berdasarkan pada prinsip beserta ketentuan perundang-undangan.

“Yang menjadi kebutuhan adalah konsep menyeluruh integral sehingga dikatakan reformasi sudah harus dilakukan. Pemicu diskusi kita dengar dari komisi III, di seluruh dunia ada godaan kembali masa lalu, setiap negara ada transisi demokrasi dan hukum, ada sebagian orang yang ingin kembali ke belakang, belum terkonsolidasi ada tarik-menarik,” sebutnya.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menyebutkan bahwa pencopotan Aswanto bukti atas pembegalan atas konstitusi, yang menyedihkan lagi hal ini dilakukan oleh DPR dengan mengatasnamakan kekuasaan dan keterwakilan rakyat. Dia mengaku khawatir MK nantinya mengeluarkan amar putusan yang tidak bersandar pada prinsip keadilan dan supremasi konstitusi, lantaran situasi ini.

“Peristiwa Pak Aswanto mengingatkan kita, kepatuhan konstitusi, peragaan tindakan politik inkonstitusional dilakukan lembaga negara lain,” tuturnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button